Usulan Amendemen Terbatas Setelah Pemilu 2024 Menguat
Tak hanya menambah kewenangan MPR untuk menetapkan PPHN, amendemen konstitusi juga diusulkan untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dukungan untuk membentuk Pokok-pokok Haluan Negara melalui amendemen terbatas konstitusi setelah Pemilihan Umum 2024 menguat. Selain membentuk haluan negara, muncul pula ide untuk mengembalikan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara.
Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat mengatakan, meskipun Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) nantinya diatur dalam bentuk konvensi ketatanegaraan, amendemen terbatas UUD 1945 tetap diperlukan. Perubahan hanya diusulkan untuk Pasal 3 UUD 1945 yang mengatur tentang kewenangan MPR. Sejumlah fraksi di MPR mengusulkan agar kewenangan MPR ditambahkan, yakni menetapkan PPHN.
”Jadi, tetap diperlukan amendemen terbatas, terbatas yo, tolong di-bold, khususnya hanya Pasal 3 UUD 1945, yaitu memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan dan mengubah PPHN. Pasal yang lain tidak,” ujar Djarot.
Namun, amendemen terbatas itu baru berupa usulan yang akan dilakukan setelah Pemilu 2024. Semua itu pun nantinya masih akan dikaji oleh panitia ad hoc. ”Nah, panitia ad hoc segera bekerja setelah ini,” kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Apabila amendemen terbatas setelah Pemilu 2024 dilakukan, lanjut Djarot, Fraksi PDI-P MPR akan menjaga agar perubahan tidak meluas ke pasal lain, seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Jika menyasar ke pasal lain, Fraksi PDI-P di MPR tidak akan sepakat untuk dilakukan amendemen terbatas.
”Jadi, tergantung bagaimana menjaganya supaya berbagai macam kepentingan itu bisa dikanalisasi, bisa dikontrol betul supaya tidak masuk. Kalau (berbagai macam kepentingan masuk) seperti itu, ya, kami mengundurkan diri. PDI-P tidak akan mau. PDI-P hanya mau amendemen terbatas,” ucap Djarot.
Namun, jika rencana amendemen terbatas dijalankan setelah pemilu, Fraksi PDI-P MPR akan mengusulkan pasal baru, yakni mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sebab, menurut Djarot, MPR saat ini telah terdiri lengkap dari berbagai representasi kelompok, golongan, dan daerah. Artinya, posisi MPR lebih tinggi daripada DPR dan DPD.
”Makanya, namanya majelis. Majelis itu lebih tinggi posisinya dibandingkan dengan dewan. Itu kalau kita bicara tentang kebenaran, yang benar, ya. Artinya apa? Harusnya begitu (MPR adalah lembaga tertinggi negara). Tetapi, dengan kemarin reformasi, presiden dipilih langsung, mandat itu langsung diberikan rakyat kepada presiden, tetapi, kan, juga harus melalui wakil-wakilnya di MPR. Tetapi, dengan adanya sekarang ini, MPR tidak bisa menjatuhkan presiden. Jadi, jangan khawatir di-impeachment,” papar Djarot.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Arsul Sani sepakat dengan ide amendemen terbatas konstitusi setelah Pemilu 2024. Apalagi, ia juga sempat melontarkan ide tersebut pada rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD pada 25 Juli lalu.
Fraksi PDI-P MPR akan mengusulkan pasal baru, yakni mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
”Dalam rapat gabungan, kebetulan saya yang mengusulkan, (amendemen terbatas) itu dilakukan setelah selesainya pelaksanaan pemilu, tetapi sebelum berakhirnya masa kerja MPR,” katanya.
Ia menambahkan, amendemen terbatas konstitusi setelah Pemilu 2024 diprediksi tidak akan menimbulkan kegaduhan. Tidak pula ada kecurigaan adanya kepentingan lain dalam agenda amendemen di luar pembentukan PPHN sebab pemilu sudah selesai. Publik pun sudah mengetahui presiden dan wakil presiden yang terpilih dan akan memimpin pada periode berikutnya.
Merujuk Pasal 109 Ayat (4) Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR, usulan perubahan konstitusi memang tidak dapat diajukan dalam enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR. Namun, itu bukan halangan karena peraturan MPR itu bisa diubah jika disepakati dalam Sidang Tahunan MPR. ”Itu, kan, peraturan MPR, kalau Sidang Tahunan MPR itu sepakat mengubah tata tertib Pasal 109 itu, maka ya terbuka (kesempatan untuk mengamendemen konstitusi tidak dalam waktu enam bulan sebelum berakhirnya keanggotaan MPR),” ujar Arsul.
Ia meyakini, tidak akan ada kekhawatiran dari publik terhadap amendemen terbatas yang akan dilakukan setelah Pemilu 2024. Termasuk soal isu mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. ”Saya kira itu tidak akan terjadi karena dalam fraksi-fraksi yang ada di MPR sendiri tidak ada pikiran seperti itu. Apalagi itu tidak didukung rakyat,” ujar Arsul.