Setelah Bharada E Jadi Tersangka..
Bharada E telah ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pasal pembunuhan. Bareskrim pun membuka kemungkinan adanya tersangka lain. Akankah terungkap?
Dua puluh enam hari setelah Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tewas, polisi akhirnya menetapkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menjadi tersangka. Ia disangka Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Jadi, bukan bela diri. Pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembangan terus,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian Djajadi, pada Rabu (3/8/2022), malam.
Pernyataan Andi bahwa yang dilakukan Eliezer bukan merupakan pembelaan diri itu berbeda dari keterangan polisi sebelumnya. Sebelumnya disebutkan bahwa Eliezer melepas tembakan karena membalas tembakan yang telah lebih dulu dilepaskan Nofriansyah.
Saat itu, Nofriansyah disebut telah memasuki kamar pribadi Putri Candrawathi, saat istri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo tersebut sedang beristirahat. Selain menodongkan pistol, Nofriansyah juga disebut melakukan pelecehan. Kemudian, Eliezer disebut mendengar teriakan Putri, hingga kemudian terjadilah baku tembak.
Baca Juga: Menanti Keadilan bagi Brigadir J
Kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Bharada Eliezer disebut telah mengaku sebagai pelaku penembakan. Tembakan dilepaskan Eliezer sebagai respons atas apa yang telah dilakukan Nofriansyah. Selain itu, Eliezer juga mengaku masih melontarkan tembakan meski Nofriansyah sudah jatuh tersungkur, termasuk tembakan yang diarahkan ke kepala.
"Kalaupun tembak menembak yang dia katakan bela diri, penyidiktentu tidak akan langsung percaya saja ini tembak menembak. Akandilihat hasil balistik forensiknya. Kalau tembaknya jarak dekat dia sudah mati, apalagi bela diri untuk melindungi diri. Apalagi dia sudah KO ngapain lagi harus di-dor lagi"
"Kalaupun tembak menembak yang dia katakan bela diri, penyidiktentu tidak akan langsung percaya saja ini tembak menembak. Akandilihat hasil balistik forensiknya. Kalau tembaknya jarak dekat dia sudah mati, apalagi bela diri untuk melindungi diri. Apalagi dia sudah KO ngapain lagi harus di-dor lagi," tutur mantan Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji dalam bincang-bincang Satu Meja The Forum yang disiarkan Kompas TV, Rabu (3/8/2022) malam.
Menurut Susno, hasil uji balistik dan kedokteran forensik bisa mengubah jalannya penyidikan, termasuk membuktikan kebenaran pengakuan Eliezer tersebut. Namun demikian, Eliezer memang sudah seharusnya ditetapkan sebagai tersangka atas pengakuan itu meski nantinya bisa jadi tidak terbukti dia yang menembak.
Hal itu diungkapkan Susno di dalam diskusi Satu Meja the Forum bertajuk "Kotak Pandora Kasus Brigadir Yosua"yang disiarkan Kompas TV, Rabu (3/8/2022) malam. Dalam diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, hadir pula anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani; Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution; serta pengacara keluarga Nofriansyah, Nelson Simanjuntak. Sementara, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo bergabung secara daring.
Susno mengungkapkan, penyidik bertugas untuk mengungkap jumlah pelaku yang sebenarnya, yakni hanya satu orang atau lebih dari satu orang. Pelaku lain bisa jadi hanya turut serta atau malah sebagai perencana. Untuk itu, dibutuhkan visum et repertum dari otopsi kedua terhadap jenazah almarhum Yosua.
Selain itu, pengungkapan kejadian yang sebenarnya juga tergantung dari pemeriksaan saksi kunci, yakni orang-orang yang ada di tempat kejadian perkara. Terutama Ferdy Sambo, Putri, serta seorang asisten rumah tangga dan seorang ajudan lain.
Jika dari hasil otopsi kedua ditemukan adanya luka selain luka bekas tembakan, lanjut Susno, maka tugas penyidik adalah mencari penyebabnya. Dari keterangan sejumlah saksi serta berbagai bukti itu peristiwa sebenarnya akan bisa diungkap.
"Jika dari hasil otopsi kedua ditemukan adanya luka selain luka bekas tembakan, lanjut Susno, maka tugas penyidik adalah mencari penyebabnya. Dari keterangan sejumlah saksi serta berbagai bukti itu peristiwa sebenarnya akan bisa diungkap"
Sementara itu Dedi mengungkapkan, penyidik Bareskrim masih melanjutkan pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk Eliezer. Dalam jumpa pers, Dedi menyebut bahwa Eliezer akan diperiksa kembali dalam statusnya sebagai tersangka dan kemudian akan langsung ditahan.
Selain itu, pada Kamis (4/8) kemarin, penyidik juga memeriksa Ferdy Sambo. "Statusnya sekarang sebagai saksi. Kami memohon kepada masyarakat agar sedikit bersabar," ujar Dedi.
