Manuver Gerindra-PKB Bisa Akselerasi Sikap Partai Politik Lain
Koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa bisa menjadi daya tarik bagi partai politik lain yang hingga kini belum berkoalisi. Selain PDI-P, ada Nasdem, Demokrat, dan PKS yang belum bersikap terkait koalisi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Partai Gerindra dengan Partai Kebangkitan Bangsa kian memperjelas arah poros koalisi untuk Pemilihan Presiden 2024, bahkan bisa memicu partai lain untuk segera menentukan langkah. Semakin jelasnya arah poros koalisi diharapkan bisa memunculkan lebih dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk menghindari polarisasi masyarakat akibat pilihan politik.
Peneliti Pusat Riset Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati, Minggu (14/8/2022), mengatakan, manuver Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dapat mengakselerasi pengambilan sikap partai politik (parpol) lain, tak terkecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tidak bisa dimungkiri, semua parpol baik yang sudah berkoalisi ataupun belum, menunggu langkah PDI-P. Selain sebagai satu-satunya parpol yang bisa mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2024 tanpa berkoalisi, partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu juga memiliki kader-kader populer dan potensial, sumber daya, dan jejaring kuat di akar rumput.
”Manuver Gerindra sebagai parpol terbesar kedua tentu secara psikologis mendorong PDI-P untuk segera mengambil sikap politik,” kata Wasisto.
Hal itu diperkuat dengan keberadaan PKB dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. PKB memiliki basis massa Islam moderat yang sebenarnya dibutuhkan PDI-P untuk memenangi Pilpres 2024. Partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu juga memiliki kesamaan demografi pemilih dengan PDI-P, yakni Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua daerah itu pun merupakan basis massa utama kedua parpol.
Selain itu, bergabungnya Gerindra-PKB juga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi parpol lain yang hingga saat ini belum berkoalisi. Saat ini, baru ada lima partai yang tergabung dalam dua koalisi. Selain Gerindra-PKB, ada Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Di luar itu, ada empat parpol yang hingga saat ini masih terus membangun komunikasi untuk menjajaki kemungkinan koalisi. Mulai dari PDI-P, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). ”Koalisi Gerindra-PKB ini dapat memicu partai lain untuk bergabung karena keduanya memiliki sumber daya signifikan baik dari segi massa pemilih maupun pendanaan politik,” kata Wasisto.
Sekalipun saat ini baru dua koalisi yang sudah terbentuk, kata Wasisto, hal itu sudah dapat memperjelas arah poros koalisi secara keseluruhan. Menurut dia, poros koalisi akan ditentukan oleh PDI-P, Gerindra, dan Golkar, sebagai tiga besar pemenang Pemilu 2019. Oleh karena itu, diharapkan kontestasi Pilpres 2024 akan diikuti tiga pasang capres/cawapres.
”Dengan adanya tiga pasangan calon, publik tidak tergiring arus polarisasi seperti pada dua edisi (pilpres) sebelumnya. Pola kompetisi akan lebih terlokalisasi pada level elite dan tidak berpengaruh berkelanjutan di ruang publik. Sebab, para elite akan saling memonitor rivalnya, baik dari segi kesiapan, logistik, maupun jaringan,” kata Wasisto.
Pada Sabtu (13/8), Gerindra dan PKB mendeklarasikan koalisi di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (13/8). Kesepakatan kerja sama ditandai dengan penandatanganan piagam kerja sama politik yang berisi lima poin.
Di antaranya kesepakatan untuk mencegah polarisasi masyarakat dalam Pemilu 2024, mengusung capres/cawapres yang diputuskan oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan masih membuka diri bagi parpol lain yang ingin bergabung dalam koalisi.
Sikap PDI-P
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyambut baik koalisi Gerindra-PKB. Terjalinnya kerja sama itu dilihatnya bagian dari konsolidasi politik jelang Pemilu 2024 yang akan bermuara pada penetapan capres dan cawapres.
Bagi PDI-P, kata Hasto, kerja sama politik perlu mendapatkan legitimasi ideologi, historis, kesesuaian platfom, dan mempertimbangkan basis dukungan partai. Dalam perspektif ideologis, koalisi Gerindra-PKB memperlihatkan bahwa Gerindra semakin bergerak ke tengah jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 dan 2019. Adapun dalam sudut pandang kebangsaan, koalisi kedua partai menegaskan adanya konsolidasi parpol yang berpegang teguh pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebinekaan.
”Apabila dianalogikan dalam minuman, kerja sama itu mempertemukan antara minuman susu, telur, dan jahe di satu sisi, dengan madu di sisi lainnya. PDI-P menilai bagus, karena Pemilu 2024 arahnya semakin terkonsolidasi,” kata Hasto.
Terkait dengan kemungkinan berkoalisi, ia menambahkan, saat ini PDI-P sudah membangun kerja sama dengan seluruh parpol pemerintah. Kerja sama bukan hal baru, apalagi partai selalu mengedepankan prinsip gotong royong.
”Seluruh kerja sama parpol dalam rangka Pilpres 2024 juga belum mengerucut dalam figur capres/cawapres,” ujar Hasto.
Mempertimbangkan tahapan pemilu dan skala prioritas atas kondisi politik, ekonomi, dan sosial saat ini, PDI-P masih memprioritaskan kerja politik ke bawah. Mulai dari menggelorakan harapan rakyat untuk bangkit dari dampak pandemi Covid-19, hingga mendorong Presiden Joko Widodo bekerja maksimal karena itu akan menentukan stabilitas politik pada Pilpres 2024.
Tunggu nama capres
Sementara PDI-P masih fokus bergerak ke akar rumput, Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, pihaknya masih menunggu penentuan capres/cawapres yang akan diusung oleh koalisi Gerindra-PKB dan KIB. Hal itu menjadi pertimbangan utama bagi Nasdem dalam memutuskan sikap untuk bergabung dengan koalisi yang sudah ada atau membentuk poros baru. ”Standing point Nasdem itu berpegang pada keputusan rakernas (rapat kerja nasional), yakni tiga nama bakal calon presiden itu,” ujarnya.
Pada pertengahan Juni lalu, Rakernas Nasdem telah memilih tiga bakal calon presiden yang akan didukung. Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Panglima TNI Jenderal (TNI) Andika Perkasa, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Berbekal keputusan rakernas, kata Willy, sikap Nasdem masih akan cair hingga ada koalisi yang memilih satu dari tiga nama itu. Namun, jika hingga akhir 2022 tidak ada yang mengusung satu di antaranya, maka Nasdem akan mulai membangun poros koalisi sekaligus dengan nama capres/cawapres yang akan diusung.
Ia tidak memungkiri, dalam beberapa waktu terakhir Nasdem terus membangun komunikasi dengan sejumlah parpol, di antaranya Demokrat dan PKS. Namun, hingga saat ini, pembicaraan belum mengerucut pada pembentukan koalisi dan penentuan capres/cawapres.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, pihaknya juga terus berkomunikasi dengan berbagai parpol, baik yang sudah berkoalisi maupun belum. Komunikasi lebih intens dijalin dengan Nasdem dan PKS. Meski demikian, pengumuman tentang keputusan koalisi diprediksi baru akan dilakukan akhir 2022 atau awal 2023.