Finalisasi pembahasan peraturan KPU untuk verifikasi partai politik diharapkan adil. Komisi II DPR yang menjadi representasi partai politik di parlemen diharapkan tidak mempersulit aturan verifikasi faktual parpol baru.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Ketua Komisi Pemilihan Umum 2017-2021 Arief Budiman bertepuk tangan seusai menyerahkan berita acara hasil verifikasi dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2019 kepada partai politik yang mendaftar menjadi peserta Pemilu 2019 di Hotel Grand Mercure, Harmoni, Jakarta, Sabtu (17/2). Dari 16 partai politik yang mengikuti proses verifikasi, sebanyak 14 partai politik dinyatakan memenuhi syarat (MS), sementara dua partai lainnya ditetapkan tidak memenuhi syarat (TMS).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat yang menjadi representasi partai politik di parlemen diharapkan tidak mempersulit aturan verifikasi faktual bagi parpol nonparlemen dan parpol baru. Saat rapat konsultasi pembahasan Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu, parpol di parlemen sebaiknya menyerahkan aturan itu kepada KPU.
Rapat dengar pendapat (RDP) sebagai forum resmi konsultasi pembentukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) direncanakan berlangsung esok, Kamis (7/7/2022). Pada RDP itu, KPU akan memaparkan Rancangan PKPU ke Komisi II DPR yang juga diikuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri.
Rancangan PKPU yang akan dibahas tersebut salah satunya mengatur tentang verifikasi parpol peserta pemilu. Berbeda dengan PKPU serupa untuk Pemilu 2019, pembentukannya kini juga menimbang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Jika pada Pemilu 2019 semua parpol harus mengikuti verifikasi administrasi dan faktual, pada Pemilu 2024 parpol parlemen hanya diharuskan mengikuti verifikasi administrasi tanpa perlu mengikuti verifikasi faktual.
Verifikasi faktual dilakukan sampai tingkat kabupaten/kota, meliputi verifikasi kantor kepengurusan dan anggota.
Dalam putusan MK itu disebutkan, parpol yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos atau memenuhi parliamentary treshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, tetapi tidak diverifikasi secara faktual. Adapun parpol yang tidak lolos atau tidak memenuhi ketentuan parliamentary treshold, parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota dan parpol yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual.
”Verifikasi faktual dilakukan sampai tingkat kabupaten/kota, meliputi verifikasi kantor kepengurusan dan anggota,” ujar anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengatakan, putusan MK tentang verifikasi parpol peserta pemilu harus diimplementasikan oleh KPU. Oleh karena itu, rancangan PKPU harus sesuai dengan garis yang telah diputuskan MK dan tidak tebang pilih dalam menjalankan aturan.
Menurut dia, putusan MK itu sesuai dengan kondisi sembilan parpol di parlemen. Eksistensi parpol-parpol tersebut sudah terbukti karena aktif menjalankan fungsinya di masyarakat, memiliki perwakilan di legislatif, dan punya kader di seluruh tingkatan. Apalagi, capaian suara yang melebihi parliamentary treshold merupakan bagian dari kerja parpol dan menunjukkan kesungguhannya menjadi peserta pemilu. ”Jadi ini bukan pilih kasih atau tidak adil,” kata Guspardi.
Putusan MK itu sesuai dengan kondisi sembilan parpol di parlemen. Eksistensi parpol-parpol tersebut sudah terbukti karena aktif menjalankan fungsinya di masyarakat, memiliki perwakilan di legislatif, dan punya kader di seluruh tingkatan. Apalagi, capaian suara yang melebihi ’parliamentary treshold’ merupakan bagian dari kerja parpol dan menunjukkan kesungguhannya menjadi peserta pemilu.
Cenderung tidak adil
Lain halnya dengan Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti yang menilai rapat konsultasi membahas aturan tentang verifikasi faktual dengan melibatkan parpol yang tidak perlu mengikuti verifikasi faktual cenderung tidak adil. Sebab, ada potensi parpol parlemen memberikan masukan ke KPU sehingga aturannya lebih rumit dan berujung pada sulitnya parpol nonparlemen dan parpol baru memenuhi syarat sebagai parpol peserta pemilu.
Oleh karena itu, menurut Ray, Komisi II DPR seharusnya tidak terlibat dalam pembahasan mengenai verifikasi faktual. Aturan tersebut sebaiknya tetap sesuai dengan rancangan dari KPU karena penyelenggara pemilu dinilai lebih adil menentukan syarat bagi semua parpol yang ingin menjadi peserta pemilu. ”Tidak adil ketika parpol di parlemen membuat aturan untuk parpol lain yang akan menjadi pesaing dalam pemilu,” ujar Ray.
KPU harus mencermati verifikasi administrasi untuk mencegah pencatutan nama yang diberikan parpol sebagai pengurus ataupun anggota. Jika terbukti, parpol harus mengklarifikasi.
Di sisi lain, lanjutnya, KPU sebaiknya juga tidak mempersulit parpol baru yang akan menjadi peserta pemilu. Jika parpol parlemen mendapatkan keistimewaan dalam hal verifikasi, parpol nonparlemen dan parpol baru sebaiknya juga tidak dipersulit dalam verifikasi faktual. Salah satunya keberadaan kantor kepengurusan yang cukup dibuktikan pemakaiannya, tidak mesti dibuktikan kepemilikannya.
Selain itu, menurut Ray, Bawaslu perlu dilibatkan dalam pengawasan migrasi data parpol parlemen di Sistem Informasi Partai Politik. Pengawasan ini untuk memastikan data yang diunggah parpol parlemen valid. Sebab, kepengurusan parpol bisa berganti salah satunya akibat konflik internal. Apalagi, parpol parlemen hanya perlu mengikuti verifikasi administrasi.
”KPU harus mencermati verifikasi administrasi untuk mencegah pencatutan nama yang diberikan parpol sebagai pengurus ataupun anggota. Jika terbukti, parpol harus mengklarifikasi,” katanya.