Menanti Keadilan bagi Brigadir J
Berbagai kejanggalan masih menyelimuti pengungkapan tewasnya Brigadir J. Kejanggalan itu baik penyebab utama terjadinya saling tembak antara Brigadir J dan Bharada E maupun penggunaan senjata api oleh keduanya.
Tidak seperti hari-hari sebelumnya, beberapa hari terakhir ini Soni menikmati bubur yang menjadi barang dagangannya lekas habis laku terjual. Sebagian besar dibeli oleh orang-orang yang sedang sibuk menjaga salah satu rumah berlantai tiga di Kompleks Pertambangan, Jakarta Selatan.
”Hari ini dagangan saya cepat habis diborong mereka. Di sana pesan sampai 10 mangkuk,” ujarnya, Jumat (15/7/2022).
Menurut dia, baru-baru ini saja banyak orang berjaga di sekitar rumah tersebut. Padahal kalau sehari-hari lingkungan Kompleks Pertambangan sepi dari aktivitas warga. Sementara rumah-rumah yang berdiri di kompleks itu umumnya rumah berukuran besar dan tergolong cukup mewah.
Rumah tersebut, menurut Jata Pardede, warga Kompleks Pertambangan yang sudah bermukim di sana sejak 1968, merupakan rumah tinggal Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Baru satu tahun ini, katanya, rumah itu ditempati setelah rumah tersebut selesai direnovasi.
Di seberang rumah tersebut juga berdiri rumah satu lantai. Menurut Jata, itu juga rumah Ferdy. Namun, rumah tersebut ditempati oleh para pengawal Ferdy. Sebagai pejabat Polri, Ferdy didampingi ajudan, termasuk Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan Bhayangkara Dua E. Nofriansyah bertugas sebagai sopir istri Ferdy, Putri Ferdy Sambo. Adapun Bharada E bertugas menjaga keamanan keluarga Kadiv Propam.
Letak kedua rumah itu hanya berjarak 500 meter dari rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, Jaksel. Di rumah dinas itu, Nofriansyah dan Bharada E diduga terlibat saling tembak, Jumat (8/7/2022). Insiden itu menyebabkan Nofriansyah tewas dengan menyisakan tujuh lubang peluru di tubuhnya, luka sayatan di beberapa bagian, dan salah satu jarinya putus.
Kepala Polres Metro Jaksel Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto pun menyebut, rumah dinas itu rumah persinggahan keluarga Ferdy, sedangkan rumah tinggalnya berada 1 kilometer dari rumah dinas tersebut.
Baca juga: DPR Menilai Janggal, Presiden Dorong Proses Hukum Baku Tembak Polisi
Polri menyebut saling tembak antar-anggota Polri itu dipicu oleh tindakan Nofriansyah yang melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy di kamar pribadi Ferdy. Saat itu, Bharada E disebut berusaha melindungi istri Ferdy karena istri Ferdy berteriak. Namun, Nofriansyah malah melepaskan tembakan ke arah Bharada E yang saat itu berdiri di anak tangga, sekitar 12 meter dari tempat Nofriansyah berdiri.
Hingga kini, banyak kalangan meragukan kronologi kejadian yang disampaikan Polri. Komisi III DPR sampai angkat bicara, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Bahkan Presiden Jokowi menyampaikan pentingnya Polri mengusut tuntas kasus tersebut. ”Proses hukum harus dilakukan,” katanya saat ditanya wartawan di sela-sela kunjungan kerja ke Kabupaten Subang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Kejanggalan itu, di antaranya, karena peristiwa itu baru diungkap Polri pada Senin (11/7/2022), tiga hari setelah insiden terjadi. Kamera pengamat di rumah dinas itu juga disebut Polri tak ada satu pun yang berfungsi. Apalagi, selain luka tembakan, ditemukan luka sayatan di beberapa bagian tubuh Nofriansyah dan salah satu jarinya putus.
Hingga kini, banyak kalangan meragukan kronologi kejadian yang disampaikan Polri. Komisi III DPR sampai angkat bicara, termasuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Kejanggalan lain juga dialami keluarga Nofriasyah di Jambi. Seusai memakamkan jasad Nofriansyah pada Senin (11/7/2022), mereka didatangi 50 polisi. Hal yang menegangkan, para aparat itu meminta keluarga masuk ke dalam rumah duka yang berada dalam kompleks sekolah dasar di Sungai Bahar, Muaro Jambi. Para aparat itu kemudian menutup pintu dan tirai jendela. Sebagian aparat lain berjaga-jaga di depan rumah dan di gerbang masuk sekolah. Warga yang hendak menyampaikan dukacita dihadang masuk.
