Pendekatan Kejaksaan di Kasus Surya Darmadi Hadapi Tantangan Berat
Jika berhasil, penerapan klausul kerugian perekonomian negara di kasus dugaan korupsi Surya Darmadi bisa signifikan memulihkan kerugian negara. Namun, tak mudah untuk membuktikannya. Banyak hal harus disiapkan kejaksaan.
Tersangka Surya Darmadi (tengah) saat digiring petugas ketika tiba di Kantor Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin (15/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Langkah Kejaksaan Agung yang menerapkan klausul perekonomian negara, tak hanya kerugian negara, dalam kasus Surya Darmadi bakal menghadapi tantangan berat. Namun, jika berhasil, langkah itu akan sangat signifikan mengembalikan kerugian negara.
Menurut hasil penghitungan terbaru Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dirilis di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (30/8/2022), kerugian keuangan negara dan perekonomian negara dalam kasus itu, mencapai Rp 104,1 triliun. Rinciannya, kerugian keuangan negara Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 99,2 triliun. Jumlah ini meningkat dari perhitungan yang dirilis 1 Agustus lalu, sebesar Rp 78 triliun.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rochman, saat dihubungi pada Selasa, mengapresiasi langkah dan mendukung kejaksaan untuk menuntut Surya dengan pendekatan kerugian perekonomian negara. Pendekatan ini jarang digunakan. Apabila berhasil, hal itu akan menjadi penanganan perkara korupsi yang monumental serta sangat signifikan mengembalikan kerugian negara.
Meskipun demikian, ia mengingatkan, tak mudah bagi kejaksaan untuk membuktikannya di persidangan. Kejaksaan harus mempersiapkan pembuktian atas tindakan Surya dan perusahaannya yang mengakibatkan kerugian perekonomian negara. Karena itu, setidaknya ada tiga hal yang dapat ditempuh jaksa. Pertama, membuktikan hubungan kausal antara perbuatan Surya dan kerugian perekonomian negara. Kerugian itu misalnya memengaruhi pendapatan negara.
Helikopter yang diduga terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dengan tersangka Surya Darmadi yang disita penyidik Kejaksaan Agung, beberapa waktu lalu.
Misalnya, lanjut Zaenur, pendapatan negara hilang dalam jumlah tertentu.
“Ilustrasinya begini, misalnya perbuatan Surya Darmadi secara melawan hukum tidak mengurus perizinan kemudian melakukan usaha, kerugian perekonomian negaranya terjadi karena ada pendapatan negara yang seharusnya disetor tetapi tidak disetor. Bentuknya apa saya tidak tahu, apakah itu konsesi, ataukah pajak, ataukah retribusi,” jelasnya.
Kedua, kejaksaan menyandarkan penghitungan kerugian perekonomian negara dari keterangan ahli, dalam hal ini ahli ekonomi. Mereka dapat menghitung hilangnya pendapatan negara. Ketiga, kejaksaan perlu memperhatikan asas kepastian hukum. Artinya, kerugian perekonomian itu harus pasti nilainya.
Hal lain yang tak kalah penting ialah majelis hakim yang ditunjuk pengadilan untuk menangani perkara. Hakim harus memiliki pandangan yang sama progresifnya dengan jaksa.
Salah satu aset berupa tanah dan bangunan milik tersangka Surya Darmadi yang beberapa waktu lalu disita penyidik Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group.
Ia mengungkapkan, perumusan tentang kerugian perekonomian negara di dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih belum cukup lengkap. UU Pemberantasan Tipikor sendiri merujuk kerugian perekonomian negara tersebut pada Pasal 33 UUD 1945.
“Memang titik lemah kerugian perekonomian negara itu perumusannya belum cukup lengkap, sehingga orang belum yakin soal apakah perumusan seperti itu menghadirkan kepastian hukum ataukah tidak,” kata dia.
Dalam catatannya, penggunaan pendekatan kerugian perekonomian negara dalam sebuah tindak pidana jarang sekali digunakan. “Baru sekali digunakan tahun 1985,” kata dia.
