Sejumlah orang dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara meminta agar MK segera jadwalkan sidang pemeriksaan untuk perkara uji formil UU IKN yang mereka ajukan. Saat ini setidaknya ada tiga perkara uji formil UU IKN di MK.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Poros Nasional Kedaulatan Negara meminta Mahkamah Konstitusi tidak berlama-lama dalam menetapkan sidang pemeriksaan perkara uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Sebab, waktu untuk memeriksa perkara uji formil terbatas, yakni 60 hari kerja sejak perkara didaftarkan.
Dihitung dari saat ini, Selasa (12/4/2022), MK tinggal memiliki sisa waktu 28 hari kerja untuk menangani perkara uji formil UU Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN). Selain sidang, waktu tersebut juga untuk membuat putusan atas permohonan yang diajukan sejumlah tokoh tersebut.
Adapun PNKN beranggotakan Abdulah Hehamahua (mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi), Marwan Batubara (wiraswasta), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Letnan Jenderal TNI (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Mayor Jenderal TNI (Purn) Prijanto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, dan lain-lain.
Salah seorang kuasa hukum PNKN, Viktor Santoso Tandiasa, mengungkapkan, perkara yang diajukan kliennya diregister oleh Kepaniteraan MK pada 23 Februari dengan nomor perkara 25/PUU-XX/2022. Sidang perdana digelar pada 16 Maret lalu, sedangkan sidang kedua untuk perbaikan permohonan dilakukan pada 5 April. Namun, hingga Selasa ini, belum ada penetapan jadwal sidang ketiga dari MK.
Jika mengacu pada putusan MK nomor 79/PUU-XX/2019, MK memiliki waktu selama 60 hari kerja untuk memutus perkara uji formil. Tenggang waktu penyelesaian perkara uji formil itu dihitung sejak perkara dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Untuk itu, Viktor mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat permohonan penetapan jadwal sidang ketiga kepada MK pada Selasa pagi ini. ”Hingga saat ini, saat surat ini dilayangkan, kami belum mendapatkan penetapan jadwal sidang ketiga dari Mahkamah Konstitusi,” kata Viktor.
Jika mengacu pada putusan MK nomor 79/PUU-XX/2019, MK memiliki waktu selama 60 hari kerja untuk memutus perkara uji formil. Tenggang waktu penyelesaian perkara uji formil itu dihitung sejak perkara dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Menurut Viktor, apabila dihitung sejak perkara dicatat dalam BRPK tanggal 23 Februari 2022 hingga tanggal 12 April 2022, telah memakan waktu 32 hari kerja. Hal itu berarti tersisa 28 hari kerja bagi MK untuk menyelesaikan perkara PNKN.
”Hal ini tentu akan memberikan dampak yang merugikan para pemohon karena akan semakin mempersempit waktu bagi kami incasu para pemohon untuk mendapatkan kesempatan yang maksimal membuktikan adanya cacat formil dalam proses pembentukan UU No 3/2022,” papar Viktor.
Ia berharap, MK tidak melewati tenggang waktu 60 hari kerja sebab hal tersebut berarti MK melanggar apa yang ditentukannya sendiri dalam putusan. Apabila hal itu terjadi, dikhawatirkan MK akan memberikan contoh ketidakpatuhan terhadap putusan yang artinya sama dengan pembangkangan terhadap konstitusi.
Cepatnya penanganan perkara uji formil UU IKN juga penting mengingat praktik yang terjadi selama ini, pemerintah justru semakin mempercepat penyelesaian seluruh peraturan pelaksana UU IKN. Pemerintah menargetkan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai turunan UU tersebut rampung pada 15 April.
Meskipun demikian, respons MK terhadap surat yang diajukan PNKN dapat dibilang relatif cepat. Surat dikirimkan pada Selasa pagi, pada siang harinya langsung muncul jadwal persidangan ke-3 atau pleno untuk perkara PNKN. Sidang sedianya diadakan pada 25 April mendatang.
Sebenarnya, keluhan mengenai lamanya proses persidangan uji formil UU IKN tersebut sudah disampaikan Viktor pada awal April lalu. PNKN mendaftarkan uji formil UU IKN pada 2 Februari. Namun, permohonan yang diajukan baru diregister pada 23 Februari. Viktor bahkan sempat mempertanyakan mengapa permohonan yang diajukannya tidak segera diregister. Saat registrasi dilakukan, justru ia dilompati oleh empat permohonan yang didaftarkan belakangan.
Terkait dengan hal tersebut, Kompas pernah mengonfirmasi juru bicara MK yang juga hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. Menurut Enny, MK tidak mengulur-ulur waktu, baik registrasi maupun persidangan. ”Semua sudah dilakukan sesuai prosedur yang transparan, sesuai urutannya melalui sistem,” ungkapnya.
Sidang lanjutan
Sementara itu, MK juga menyidangkan dua perkara pengujian formil UU IKN yang diajukan oleh Azyumardi Azra dkk dan Sugeng. Saat ini, MK menerima sembilan permohonan uji formil dari berbagai kalangan.
Dalam sidang perbaikan permohonan perkara 34/PUU-XX/2022, salah seorang kuasa hukum pemohon, Ibnu Sina Chandranegara, menguraikan tentang beberapa perubahan dalam permohonannya. Salah satu di antaranya adalah mengubah permohonan dari yang semula uji formil dan materiil menjadi hanya uji formil. Ibnu Sina juga menambahkan alasan permohonan, di antaranya terkait keberadaan lampiran ke-2 di dalam UU No 3/2022 yang tidak pernah ada dan tidak pernah dibahas sebagai alasan agar UU IKN ini dibatalkan MK.
Dalam sidang perbaikan permohonan perkara 34/PUU-XX/2022, salah seorang kuasa hukum pemohon, Ibnu Sina Chandranegara, menguraikan tentang beberapa perubahan dalam permohonannya.
Dalam sidang yang terpisah, Sugeng berusaha mencoba menerangkan mengapa UU IKN cacat formil. Sidang itu dipimpin hakim konstitusi Arief Hidayat, didampingi hakim konstitusi Manahan MP Sitompul dan Daniel Yusmic P Foekh. Sugeng nekat maju ke MK tanpa didampingi pengacara. Hasilnya, ia diminta untuk memperbaiki permohonan secara total karena tidak sesuai sistematika permohonan yang diatur di dalam Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021.
Sugeng juga diminta untuk membaca permohonan-permohonan lain yang sudah lolos dari pemeriksaan pendahuluan oleh majelis panel. Contoh permohonan tersebut, menurut hakim, bisa diunduh di situs MK.