Hingga akhir 2021, terdapat 46.259 struktur organisasi yang telah disederhanakan. Perampingan pun terus bergulir. Namun, jumlah struktur yang disederhanakan belum bisa digunakan sebagai parameter peningkatan pelayanan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya merampingkan struktur birokrasi untuk membuat gerak birokrasi semakin lincah. Hingga akhir 2021, 95 kementerian/lembaga telah selesai menyederhanakan struktur organisasinya dengan total struktur yang disederhanakan sebanyak 46.259 struktur. Tersisa empat instansi di Pusat yang belum mengusulkan penyederhanaan struktur. Adapun pada 32 dari 34 pemerintah provinsi, penyederhanaan sudah 90 persen.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo, menyampaikan hal tersebut, Minggu (13/3/2022). “Penyederhanaan birokrasi menjadi dua level eselon. Peralihan jabatan struktural menjadi fungsional,” kata Tjahjo, Minggu (13/3/2022).
Penyederhanaan struktur birokrasi merupakan satu dari lima prioritas kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 2019-2024. Presiden sudah memberikan mandat, reformasi struktural harus dilakukan agar lembaga semakin sederhana dan lincah. Reformasi birokrasi dibutuhkan agar cepat merespons setiap perubahan dunia.
Presiden meminta agar eselonisasi disederhanakan menjadi dua tingkat dan diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian serta kompetensi. Presiden memerintahkan eselon III dan IV diganti dengan kecerdasan buatan.
Tjahjo menjelaskan, dalam upaya mewujudkan birokrasi berkelas dunia, maka dibutuhkan transformasi organisasi, sumber daya manusia, dan sistem kerja. Penyederhanaan eselonisasi dan organisasi yang lincah, fleksibel, serta kolaboratif merupakan bagian dari transformasi organisasi.
Sementara itu, transformasi sumber daya manusia berupa penguatan budaya kerja, percepatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan kinerja dan sistem penghargaan, pengembangan talenta dan karier, percepatan transformasi digital, serta perancangan jabatan, perencanaan, dan pengadaan. Transformasi sistem kerja meliputi digitalisasi pelayanan publik dan proses bisnis pemerintah.
Dengan adanya penyederhanaan struktur organisasi pada instansi Pusat, kata Tjahjo, maka terjadi perubahan desain struktur organisasi dan penyederhanaan rentang birokrasi. Hasilnya, terjadi percepatan dan peningkatan kualitas capaian tujuan organisasi.
Menurut pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga, Gitadi Tegas Supramudyo, jumlah struktur organisasi yang sudah disederhanakan belum bisa digunakan sebagai parameter peningkatan pelayanan publik. Indikator kinerja secara kuantitafif dan kualitatif idealnya disampaikan sejak awal kebijakan reformasi birokrasi dilaksanakan.
Ia menegaskan, harus ada parameter untuk mengukur kinerja pelayanan, jika target dari penyederhanaan struktur organisasi tersebut adalah pelayanan yang cepat, lincah, fleksibel, dan kolaboratif.
Tugas dan fungsi masing-masing lembaga tidak bisa digunakan sebagai tolok ukur secara global untuk menilai kualitas keseluruhan lembaga di pusat maupun daerah. Apalagi, kalau penilaian kinerja tersebut dalam bentuk narasi kualitatif singkat tanpa mencantumkan paramaeter kuantitatif yang terukur dan sejak awal ditargetkan.
Untuk mencapai pelayanan yang cepat, lincah, fleksibel, dan kolaboratif, kata Gitadi, penyederhanaan birokrasi harus diikuti dengan kebijakan pelaksana berdasarkan pemetaan instrumen yang dibutuhkan. Selain itu, disertai dengan pemberdayaan sumber daya manusia serta mekanisme insentif-disinsentif yang jelas dan bernilai.