Sikap Presiden Dianggap Menentukan, tetapi Istana Masih Belum Berkomentar soal Penundaan Pemilu
Peneliti politik menilai ada dua aktor kunci untuk menghentikan wacana penundaan pemilu, yakni PDI-P dan Presiden Jokowi. PDI-P sudah tegas menolaknya, sedangkan Presiden dan pejabat istana belum berkomentar.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dinilai memiliki peran penting untuk menghentikan wacana penundaan pemilu yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden. Keduanya dianggap memiliki kekuasaan dan pengaruh kuat untuk mengubah dan menghentikan gerakan sejumlah parpol yang mengkhianati amanat reformasi.
PDI-P telah menyampaikan sikap tegasnya. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, penundaan pemilu tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan melupakan aspek yang paling fundamental dalam politik, yakni kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi.
”Sumpah presiden juga menyatakan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya,” kata Hasto (Kompas.id, 24/2/2022).
Kendati begitu, hingga Sabtu (26/2/2022), belum ada komentar dari Presiden Joko Widodo ataupun pejabat di lingkungan istana. Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, saat dihubungi, Sabtu, juga tidak memberikan respons ketika dimintai pandangan terkait sikap Presiden Jokowi atas usulan penundaan pemilu yang dilontarkan ketua umum tiga partai pendukung pemerintah.
Sementara itu, Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro, melalui pesan tertulis, hanya menjawab singkat yang intinya mengatakan belum ada perkembangan terbaru mengenai hal ini.
Adapun di Desember 2019, Presiden Jokowi sempat bertutur, ”Yang ngomong presiden itu tiga periode, itu artinya tiga. Satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Ketiga, ingin menjerumuskan.”
Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan perlu memberikan pernyataan yang jelas terhadap wacana ini. Sebab, bagaimanapun, parpol yang mengusulkan ide itu merupakan bagian dari koalisi pemerintahan.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan isu yang strategis dan krusial. Sebab, hal itu akan memengaruhi pembangunan demokrasi serta komitmen elite politik terhadap proses demokratisasi dan ketaatan terhadap konstitusi.
Oleh sebab itu, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan perlu memberikan pernyataan yang jelas terhadap wacana ini. Sebab, bagaimanapun, parpol yang mengusulkan ide itu merupakan bagian dari koalisi pemerintahan.
”Presiden punya kekuasaan dan pengaruh untuk menegaskan kembali sikapnya terkait masa jabatan karena Presiden harus menunjukkan komitmen demokratiknya. Terlebih, pengaruh politik Presiden Jokowi sangat besar dengan kepuasan publik di atas 70 persen dan peran di koalisi kuat,” katanya, Sabtu.
Selain Presiden, lanjut Arya, PDI-P yang menolak usulan itu dinilai memiliki peran yang signifikan untuk menghentikan wacana tersebut. Posisi politik PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2019 dan mengusung Presiden Jokowi bisa memengaruhi sikap parpol lain, terutama yang belum menentukan sikap untuk ikut menolak. Jika mampu meyakinkan banyak parpol, jalan untuk mengamendemen UUD 1945 akan cukup sulit karena suara pendukung tidak mayoritas.
Baca juga: Sejalan dengan Presiden, PDI-P Tegaskan Tak Ada Ruang bagi Penundaan Pemilu
Dari sembilan partai politik (parpol) di parlemen, setidaknya sudah lima parpol yang menolak gagasan penundaan Pemilu 2024. Kelima parpol itu adalah PDI-P, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, dan Partai Persatuan Pembangunan. Hingga Jumat (25/2/2022), hanya tiga parpol yang setuju pemilu ditunda, yakni Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Golkar, dan Partai Amanat Nasional. Partai Gerakan Indonesia Raya belum menentukan sikap (Kompas.id, 25/2/2022).
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menilai, usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan merupakan hal yang tidak logis dan jelas tidak sesuai dengan konstitusi. Ia juga mempertanyakan masyarakat mana yang menyuarakan aspirasi itu sehingga diutarakan oleh dua ketua umum parpol kepada publik.
Baca juga: Mayoritas Partai Politik di Parlemen Tolak Penundaan Pemilu
”Demokrat harus tegas menyampaikan, tidak boleh siapa pun di negeri ini, apa pun pangkat, jabatan, dan posisinya hari ini yang kemudian dengan entengnya mengatakan ini aspirasi masyarakat, masyarakat yang mana?” ujarnya.
