Antisipasi Persoalan Tanah Masyarakat Adat di IKN
Peneliti di Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria serta Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat Yando Zakaria mengatakan, ketiadaan pengaturan khusus tentang perolehan tanah masyarakat adat di IKN dikhawatirkan picu konflik.
JAKARTA, KOMPAS
—
Ketiadaan pengaturan khusus tentang perolehan tanah masyarakat adat di Ibu Kota Negara Nusantara dikhawatirkan memicu konflik sosial. Perlu ada terobosan hukum untuk melindungi tanah masyarakat adat di IKN, terutama yang belum diakui negara.
Peneliti di Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria serta Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat, Yando Zakaria, menyayangkan ketiadaan bab khusus yang mengatur perolehan tanah masyarakat adat di ibu kota negara. Padahal, pengaturan itu amat penting karena ada masyarakat adat yang tinggal di IKN dan khawatir akan tergusur akibat pembangunan. Apalagi, belum semua masyarakat adat di sana diakui oleh negara, termasuk hak atas tanah adat yang ditempati.
”Jika tidak berhati-hati menyelesaikan persoalan tanah masyarakat adat, niat baik pemindahan IKN akan tercederai. Perlu ada terobosan agar tidak muncul masalah terkait tanah masyarakat adat,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (6/5/2022).
Baca juga: Simbol Keberagaman, Tanah dan Air dari Seluruh Provinsi Disatukan di Titik Nol IKN
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2022 tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara hanya mengatur perolehan tanah dilakukan melalui dua mekanisme, yakni pelepasan kawasan hutan dan pengadaan tanah.
Jika tidak berhati-hati menyelesaikan persoalan tanah masyarakat adat, niat baik pemindahan IKN akan tercederai. Perlu ada terobosan agar tidak muncul masalah terkait tanah masyarakat adat.
Tidak ada bab khusus yang mengatur perolehan tanah masyarakat adat. Namun, pelepasan kawasan hutan dilaksanakan pada kawasan hutan di Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap penguasaan tanah masyarakat adat, hak individu, atau hak komunal masyarakat.
Sementara pengadaan tanah dilakukan melalui mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum ataupun pengadaan tanah secara langsung. Pengadaan tanah dilakukan dengan memperhatikan hak atas tanah masyarakat dan hak atas tanah masyarakat adat.
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, perolehan tanah di Ibu Kota Nusantara dapat dilakukan melalui pengadaan tanah secara langsung dengan pihak yang berhak dengan cara jual beli, hibah, pelepasan secara sukarela, ruislag (tukar guling), atau cara lain yang disepakati. Jika tidak tercapai kesepakatan, perolehan tanah di Ibu Kota Nusantara menggunakan mekanisme pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Persinggungan
Jika tidak ada kemauan politik dari pemerintah, saya khawatir tanah masyarakat ada tidak diakui dan masyarakat adat dianggap tidak ada karena ketiadaan perda yang mengakui keberadaannya.
Oleh sebab itu, lanjut Yando, pemerintah perlu mengantisipasi masalah yang bisa timbul dalam pengadaan tanah, khususnya yang bersinggungan dengan masyarakat adat. Sebab problem pertanahan sudah ada sebelum ada pembangunan IKN. Apalagi, belum semua tanah masyarakat adat diakui negara melalui peraturan daerah. Padahal secara de facto, ada masyarakat adat yang tinggal di daerah tersebut.
Baca juga: Besok, Tanah dan Air dari 34 Provinsi Disatukan di Titik Nol IKN Nusantara
”Jika tidak ada kemauan politik dari pemerintah, saya khawatir tanah masyarakat ada tidak diakui dan masyarakat adat dianggap tidak ada karena ketiadaan perda yang mengakui keberadaannya,” katanya.
Sebelumnya, Deputi Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi mengatakan, lahan di kawasan IKN bukanlah tanah tak bertuan. Sedikitnya terdapat 21 komunitas masyarakat adat yang hidup di sana.