Muncul Ratusan Usulan Pemekaran, Kemendagri: Kebijakan Moratorium Masih Berlaku
Di luar Papua, kebijakan moratorium pemekaran masih berlaku. Hal ini sekaligus memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengevaluasi seluruh usulan pemekaran yang ada sambil menunggu kebijakan moratorium dicabut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah hingga kini belum menerima surat dari DPR terkait rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang Pembentukan Papua Barat Daya. Namun, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri menyatakan kesiapan untuk membahas RUU tersebut.
Terkait ratusan usulan pemekaran di daerah lain, pemerintah menegaskan, kebijakan moratorium pemekaran daerah masih berlaku.
RUU tentang Pembentukan Papua Barat Daya telah ditetapkan sebagai RUU usul insiaitif DPR. Pemekaran di tanah Papua ini semakin masif setelah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua atau yang dikenal dengan UU Otsus Papua disahkan.
Tepatnya setahun setelah pengesahan UU Otsus Papua, DPR dan pemerintah telah membentuk tiga daerah otonom baru (DOB) di Provinsi Papua. Daerah yang dimaksud adalah Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Valentinus Sudarjanto Sumito saat dihubungi di Jakarta, Minggu (10/7/2022), mengatakan, berkaitan dengan RUU Papua Barat Daya, belum ada surat yang ditujukan ke pemerintah dari DPR. Jika surat sudah diterima Presiden, Presiden akan mengeluarkan surat presiden (surpres) untuk menunjuk menteri yang akan mewakili pemerintah dalam hal pembahasan RUU tersebut.
”Kalau (waktu pengiriman) surpres, tentunya dari Sekneg (Kementerian Sekretariat Negara) yang mengatur. Kami dari Kementerian (Dalam Negeri) siap saja begitu diperintahkan,” ujar Valentinus.
Sebelumnya, Komisi II DPR memperkirakan pembahasan pemekaran Papua Barat Daya dari Provinsi Papua Barat akan berjalan mulus dalam waktu singkat. Sebab, tidak dibutuhkan perubahan substansial. Nanti hanya tinggal mengganti judul dari UU DOB Papua yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu dan penentuan batas wilayah saja.
Valentinus menyampaikan, mengenai waktu pembahasan RUU DOB Papua Barat Daya, memang kemungkinan akan bisa lebih cepat dengan pengalaman tiga DOB terdahulu. Lagi pula, pembahasan terhadap usulan DOB Papua Barat Daya sudah lama dilakukan.
”Namun, bukan berarti sekadar ganti judul dan membuat peta. Tentunya tetap memperhatikan hal-hal krusial berkaitan pembentukan DOB,” ujar Valentinus.
Valentinus menambahkan, Kemendagri juga sudah berdiskusi cukup lama dengan tim Gugus Tugas Papua dari Universitas Gadjah Mada dan pemerhati Papua lainnya, terkait dengan pemekaran di tanah Papua. Kemendagri sangat terbuka terhadap segala masukan yang muncul, termasuk dalam pembahasan RUU Papua Barat Daya. ”Kami sepakat untuk mengawal bersama,” katanya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengingatkan, salah satu tujuan pemekaran Provinsi Papua dan Papua Barat adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) serta kesejahteraan seluruh masyarakat di sana.
Untuk itu, pemerintah perlu memprioritaskan peningkatan dan pemantapan kualitas SDM menuju tercapainya SDM yang berkualitas dan berdaya saing sehingga menjadi modal dalam membangun dan memajukan Papua di masa akan datang.
Pada prinsipnya, lanjut Mardani, Fraksi PKS menginginkan pemekaran provinsi di Papua ini dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada orang asli Papua (OAP). Selama ini, OAP mengalami ketertinggalan di berbagai bidang, mulai dari akses pendidikan, pelayanan birokrasi, dan pelayanan kesehatan.
”Kesejahteraan OAP harus menjadi perhatian utama pembentukan provinsi-provinsi ini, di samping meningkatkan aksesibilitas daerah-daerah terpencil beserta pemerataan pembangunan dan pelayanan birokrasi di wilayah Papua,” tutur Mardani.
Selain itu, Mardani mengatakan, penetapan wilayah dan ibu kota provinsi dalam wilayah Provinsi Papua Barat Daya juga perlu mempertimbangkan aspirasi masyarakat setempat, karakteristik suku, dan budayanya. Karena itu, Fraksi PKS meminta penetapan wilayah kabupaten lebih mengedepankan aspirasi masyarakat yang berkembang, khususnya dari berbagai kelompok masyarakat Papua.
Moratorium
Valentinus menegaskan, di luar Papua, kebijakan moratorium pemekaran masih berlaku. Hal ini sekaligus memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengevaluasi seluruh usulan pemekaran yang ada sambil menunggu kebijakan moratorium tersebut dicabut.
”Kita harus memahami bersama bahwa semuanya masih dalam kebijakan moratorium,” kata Valentinus.
Berdasarkan data Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri, hingga Mei 2022, terdapat usulan pembentukan 329 DOB. Usulan tersebut terdiri dari 55 provinsi, 247 kabupaten, dan 37 kota. Dari 34 provinsi yang ada saat ini, hanya DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali yang tidak mengajukan usulan pemekaran daerah.
Di Papua, usulan pemekaran juga lebih banyak ketimbang yang telah disepakati pemerintah dan DPR. Tercatat, total usulan di Papua mencapai 63 DOB yang terdiri dari 56 kabupaten/kota dan tujuh provinsi. Adapun di Papua Barat diusulkan pembentukan 20 DOB, yakni dua provinsi dan 18 kabupaten/kota.