Ia menilai, masyarakat justru mengeluh terhadap situasi hari ini yang tidak kunjung membaik. Kalaupun ada, perbaikannya amat lambat dan seakan tidak ada prioritas. Oleh sebab itu, ia tak melihat ada masyarakat yang memiliki harapan tersebut. Justru keinginan itu hanyalah harapan segelintir pihak yang ingin melanggengkan kekuasaannya dan takut kehilangan kekuasaan. Alasan yang disampaikan juga tidak logis karena pada Pilkada 2020 tetap digelar sekalipun masih dalam situasi pandemi Covid-19 dan perekonomian sangat terdampak.
”Tidak logis dan memalukan cara berpikir seperti itu. Memain-mainkan suara rakyat seolah-olah ini desakan rakyat. Rakyat yang mana?” kata AHY.
Oleh sebab itu, lanjut juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, Demokrat akan terus menyuarakan penolakan secara masif di ruang publik dan memberikan edukasi kepada publik mengenai ide yang tak sesuai dengan konstitusi itu. Sebab, gagasan itu mengkhianati amanah perjuangan reformasi dan merusak demokrasi. Demokrat tak ingin demokrasi dirampok oleh oligarki yang tak ingin lepas kekuasaannya.
”Kami mengajak koalisi masyarakat sipil, media, kalangan kampus, akademisi, intelektual, mahasiswa, dan elemen-elemen masyarakat lainnya untuk bergerak dan berjuang bersama, melawan kekuatan modal yang mencoba merusak negeri ini,” tuturnya.
Senada dengan Demokrat, juru bicara PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan, PKS akan mengajak bicara akademisi melalui forum rektor dan pegiat demokrasi untuk terus menyuarakan penolakan gagasan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi 1998.
Kedua kelompok tersebut pernah memegang peran penting dalam mendorong reformasi 1998 sehingga perlu diajak kembali untuk mengawal jalannya reformasi. Solusi ini dipandang efektif agar isu tidak membuat masyarakat menjadi ribut dan turun ke jalan karena bisa mengacaukan demokrasi yang sudah dibangun sejak lama.
PKS akan mengajak bicara akademisi melalui forum rektor dan pegiat demokrasi untuk terus menyuarakan penolakan gagasan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap reformasi 1998.
”Kami tidak mau mengulangi kejadian di masa Orde Baru di mana kekuasaan makin lama tidak terkontrol dan bisa mengooptasi sumber daya di lembaga-lembaga,” ujarnya.
Sementara itu, meskipun mengusulkan penundaan Pemilu 2024, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar tetap melanjutkan safari politiknya menuju Pilpres 2024. Pada Sabtu, Muhaimin memberikan pengarahan pada acara bertajuk ”Bimbingan Teknis Fraksi PKB dan DPC PKB se-Jawa Barat”. Acara ini diikuti anggota DPRD dari PKB dan ketua serta sekretaris DPC PKB se-Jabar.
Acara kemudian dilanjutkan dengan peluncuran 50 kendaraan Maju Bersama (Mabes) Rakyat Mobile, deklarasi dukungan santri se-Cirebon kepada Muhaimin sebagai capres di Pesantren Babakan Ciwaringin, silaturahmi bersama para habib dan kiai Cirebon di Pondok Pesantren Jagasatru, serta silaturahmi ke Ponpes Buntet di Ponpes Buntet.
”Kita harus hitung dua tahun persis akan ada kompetisi pemilu kecuali takdir berkata lain kira-kira mundur beneran atau tidak,” ujarnya saat memberikan pengarahan pada acara Bimtek Fraksi PKB dan DPC PKB Se-Jawa Barat serta Orasi Politik Gus Muhaimin bertajuk Politik Kesejahteraan dan Kebahagiaan.
Muhaimin menilai, gairah politik kader PKB sejak sebulan terakhir sangat luar biasa. Deklarasi dukungan pencapresan dilakukan di sejumlah daerah dan elemen masyarakat se-Indonesia. ”Ini sejak Februari ini luar biasa. Kalau survei Kompas Januari kita belum masuk, moga-moga dengan geliat ini di semua kabupaten/kota dilakukan kegiatan pendekatan masyarakat ini modal besar kita menghadapi pemilu dua tahun lagi, kecuali kalau diundur,” katanya.