Kondisi itu menimbulkan ketakutan di antara anggota keluarga yang sedang berduka. Apalagi, ada perwira yang sampai membentak anggota keluarga yang hendak merekam kehadiran para aparat tersebut. Bentakan itu sontak membuat keluarga marah kepada tamu tak diundang itu. Salah satu polisi akhirnya meminta maaf dan menyatakan bahwa kedatangan mereka untuk menyampaikan kronologi tewasnya Nofriansyah. Namun, mereka tak ingin keterangan yang diberikan direkam oleh pihak keluarga.
Samuel Hutabarat, ayah Nofriansyah, sama sekali tak bisa menerima kronologi kematian anaknya yang disampaikan perwira tersebut. Menurut dia, di hari insiden, istrinya masih berkomunikasi dengan Nofriansyah. Saat itu, Nofriansyah memberi kabar bahwa ia sedang mendampingi Ferdy beserta istri dan anaknya dalam perjalanan dari Magelang, Jawa Tengah, menuju Jakarta. Namun, keesokan harinya, ia malah mendapati anaknya dipulangkan ke Jambi dalam kondisi tewas.
Baca juga: Kasus Baku Tembak di Rumah Dinas Kadiv Propam Polri Sisakan Pertanyaan
Selain dibuat tegang oleh kehadiran para aparat yang bersikap nyaris mengintimidasi, sehari kemudian akun percakapan keluarga Nofriansyah juga diretas. Tiba-tiba, satu per satu akun percakapan Whatsapp di ponsel Samuel, istri, dan tiga anaknya, terblokir sehingga mereka tidak bisa mengaksesnya.
Keluarga telah meminta kepolisian setempat untuk menunjukkan rekaman kamera pengawas di rumah dinas tempat terjadinya penembakan. Keluarga juga meminta tiga ponsel milik Nofriansyah dikembalikan kepada keluarga. Namun, tak ada satu pun permintaan itu dipenuhi. Kepolisian setempat beralasan, rekaman kamera pengawas itu tidak ada.
Penembak jitu
Padahal, menurut Samuel, semasa masih bertugas sebagai anggota Brimob di Jambi, Nofriansyah merupakan salah satu sniper atau penembak jitu terbaik sehingga dipromosikan bertugas ke Mabes Polri. Herannya, tak ada satu pun tembakannya yang mengenai lawan tembaknya.
Sebaliknya, menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, Bharada E malah tampak memiliki kemampuan tembak yang sempurna. Meskipun ia masih tamtama yunior dengan masa tugas belum genap empat tahun berdinas. ”Ini menimbulkan pertanyaan,” ucapnya.
Menurut Polri, dari olah tempat kejadian perkara, Nofriansyah menggunakan senjata api jenis HS dan melepaskan tujuh tembakan. Namun, tak ada satu tembakan pun yang mengenai Bharada E. Polri menyebut, Bharada E dalam posisi terlindungi. Adapun Bharada E menggunakan senjata Glock 17 dan melepaskan lima tembakan, dan kelima tembakan itu menyisakan lima lubang di tubuh Nofriansyah.
Penggunaan senjata Glock 17 ini pun menarik perhatian anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Trimedya Panjaitan. Menurut dia, Glock 17 umumnya digunakan oleh perwira polisi, bukan tamtama seperti Bharada E. Perwira yang menggunakannya pun setidaknya berpangkat ajun komisaris (AKP) atau kapten. ”Yang kami tahu, Glock itu kapten ke atas yang menggunakan, karena itu lebih mematikan,” ujarnya.
Merujuk laman us.glock.com, Glock 17 merupakan pistol semiotomatis buatan Austria yang didesain untuk profesional. Senjata berkapasitas magasin 17 peluru ini diklaim sebagai senjata andalan petugas penegak hukum dan personel militer di seluruh dunia. Glock 17 identik dengan sistem Safe Action, yang memungkinkannya untuk digunakan secara aman, mudah, dan cepat sehingga bisa diandalkan dalam situasi krisis.
Adapun HS yang berkapasitas magasin 16 peluru, sebagaimana dijelaskan dalam laman hs-produkt.hr, merupakan jenis HS-9. Senjata tersebut masuk dalam kategori striker fired gun, yang memiliki bobot ringan dan memungkinkan penembakan cepat.
Baca juga: Pengusutan Kasus Tewasnya Brigadir J, Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo Sebaiknya Dinonaktifkan Dulu
Ditanya soal ketentuan penggunaan senjata api, khususnya jenis Glock 17 oleh seorang tamtama berpangkat Bharada, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo meminta awak media bersabar menunggu hasil kerja tim khusus yang mengusut kasus penembakan Brigadir J. Menurut dia, hal itu juga masih perlu ditanyakan kembali karena ada pembedaan aturan penggunaan senjata api antara pasukan dan polisi secara umum. ”Untuk pasukan beda dengan polisi umum kalau tidak salah,” ujar Dedy.