Hak negara
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah dalam jumpa pers, kemarin, mengatakan, dalam perkara dugaan korupsi dan pencucian uang PT Duta Palma Group yang dimiliki tersangka Surya Darmadi, pihaknya tak hanya memakai instrumen kerugian negara, tetapi juga mencoba membuktikan kerugian perekonomian negara.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, dalam jumpa pers daring dan luring, Selasa (30/8/2022).
”Yang menjadi hak negara dihitung semua sehingga nilainya besar,” ucapnya.
Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari menjelaskan, ruang lingkup penghitungan oleh BPKP adalah kegiatan usaha kebun kelapa sawit PT Duta Palma Group yang membawahkan lima perusahaan yang mengelola lahan kelapa sawit seluas 37.095 hektar.
Kerugian negara dan perekonomian negara yang mencapai Rp 104,1 triliun telah memperhitungkan hak kekayaan negara dan dampak manfaat hutan yang tak diterima negara serta dampak kerusakan hutan imbas dari alih fungsi hutan menjadi lahan sawit. Dalam proses penghitungan, BPKP melibatkan pula ahli lingkungan hidup.
Dalam kasus itu, penyidik menyita 40 aset milik Surya berupa tanah serta enam pabrik kelapa sawit di sejumlah daerah. Aset lain yang disita adalah 3 unit apartemen, 2 hotel, dan 1 helikopter. Total nilai aset berupa benda atau barang tersebut sekitar Rp 11,7 triliun.
PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melantik para pejabat eselon I dan II di lingkungan kejaksaan yang di antaranya 18 kepala kejaksaan tinggi. Pelantikan dilaksanakan secara daring pada Rabu (2/3/2022).
Penyidik juga menyita uang milik Surya yang tersebar di sejumlah rekening, yakni Rp 5,1 triliun; 11,4 juta dollar AS; dan 646,04 dollar Singapura. Ada pula empat kapal tunda di Batam, Kepulauan Riau, dan Palembang, Sumatera Selatan, yang belum ditaksir nilainya.
Salah satu kapal tunda disita satuan tugas gabungan Kejagung dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan di kawasan Sungai Lilin, Musi Banyuasin. Satgas juga menyita tongkang.
”Setelah ditaksir, kemungkinan (nilai) nominal kapal-kapal itu Rp 40 miliar,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Sarjono Turin, Selasa.
Masih dalam kaitan penerapan klausul kerugian perekonomian negara, mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Febri Diansyah, mengingatkan adanya Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mengatur, jumlah pembayaran uang pengganti sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana.
KRISTIAN OKA PRASETYADI UNTUK KOMPAS
Febri Diansyah
“Di sini perlu terobosan luar biasa dalam strategi penanganan perkara. Jaksa penuntut umum dan hakim diharapkan dapat meletakkan dasar penting dalam penanganan perkara ini untuk memaksimalkan pengembalian kerugian perekonomian negara ken negara,” ujar Febri.
Dalam kasus tersebut, menurut Febri, kejaksaan dapat menyandingkan perkara korupsi yang dilakukan Surya dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, permasalahannya sejauh mana TPPU dapat menjangkau pemulihan kerugian perekonomian nasional. Sebab, yang dikejar di dalam TPPU sebatas kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana.
“Kalau kerugian perekonomian negara kan metodenya jauh lebih luas dan makro. Di titik ini, ada “kebuntuan” atau limit penerapan UU Pemberantasan Tipikor dan UU TPPU,” ujarnya.
Dengan kondisi tersebut, Febri menilai perlunya ada strategi penanganan perkara. Selain tindak pidananya, kejaksaan dapat menggugat perbuatan melawan hukum dengan menggunakan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Tersangka korupsi Surya Darmadi digiring petugas memasuki Gedung Bundar Jampidsus, Kejaksaan Agung RI, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan, Kamis (18/8/2022).
Pasal tersebut berbunyi, “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
“Jadi, kasus pidananya jalan dulu sampai nanti terbukti di sidang bahwa SD (Surya Darmadi) atau korporasinya telah melakukan perbuatan melawan hukum dan perbuatan tersebut berakibat kerugian perekonomian negara sebesar sekian triliun. Setelah itu, negara menggugat pelaku perbuatan untuk minta ganti kerugian menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata tadi. Dari sini, seluruh aset SD atau perusahaan baik terkait atau enggak terkait (tindak pidana) bisa disita,” kata Febri.