Kerugian Negara Harus Dibuktikan di Persidangan, Bukan Hitungan Kejaksaan
Kerugian keuangan negara dihitung berdasarkan uang yang dikeluarkan oleh negara, sedangkan kerugian perekonomian negara akan disampaikan oleh ahli di dalam persidangan. Namun, nantinya pengadilan yang akan memutuskan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembuktian kerugian keuangan negara dibuktikan oleh lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), atau lembaga swasta yang memiliki kompetensi dalam menghitungnya. Namun, nantinya majelis hakim yang akan menentukan berdasarkan keterangan ahli dan mencermati konstruksi proses persidangan untuk menentukan kerugian negara yang diakibatkan dari praktik korupsi tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, saat dihubungi di Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Menurut Kurnia, dalam kasus dugaan korupsi dengan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara, tantangan ada pada jaksa penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan. Mereka menyusun sejumlah hal yang harus diuraikan dalam surat dakwaan tersebut. Pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ditegaskan bahwa dakwaan tersebut harus cermat, jelas, dan lengkap.
Oleh karena itu, kata Kurnia, unsur-unsur di dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus menjadi fokus dari penuntut umum. Salah satu unsur tersebut adalah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Namun, teknis permasalahan tersebut dalam proses persidangan yang lazim dilakukan oleh aparat penegak hukum sangat bergantung pada keterangan ahli, baik dari lembaga negara maupun lembaga swasta yang dihadirkan dalam proses persidangan.
Dalam proses persidangan perkara pidana, maka yang penting adalah pembuktian kesalahan terdakwa dan meyakinkan hakim. Pembuktian kesalahan terdakwa tentu merujuk pada unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan.
”Dalam proses persidangan perkara pidana, maka yang penting adalah pembuktian kesalahan terdakwa dan meyakinkan hakim. Pembuktian kesalahan terdakwa tentu merujuk pada unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, dalam kasus dugaan korupsi dengan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara, tantangan ada pada jaksa penuntut umum dalam menyusun surat dakwaan. Mereka menyusun sejumlah hal yang harus diuraikan dalam surat dakwaan tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menegaskan bahwa dakwaan tersebut harus cermat, jelas, dan lengkap.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana enggan berkomentar terkait penghitungan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Sebab, konstruksi penghitungan keduanya sudah dipakai oleh Kejaksaan Agung.
Terkait aset-aset Surya, Ivan mengatakan, PPATK sudah membekukan banyak rekening pada dua kasus tersebut. ”Beberapa hasil analisis sudah kami serahkan. Koordinasi sangat intens kami lakukan dengan teman-teman Jampidus (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus),” kata Ivan.
Jaksa penuntut umum dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya, Muhamad, mengatakan, kerugian keuangan negara dan perekonomian negara adalah dua hal yang berbeda sehingga dipisah. Kerugian keuangan negara dihitung berdasarkan uang yang sudah dikeluarkan oleh negara, sedangkan kerugian perekonomian negara akan disampaikan oleh ahli di dalam persidangan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menerapkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dalam dua kasus yang ditanganinya, yakni dugaan korupsi penguasaan lahan sawit serta pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya. Kerugian tersebut harus dibuktikan berdasarkan keterangan lembaga atau ahli di persidangan.
Kerugian keuangan negara dan perekonomian negara adalah dua hal yang berbeda sehingga dipisah. Kerugian keuangan negara dihitung berdasarkan uang yang sudah dikeluarkan oleh negara, sedangkan kerugian perekonomian negara akan disampaikan oleh ahli di dalam persidangan.
Dalam kasus dugaan korupsi penguasaan lahan sawit, Kejaksaan Agung menghitung kerugian keuangan negara dan perekonomian negara mencapai Rp 104,1 triliun. Rinciannya, kerugian keuangan negara Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun. Kasus ini menjerat pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi.
Penting bagi penegakan hukum
Kuasa hukum terdakwa Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) atau bekas anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Lin Che Wei, Magdir Ismail, mengatakan, penghitungan BPKP sangat penting untuk kebenaran dan keadilan. Hal itu penting tidak hanya untuk kliennya yang menjadi terdakwa dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya, tetapi juga untuk penegakan hukum selanjutnya.
Mereka (jaksa penuntut umum) seolah-olah penghitungan kerugian itu didasarkan salah satu di antaranya adalah karena ada keuntungan ilegal. Nah, keuntungan ilegal ini sebenarnya keuntungan seperti apa yang mereka maksudkan? Apakah karena perdagangannya ini yang tidak sah atau apa?
”Mereka (jaksa penuntut umum) seolah-olah penghitungan kerugian itu didasarkan salah satu diantaranya adalah karena ada keuntungan ilegal. Nah, keuntungan ilegal ini sebenarnya keuntungan seperti apa yang mereka maksudkan? Apakah karena perdagangannya ini yang tidak sah atau apa?” ujar Magdir.
Menurut Magdir, jika perdagangan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak sah, maka itu boleh dikatakan ada keuntungan ilegal. Karena itu, ia meminta laporan dari BPKP. Ia menilai, dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum tidak cermat. Magdir berharap, persoalan kerugian negara harus dicermati dengan baik.