Penuhi Ajakan Presiden, Elite Politik Berkomitmen Cegah Polarisasi
”Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial. Demokrasi kita harus semakin dewasa,” tutur Presiden Joko Widodo.
Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR/Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta masyarakat dan semua pihak mendukung tahapan Pemilihan Umum 2024 dan menjauhi politik identitas. Arahan Presiden ini disambut baik oleh para elite politik dengan berkomitmen untuk ikut menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam kontestasi lima tahunan tersebut.
Saat menyampaikan pidato dalam Sidang Tahunan MPR serta Sidang Bersama DPR dan DPD di Jakarta, Selasa (16/8/2022), Presiden Jokowi menyampaikan, tahapan pemilu yang sedang dipersiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti didukung sepenuhnya. Konsolidasi nasional juga sepatutnya terus diperkuat selama penyelenggaran pemilu.
”Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial. Demokrasi kita harus semakin dewasa,” tuturnya.
Warga melintas di depan tulisan bertema persatuan di kawasan Prumpung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). Nilai persatuan dan toleransi terus dipupuk warga untuk menjaga semangat persatuan dan kesatuan yang kini mengalami tantangan akibat polarisasi yang terjadi di masyarakat sebagai imbas pemilu.
Hadir dalam sidang tahunan tersebut Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden ke-9 Hamzah Haz, Wakil Presiden ke-11 Boediono, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, serta semua menteri di Kabinet Indonesia Maju dan semua unsur pimpinan partai politik.
Presiden mengapresiasi peran para ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh kebudayaan yang telah berkontribusi besar memperkokoh fondasi kebangsaan serta merawat persatuan dan kesatuan nasional. ”Saya juga mengharapkan dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi di negeri tercinta ini, untuk memperkokoh ideologi bangsa,” ucapnya.
Secara terpisah, melalui keterangan tertulis, Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Juri Ardiantoro menuturkan, pesan Presiden tersebut berangkat dari situasi dan kondisi kontestasi politik belakangan ini, baik pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Kompetisi politik justru cenderung memecah belah bangsa, bahkan merusak sendi-sendi kebangsaan.
Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial. Demokrasi kita harus semakin dewasa.
”Kompetisi politik tidak seharusnya menghalalkan segala cara yang destruktif,” ujarnya.
Menurut Juri, politik identitas yang destruktif dan politisasi agama merupakan bahaya laten yang perlu diwaspadai bersama, terutama menjelang kontestasi politik. Sebab, hal tersebut bisa menjadi akselerator bagi rontoknya konstruksi sosial yang melahirkan konflik horizontal berkepanjangan.
”Politik identitas dan agama yang dipolitisasi adalah formula yang sangat mudah untuk melakukan radikalisasi dan penyesatan masyarakat,” kata Juri.
Ia berpandangan, politik yang dibungkus agama selalu menjadi komoditas favorit untuk diperdagangkan jelang pemilu seperti saat ini. Agama selalu dijadikan justifikasi untuk meraih tujuan-tujuan politik dengan menjajakan politik identitas dan menggoreng agama sebagai komoditas.
KANTOR STAF PRESIDEN RI
Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro
”Kepada siapa pesan itu diberikan? Kepada semua pihak, baik para elite politik maupun masyarakat umum. Keterbelahan politik di masyarakat adalah akibat dari perilaku politik para elite dalam berbagai level yang tidak sadar betapa berbahayanya politisasi agama dan politik identitas,” tutur Juri.
Menjaga persatuan bangsa
Ditemui seusai sidang tahunan, Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan, pemilu merupakan upaya untuk menyempurnakan demokrasi. Untuk membangun demokrasi Indonesia yang maju, diperlukan pemilu yang berkualitas. Partai politik peserta pemilu juga harus semakin maju dalam mengartikulasikan kepentingan rakyat dan berkomitmen menjaga dan mengawal Pancasila serta memperkukuh persatuan bangsa.
Ia menambahkan, saat ini KPU telah menjalankan tahapan pemilu serentak 2024. Sudah semestinya semua pihak berkomitmen menjadikan pesta demokrasi itu sebagai ajang yang jujur, adil, dan bermartabat.
Puan merasa tahun politik datang lebih awal. Pembicaraan tentang suksesi kepemimpinan nasional menjadi topik perbincangan di mana-mana, baik di media sosial maupun di warung-warung kopi di seluruh penjuru negeri. Bagi Puan, fakta itu cukup menggembirakan karena menunjukkan bahwa masyarakat semakin dewasa dalam menghadapi perbedaan pilihan politik.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPR Puan Maharani (kanan) berjalan bersama seusai Sidang Tahunan MPR/Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Kedewasaan itu juga bukan hal yang baru. Sejak Pemilu 1999 digelar, masyarakat sudah mengajarkan bagaimana menyikapi perbedaan dalam politik. ”Kita tentu paham kapan waktu bertanding dan kapan waktu bersanding. Marilah kita bangun komitmen bersama untuk melaksanakan pesta demokrasi dengan aman, damai, bersukaria, dan tanpa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” ucap Puan.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pun menanggapi positif pidato Presiden untuk menjauhi politik identitas dalam pemilu. Menurut dia, politik identitas pasti akan selalu ada.
Ia menduga, politik identitas yang disampaikan oleh Presiden Jokowi adalah politik identitas yang merusak dan membenturkan semangat serta nilai persatuan bangsa dengan kepentingan kelompok sendiri. Politik identitas seperti itulah yang tidak baik. ”Karena itu, saya pikir, pesan moralnya di sana. Jadi, pidatonya sangat bagus,” ujar Paloh.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto bergandengan dan melambaikan tangan.
Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, pun menyambut baik pidato kenegaraan Presiden Jokowi. Di tengah kondisi dunia yang tak menentu, semua pihak harus rukun dan menciptakan suasana yang sejuk agar bisa bekerja sama dalam menghadapi segala tantangan bangsa.
”Jangan mau diprovokasi. Dengan ketenangan, dengan kerja sama yang baik, gotong royong, sebagaimana kita berhasil menghadapi pandemi Covid-19, insya Allahkita akan hadapi situasi yang akan datang,” ujarnya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar juga sepakat untuk menjauhi politik identitas dalam pemilu. PKB, lanjutnya, tidak pernah menggunakan politik identitas untuk meraih kemenangan dalam kontestasi.
”PKB hanya selalu mengedepankan kekuatan agamis-nasionalis, nasionalis-agamis. Jadi, Insya Allah kami tidak ada masalah. Dan, saya kira, identitas pun tidak perlu dikhawatirkan selagi seperti PKB: nasionalis-agamis, agamis-nasionalis,” tutur Muhaimin.