Sementara itu, dekoder yang menyimpan rekaman delapan kamera pengawas di kompleks rumah dinas itu telah diganti oleh pihak lain pada Minggu (9/7/2022), sehari setelah insiden, tanpa diketahui ketua RT setempat, Seno Sukarto. Padahal, kamera pengawas itu merekam setiap sudut Kompleks Polri Duren Tiga, dan rekamannya bisa diamati di pos keamanan kompleks.
Jafar, petugas keamanan kompleks itu, mengaku, polisi yang mengganti dekoder tersebut. Menurut dia, itu dilakukan lantaran dekoder rusak setelah tersambar petir. ”Kesambar petir. Beliau (Ferdy) yang mendanai. Itu kesambar sudah sekitar sebulan. Ada sekitar 3-4 yang rusak,” katanya.
Penggantian itu, kata Jafar, telah diinformasikan kepada ketua RT setempat. Padahal, sebagai Ketua RT, Seno mengaku, baru mendapatkan informasi tentang penggantian dekoder itu pada Senin (11/7/2022), dua hari setelah insiden. Saat itu, Seno yang juga pensiunan Polri berpangkat Mayor Jenderal (Purn) menyebut, dekoder diganti oleh pihak luar kompleks.
Menurut Jata, setahun terakhir ini, Ferdy juga lebih sering tinggal di rumahnya di Kompleks Pertambangan. Sementara itu, istrinya tinggal di rumah dinas.
Menempati rumah berbeda
Bagi warga setempat, selama ini Ferdy dikenal bersikap ramah terhadap warga lainnya, baik di Kompleks Pertambangan maupun Kompleks Polri Duren Tiga. Jata mengungkapkan, Ferdy kerap berlari pagi keliling kompleks sambil membawa anjing peliharaannya. Begitu juga istrinya sesekali berlari bagi. Namun, keduanya tidak pernah terlihat berlari bersama.
Hanya, sejak menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, menurut Jata, Ferdy mulai jarang berlari pagi. ”Sekarang, kita tahunya (Ferdy) pergi pagi, pulang malam pakai pengawal,” ucapnya.
Menurut Jata, setahun terakhir ini, Ferdy juga lebih sering tinggal di rumahnya di Kompleks Pertambangan. Sementara itu, istrinya tinggal di rumah dinas yang sudah ditempati keluarga Ferdy sejak 2010, saat Ferdy masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat.
Baca juga: Polisi Terus Selidiki Rumah Kadiv Propam Ferdy Sambo
Berbeda dengan keterangan Jata, petugas keamanan yang ditemui di gerbang Kompleks Pertambangan mengatakan, tidak ada rumah milik Ferdy di kompleks tersebut. Ia hanya mengatakan, di areal itu terdapat 40 rumah tinggal yang sebagian besar tidak dihuni oleh pemiliknya.
Selain ditemukan berbagai kejanggalan, orang-orang di sekitar rumah dinas Ferdy yang semula bersedia mengungkap kondisi kompleks saat insiden terjadi, tak lagi bersedia ditemui wartawan. Seno, salah satunya, tak lagi bersedia ditemui wartawan. Seorang kerabatnya hanya menyampaikan, informasi akan disampaikan oleh Polri. ”Mohon maaf ya, belum ada informasi yang baru. Nanti kalaupun ada yang baru, biar dari sana (Mabes Polri) saja yang sampaikan, ya,” ucapnya, Jumat.
Adapun kepolisian masih berkutat pada penyelidikan dalam menangani kasus ini. Bharada E yang terlibat penembakan masih menjadi saksi. Ada pula dua saksi lainnya yang diperiksa berinisial R dan K.
Kepolisian juga belum menyinggung terkait kemungkinan pemeriksaan terhadap Ferdy selaku atasan Nofriansyah dan Bharada E. Padahal, pengawasan dan pengendalian terhadap senjata api organik Polri dilakukan oleh Kepala Satuan Kerja dan Kepala Subsatuan Kerja masing-masing. Hal itu diatur dalam Pasal 180 dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 1/2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Polri, Senjata Api Non Organik Polri/TNI, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.
Untuk menjawab semua keraguan publik, termasuk para pejabat negara, Kepala Polri Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus yang langsung dipimpin Wakil Kepala Polri untuk mengungkap kasus ini. Polri juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ikut menyelidikinya. Untuk menjaga prinsip imparsialitas, Komnas HAM telah menyatakan akan melakukan penyelidikan secara mandiri.
Dengan segala kejanggalan yang masih menggantung, publik, utamanya keluarga Nofriansyah yang kini menanggung duka, menanti kebenaran terungkap. (GIO/DEA/EDN/ITA/ERK)