Surpres Belum Diterima, Pembahasan RUU TPKS Meleset dari Target
Hingga Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 berakhir, pembahasan RUU TPKS belum juga dimulai. Pimpinan DPR berdalih pembahasan belum bisa dilakukan lantaran belum menerima surat presiden.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat kembali meleset dari target yang telah ditetapkan. RUU itu mulanya diharapkan dapat dibahas di masa reses, tetapi hingga penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022, 18 Februari 2022, DPR belum juga menjadwalkan pembahasan dengan alasan belum menerima surat presiden dan daftar inventarisasi masalah dari pemerintah.
Kepala Bidang Humas dan Protokol Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Tubagus Erif Faturahman, Minggu (20/2/2022), di Jakarta, mengatakan, pemerintah memang belum menyampaikan surat balasan terkait RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) kepada DPR.
Hal itu mengonfirmasi keterangan dari Ketua DPR Puan Maharani, Jumat, yang mengatakan bahwa DPR belum menerima surat dari pemerintah sebagai balasan atas usulan pembahasan RUU TPKS. Padahal, draf RUU TPKS yang merupakan inisiatif DPR itu telah dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo pada pertengahan Januari lalu.
Menanggapi situasi ini, anggota tim penggerak Maju Perempuan Indonesia (MPI), Ninik Rahayu, mengatakan, informasi terakhir yang diperolehnya dari pihak pemerintah, baik staf khusus presiden maupun Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, surat presiden (surpres) itu sudah ditandatangani, Jumat, akhir pekan lalu. Namun, kalau ternyata surpres dan DIM itu belum dikirimkan ke DPR, pihaknya berharap agar ada percepatan.
Salah satu upaya percepatannya ialah dengan membahas RUU ini di masa reses. ”Sebelumnya, pada masa reses ada pengalaman pembahasan RUU, seperti Cipta Kerja. Kalau memang DIM itu belum atau sudah diserahkan kepada DPR, kami berharap juga agar materinya dapat dipublikasikan kepada publik,” katanya, Minggu.
Mantan anggota Ombudsman RI itu mengatakan, partisipasi yang bermakna menjadi ketentuan yang harus pula dipenuhi oleh pembentuk kebijakan dalam membahas suatu RUU. Tidak terkecuali dalam pembahasan RUU TPKS, pemerintah dan DPR harus membuka partisipasi publik seluas-luasnya.
”Kami juga sudah memberikan masukan kepada pemerintah dan karenanya kami memerlukan feedback dari pemerintah atas masukan kami itu. Apakah masukan kami diintegrasikan dan mana yang tidak, serta apa alasannya. Kami lakukan juga komunikasi yang sama dengan DPR,” tutur Ninik.
Maju Perempuan Indonesia mengharapkan, RUU TPKS dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sebab, draf RUU TPKS dirumuskan langsung oleh Baleg DPR. Pembahasan bersama pemerintah oleh Baleg diyakini akan lebih mudah dan cepat karena sudah memahami substansi yang diatur dalam RUU TPKS.
Partisipasi yang bermakna menjadi ketentuan yang harus pula dipenuhi oleh pembentuk kebijakan dalam membahas suatu RUU, tidak terkecuali dalam pembahasan RUU TPKS. Pemerintah dan DPR harus membuka partisipasi publik seluas-luasnya.
Namun, Ninik menggarisbawahi, percepatan pembahasan itu bukan berarti mengabaikan substansi yang harus diintegrasikan di dalam draf RUU TPKS. Keterbukaan dan partisipasi berbagai pihak yang terkait dengan regulasi itu harus dipraktikkan secara bermakna.
Sebelumnya, pada penutupan masa sidang ketiga DPR, Jumat, akhir pekan lalu, tidak ada surpres yang dibacakan oleh DPR terkait dengan RUU TPKS. DPR telah menyetujui RUU itu menjadi RUU inisiatif DPR di dalam rapat paripurna, 18 Januari 2022.
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, DPR belum menerima surat dari pemerintah terkait dengan RUU TPKS. ”Kami masih menunggu dulu surat dari pemerintah. Karena ini sudah penutupan masa sidang, maka kita bahas di masa sidang berikutnya,” ujarnya.
Puan mengatakan, surat usulan pembahasan RUU TPKS telah dikirim kepada pemerintah sehingga kini DPR dalam posisi menunggu saja surat presiden yang berisi persetujuan pembahasan sekaligus menteri yang akan mewakili pemerintah dalam pembahasan bersama DPR, serta DIM pemerintah. ”Inisiatif DPR sudah diberikan kepada pemerintah sehingga kita tunggu balasan dari pemerintah,” katanya.
Anggota Baleg dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengaku belum mengetahui alat kelengkapan yang akan ditugasi untuk membahas RUU TPKS bersama pemerintah. Penugasan pembahasan, apakah Baleg, komisi, atau panitia khusus lintas fraksi dan komisi, sangat tergantung dari kesepakatan rapat pimpinan dan Badan Musyawarah DPR.
Namun, ia sepakat jika Baleg DPR yang diberi tugas untuk menyelesaikan pembahasan RUU TPKS itu. Sebab, hal itu akan memudahkan proses pembahasan RUU yang memang sedari awal digodok di Baleg.