Mayoritas Partai Politik di Parlemen Tolak Penundaan Pemilu
Lima dari sembilan partai politik di parlemen, yakni PDI-P, PKS, PPP, Partai Demokrat, dan Partai Nasdem, menolak penundaan pemilu. Hanya PKB, Partai Golkar, dan PAN yang mendukung penundaan pemilu.
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas partai politik di parlemen menolak wacana penundaan Pemilihan Umum 2024. Usulan yang dilontarkan petinggi Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Golkar untuk menunda pemilu itu dianggap tidak relevan karena tidak ada alasan yang jelas dan sejatinya demokrasi bukanlah bagian dari problem bagi bangsa Indonesia.
Dari sembilan partai politik (parpol) di parlemen, setidaknya sudah lima parpol yang menolak gagasan penundaan Pemilu 2024. Kelima parpol itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, dan terakhir Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hingga Jumat (25/2/2022), hanya tiga parpol yang setuju pemilu ditunda. Setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Golkar, giliran Partai Amanat Nasional (PAN) menyampaikan dukungan terhadap wacana penundaan pemilu. Tinggal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang belum menentukan sikap.
Wacana penundaan pemilu pertama kali dilontarkan Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, Rabu (23/2/2022). Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu beralasan telah menerima masukan dari pengusaha serta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menghendaki pemilu ditunda demi memberikan kesempatan bagi pemulihan ekonomi.
Sehari kemudian, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan akan menyampaikan aspirasi para petani sawit di Siak, Pekanbaru, Riau, yang menginginkan masa jabatan Presiden Joko Widodo diperpanjang. ”Kami akan bicarakan aspirasi ini dengan pemimpin partai politik yang lain, dan bagi kami, bagi Partai Golkar, aspirasi rakyat adalah aspirasi partai. Oleh karena itu, kami akan terus menerima aspirasi rakyat dan tentu akan disalurkan,” kata Airlangga dalam keterangan tertulisnya.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) langsung menolak gagasan itu. Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan, sikap PDI-P senapas dengan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyampaikan menolak segala upaya yang bertujuan memperpanjang masa jabatan dan menunda pemilu.
Baca juga: Sejalan dengan Presiden, PDI-P Tegaskan Tak Ada Ruang bagi Penundaan Pemilu
Tiga parpol lain, yakni Partai Demokrat, PKS, dan Partai Nasdem, juga tegas menolak penundaan pemilu. Selain inkonstitusional, mereka juga berpandangan bahwa penundaan pemilu justru akan menciptakan kegaduhan baru dan merusak demokrasi.
Sikap PDI-P senapas dengan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyampaikan menolak segala upaya yang bertujuan memperpanjang masa jabatan dan menunda pemilu.
PPP menyusul masuk ke barisan parpol yang menolak penundaan pemilu. Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi, Jumat, mengatakan, demokrasi bukanlah bagian dari problem bangsa ini, melainkan salah satu sarana menemukan solusi persoalan bangsa. Sebab, melalui pemilu itulah kedaulatan rakyat ditentukan dan semua warga negara bersikap menentukan perubahan serta perbaikan yang diperlukan.
Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu dengan alasan pemulihan ekonomi dinilai tidak relevan karena memandang pemilu sebagai persoalan atau hambatan. Padahal, pemilu seharusnya dilihat sebagai solusi.
Arwani mengatakan, pengalaman Reformasi 1998, yang mengakibatkan percepatan pemilu, yakni pada 1999, justru merupakan upaya demokrasi menghasilkan solusi melalui pemilu. ”Pada saat itu, pemilu bukan hanya solusi bagi krisis politik, tetapi juga bagian dari menyelesaikan persoalan ekonomi. Perjalanan ini sekaligus membuktikan bahwa pemilu bukan problem, melainkan solusi,” katanya.
Berdasarkan pengalaman, pemilu yang sudah berlangsung lima kali semenjak reformasi 1998 sejauh ini berjalan dengan baik. Apalagi, saat ini, tanggal Pemilu 2024 juga sudah ditetapkan. ”Bagi PPP, tahapan pemilu sudah dibahas dan ditetapkan bersama sehingga tidak ada alasan yang kuat untuk menunda pemilu. Justru kita sama-sama harus menjadikan pemilu sebagai solusi, bukan problem,” katanya.
Menurut Arwani, alasan pemulihan ekonomi untuk menunda pemilu tidak bisa diterima. Sebab, hal itu bukanlah persoalan yang bersifat sangat darurat atau mendesak. Semestinya seluruh elemen bangsa, termasuk parpol, menjaga demokrasi dan tetap tunduk pada konstitusi.
PAN mendukung penundaan
Dua hari setelah wacana penundaan pemilu bergulir, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan angkat bicara. Parpol yang lahir dari rahim reformasi itu setuju dengan wacana penundaan pemilu.
Zulkifli mengatakan, dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari masyarakat dan berbagai kalangan, PAN memutuskan setuju untuk memundurkan pemilu. ”Langkah selanjutnya tentu kita akan membangun komunikasi dengan teman-teman koalisi, parpol lainnya, dan berbagai kalangan, dengan ormas, dan kalangan kelompok elite politik lainnya,” katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, Jumat, mengatakan, wacana tersebut secara formal belum dibahas di internal Partai Gerindra. ”Kami lihat nanti perkembangan wacananya bagaimana. Kalau memang perlu disikapi, ya, mungkin saja ini akan dibahas di internal Gerindra,” tuturnya.
Namun, secara pribadi, Ferry mengkhawatirkan wacana penundaan itu justru akan memicu gejolak di masyarakat. Perpanjangan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan aturan main yang ditetapkan di dalam konstitusi. Masyarakat yang melihat situasi ini tentu akan berpandangan ada sesuatu yang tidak sesuai dengan konstitusi dan aturan perundang-undangan lainnya.
”Saya rasa Pak Jokowi juga akan bersikap bijaksana karena memperpanjang masa jabatan di tengah upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi ini justru riskan menimbulkan situasi yang tidak kondusif. Sebab, itu tidak sesuai aturan main dan menjadikan tatanan sosial politik kita berantakan,” katanya.
Ferry mengatakan, wacana apa pun terkait dengan periodesasi masa jabatan presiden harus dibicarakan antara pemerintah dan DPR. Pembahasan itu pun sebaiknya membuka ruang partisipasi publik, tidak hanya melibatkan elite dan partai politik.
Secara terpisah, Peneliti Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi mengingatkan, usulan penundaan pemilu sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia yang masih berjalan tertatih-tatih. Sebab, tidak ada pemikiran mendalam untuk menata pemilu ke depan. Seharusnya para elite politik berbicara mengenai penataan kekuasaan negara atas dasar kedaulatan rakyat.
Menurut Kristiadi, elite politik yang ingin menunda pemilu hanya berbicara demi nikmat kepentingan kekuasaannya sendiri. Padahal, tujuan politik dari pemilu adalah untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan bisa dikontrol masyarakat.
”Jadi, sekarang ini tidak bisa kemudian setelah proses pemilu sudah berlangsung sedemikian jauh lalu ada usulan penundaan tanpa alasan yang jelas. Alasan rasionalnya (penundaan) itu tidak ada,” ujarnya, saat dihubungi, Jumat (25/2/2022), di Jakarta.
Ia berharap para elite politik memberikan usulan yang berguna, seperti bagaimana merancang program legislasi nasional mengenai harmonisasi semua undang-undang politik. Sebab, selama ini pemilu di Indonesia masih banyak kekurangannya. Salah satunya, akibat regulasi politik yang masih campur aduk.
Akan lebih bermanfaat jika para elite memikirkan upaya meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia untuk membangun pemerintahan yang efektif. Usulan penundaan pemilu tanpa pemikiran mendalam dan hanya demi mencari sensasi saja akan membuat demokrasi menjadi semakin buruk.
Tetap konsisten
Kristiadi berharap parpol-parpol yang menolak usulan penundaan pemilu tetap konsisten. Partai politik yang besar diharapkan bisa melawan dengan telak usulan penundaan tersebut. Mereka harus memikirkan strategi politik jangka panjang untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
”Di sini ada pemerintahan efektif yang dibangun rakyat. Itu yang kita pikirkan. Jangan yang remeh-temeh atau hanya rasa sensasi atau ilusi. Itu harus disingkirkan jauh-jauh,” tuturnya.
Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor mengingatkan, situasi saat ini sebenarnya kondusif dari sisi politik. Parpol-parpol mulai bergerak untuk memajukan calon presiden (capres) dan menyiapkan kader masing-masing untuk pemilu legislatif.
”Isu tiga periode yang dulu mencuat sekarang sudah surut dan para bakal kandidat presiden pun mulai bergerak, seperti Puan Maharani, Airlangga Hartarto, dan sebagainya. Sebenarnya ini sudah bagus untuk kehidupan demokrasi kita. Wacana penundaan pemilu sangat disayangkan kalau dimunculkan untuk mencari sensasi atau mencari keuntungan pribadi semata,” ucapnya.
Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu Ganggu Stabilitas Politik
Firman berharap parpol-parpol yang sudah menyiapkan dan mencanangkan pergantian kepemimpinan nasional dan telah bergerak menuju ke sana tidak terpengaruh dengan wacana tersebut.
Libatkan semua pihak
Terkait penundaan pemilu, Golkar kembali menegaskannya melalui Wakil Ketua Umum Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng, Jumat, di Jakarta. Ia menjelaskan keinginan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi karena adanya permintaan masyarakat, baik yang disampaikan ke Airlangga Hartarto maupun kepada anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar.
”Tentu harus melibatkan semua parpol di parlemen dan unsur DPD. Bagaimana sikap PDI-P, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKS, dan DPD. Golkar siap membahas sesuai mekanisme konstitusi,” ujar Mekeng.
Hal yang paling penting dari ide perpanjangan jabatan Presiden Jokowi, menurut Mekeng, ialah pertimbangan ekonomi. Ekonomi Indonesia dikhawatirkan akan terganggu atau defisit semakin dalam jika tahun 2024 dilaksanakan pemilu. Oleh karena itu, pembahasan mengenai perpanjangan masa jabatan presiden dipandang bukan sebagai hal yang tabu dilakukan.
”Yang tidak bisa diubah hanya kitab suci. Di luar itu, semua bisa diubah, asal melalui mekanisme konstitusi,” katanya.