Bukan hanya itu, sesuai permintaan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, proses otopsi kedua akan dipercepat menjadi kurang dari empat minggu. Jika diperlukan, Polri akan mendatangkan peralatan yang lebih canggih.
"Hal itu ditunjukkan dengan membentuk tim khusus, kemudian menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, serta Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto dari jabatannya masing-masing. Bahkan pada Kamis malam kemarin, Ferdy resmi dicopot dari jabatannya. Kini, posisi Kadiv Propram diamanatkan kepada Irjen Syahar Diantoro yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Bareskrim Polri"
Dedi memastikan bahwa Kapolri akan transparan dalam mengungkap kasus ini. Hal itu ditunjukkan dengan membentuk tim khusus, kemudian menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan, serta Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto dari jabatannya masing-masing. Bahkan pada Kamis malam kemarin, Ferdy resmi dicopot dari jabatannya. Kini, posisi Kadiv Propram diamanatkan kepada Irjen Syahar Diantoro yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Bareskrim Polri.
Kapolri juga telah memerintahkan agar semua kasus terkait Nofriansyah ditangani oleh penyidik Bareskrim Polri. Sebelumnya, Kepolisian Daerah Metro Jaya menangani kasus dugaan ancaman pembunuhan dan kasus dugaan kekerasan seksual, sedangkan Bareskrim menangani kasus pembunuhan berencana yang dilaporkan kuasa hukum keluarga Nofriansyah.
Belum terlindung
Sejak awal kasus tewasnya Nofriansyah diselidiki, tepatnya pada 14 Juli, Putri Candrawathi dan Eliezer telah mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK. Namun, menurut Maneger, keduanya belum ditetapkan sebagai pihak terlindung oleh LPSK. Alasannya, karena LPSK belum bisa melakukan asesmen terhadap keduanya.
Asesmen itu mencakup subyek hukum pemohon, tingkat ancaman yang dihadapi, serta catatan medis dan psikologis. Kuasa hukum Putri memang telah membawa hasil asesmen medis dan psikologis sekaligus psikolognya ke LPSK. Namun, LPSK mesti melakukan asesmen yang mandiri dan independen dengan psikolog yang sudah bekerja sama dengan LPSK.
Terkait dengan subyek hukum pemohon, peluang Putri untuk mengajukan perlindungan adalah sebagai saksi. Sedangkan Eliezer sebagai pelaku yang mau bekerja sama atau justice collaborator. "Kalau sudah diterimabarulah disebut terlindung. Sampai sekarang belum," ujar Maneger.
Menurut Nelson, dalam kasus kematian Nofriansyah, keluarga hanya menginginkan agar kasus ini dibuka secara gamblang. Sebab, selama ini Nofriansyah dituding telah melakukan pelecehan seksual, sementara pihak keluarga meyakini bahwa yang terjadi adalah pembunuhan berencana.
"Dalam kasus kematian Nofriansyah, keluarga hanya menginginkan agar kasus ini dibuka secara gamblang. Sebab, selama ini Nofriansyah dituding telah melakukan pelecehan seksual, sementara pihak keluarga meyakini bahwa yang terjadi adalah pembunuhan berencana"
Terhadap jalannya kasus tersebut, Arsul menilai bahwa kepolisian, Komnas HAM maupun LPSK masih berada di jalurnya. Meski begitu, Arsul mempertanyakan mengenai kecepatan atau waktu untuk pengungkapan. "Untuk merespons keingintahuan publik danmemberikan ruang keadilan yang lebih pasti kepada keluarga korban,perlu ada percepatan," kata Arsul.
Baca Juga: Penyidikan Kasus Brigadir J Bakal Dipercepat
Psikohierarkis dan psikopolitis
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD seusai bertemu Samuel Hutabarat, ayah kandung dari Nofriansyah mengatakan, secara teknis penyidikan, kasus tersebut sebenarnya mudah diungkap. Namun, katanya, ada faktor psikohierarkis dan psikopolitis yang membuatnya tidak mudah diungkap. Mahfud pun meminta semua pihak untuk bersabar.
Terhadap pernyataan Mahfud tersebut, menurut Susno, semestinya faktor psikohierarkis sudah bisa diatasi dengan dinonaktifkannya Irjen Ferdy Sambo, Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan, serta Kombes Budhi Herdi Susianto dari jabatannya masing-masing. Hal itu mestinya sudah cukup.
Menurut Arsul, kedua faktor tersebut mestinya sudah teratasi ketika Presiden Joko Widodo sudah lebih dari sekali meminta agar kasus ini dibuka dan jangan ada yang disembunyikan. Dengan demikian, mestinya kepolisian tidak perlu ragu untuk mengungkapkan yang sebenarnya terjadi.
Sebab, kata Arsul, kasus tersebut menyangkut nyawa manusia yang terjadi di lingkungan institusi penegak hukum. Oleh karena itu, kasus tersebut mendapat perhatian begitu luas dari publik dan sudah seharusnya dikawal hingga tuntas. Semoga (NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR)