Survei "Kompas": PDI-P Masih di Puncak, Demokrat Geser Posisi Golkar
Capaian elektabilitas saat ini menjadi pelecut bagi parpol untuk bekerja lebih keras. Selain penting untuk merawat dukungan pemilih loyal, partai perlu melakukan kerja-kerja elektoral untuk memikat pemilih lainnya.
Oleh
IQBAL BASYARI, RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dua tahun menjelang Pemilu 2024, sejumlah partai politik bakal lebih intens menggerakkan mesin politik untuk meraih hasil optimal di pemilu. Capaian elektabilitas saat ini menjadi pelecut untuk bekerja lebih keras dalam memikat publik. Selain penting untuk merawat dukungan pemilih loyal, partai juga perlu melakukan kerja-kerja elektoral untuk memikat pemilih lainnya.
Merujuk hasil survei Litbang Kompas pada Januari lalu, elektabilitas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menjadi yang tertinggi di antara partai-partai politik lainnya. Hasil survei serupa pada Oktober 2021, juga menempatkan PDI-P di peringkat teratas. Hanya bedanya kali ini, elektabilitas PDI-P meningkat dari semula 19,1 persen menjadi 22,8 persen.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menyikapi hal ini, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, Senin (21/2/2022), elektabilitas yang tinggi menjadi modalitas bagi partai untuk terus menjalankan kerja-kerja kerakyatan. Capaian elektabilitas tersebut juga menunjukkan ideologi partai yang berbasiskan Pancasila atas dasar keseluruhan pemikiran Bung Karno, diapresiasi publik.
Untuk menjaga atau bahkan meningkatkan elektabilitas partai hingga pemilu tiba, Hasto menyebut, seluruh kader PDI-P telah diinstruksikan agar turun langsung ke bawah menemui rakyat. “Hasil optimal terkait pemilu hanya bisa dicapai melalui kerja kolektif seluruh elemen partai untuk bergerak ke bawah, memberi solusi atas persoalan rakyat melalui kerja gotong royong, namun juga menggelorakan semangat untuk berjuang bagi masa depan,” katanya.
Adapun di urutan kedua tertinggi masih ditempati oleh Gerindra. Sama seperti PDI-P, elektabilitasnya meningkat dibandingkan survei Oktober 2021. Pergeseran peringkat terjadi di posisi ketiga. Partai Golkar yang sebelumnya menempati posisi ini tergeser oleh Partai Demokrat.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, hasil survei yang terekam sebelum pemilu banyak dipengaruhi pandangan publik terhadap institusi partai. Padahal mendekati pemilu, mesin partai, termasuk calon anggota legislatif (caleg) yang diusung partai, ikut bergerak meraih simpati publik. Oleh karena itu, ia tetap meyakini elektabilitas Golkar akan kembali meningkat saat pemungutan suara Pemilu 2024 atau sama seperti pemilu sebelumnya.
"Golkar itu agak unik. Setiap pemilu kalau survei dilakukan sebelum atau sesudah pemungutan suara biasanya di bawah 10 persen, tapi pada saat pemilu rata-rata di atas 12 persen. Itu menunjukkan bahwa kami punya kader-kader yang cukup andal di tingkat nasional dan daerah untuk bisa mengangkat elektabilitas partai dan kepercayaan masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, Golkar tak main-main dalam mengajukan caleg. Golkar telah mulai menyiapkan nama-nama caleg sejak enam bulan lalu. Golkar bahkan merekrut dua kali lipat dari jumlah kursi di setiap daerah pemilihan. Dari jumlah itu nantinya akan disaring untuk didaftarkan masuk dalam daftar caleg sementara. Para bakal caleg itu sudah diinstruksikan partai untuk bergerak, seperti melakukan konsolidasi, kaderisasi, dan program-program kekaryaan.
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, menilai lonjakan elektabilitas Demokrat yang meningkat hingga dua kali lipat merupakan akumulasi dari kerja-kerja politik yang dilakukan secara konsisten. Sejak awal masa kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Demokrat fokus untuk memperkuat konsolidasi internal, di samping terus mengadvokasi kebijakan publik yang tidak pro rakyat, membantu penanganan dampak pandemi, dan menyelesaikan masalah dualisme Demokrat.
"Itu memberikan kontribusi karena pemberitaan menjadi intens kepada Demokrat dan AHY yang mampu mengonsolidasikan kader untuk melakukan perlawanan," ujarnya.
Capaian elektabilitas saat ini, lanjut Kamhar, akan dipertahankan dan ditingkatkan agar hasil pemilu mendatang bisa maksimal. Untuk itu, tahun ini, konsolidasi internal masih jadi prioritas karena ini penting untuk memastikan mesin politik bekerja maksimal menghadapi pemilu legislatif, pemilu presiden sekaligus pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 2024 .
Faktor penentu
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes mengatakan, setiap parpol memiliki pemilih loyal yang harus terus dirawat agar mereka tak beralih ke parpol lain. Di luar kategori pemilih loyal, kerja-kerja elektoral parpol menjadi penentu agar mereka mau menjatuhkan pilihan pada parpol tertentu.
”Kerja-kerja elektoral ini termasuk kerja mesin politik partai, baik melalui partai selaku kelembagaan politik, kerja-kerja kadernya, maupun caleg mereka,” ucapnya.
Tidak dapat dimungkiri, kerja-kerja elektoral ini dapat mengubah persepsi publik terhadap parpol. Apalagi dalam sistem pemilu proporsional terbuka, caleg memainkan peran penting untuk menarik konstituen memilih mereka atau partai mereka. “Sekalipun belum memasuki tahapan kampanye, ada baiknya parpol-parpol mulai memanaskan mesin partainya dari sekarang. Seperti melakukan pencalegan dini, atau menurunkan kader-kader ke bawah menyapa konstituen,” kata Arya.
Selain itu, partai juga perlu menguatkan platform atau program kepartaian mereka kepada masyarakat. Sebab, selain juga kerja-kerja elektoral, menurut Arya, platform juga dapat memengaruhi pilihan publik atas suatu partai. Beberapa partai juga mulai terlihat aktif berbicara mengenai sejumlah isu yang menunjukkan platform partai mereka, seperti Nasdem mengenai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), atau Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang bersuara mengenai peristiwa Wadas, Jawa Tengah.
Beberapa partai pun mulai membuat citra baru atau rebranding, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN). Langkah-langkah ini bisa berdampak signifikan dengan mengambil ceruk suara yang lebih luas, atau menarik konstituen secara lebih spesifik pada segmen tertentu.
Melihat hasil survei Kompas, yang antara lain menunjukkan peningkatan sejumlah partai di luar pemerintah, seperti Demokrat dan PKS, menurut Arya, itu juga bagian dari insentif atau keuntungan yang mereka peroleh sebagai partai di luar pemerintahan. Pada isu-isu tertentu, mereka memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah, dan itu mendapatkan perhatian dari publik.
“Dalam waktu yang tersedia ini, masih banyak kemungkinan terjadi. Semua akan tergantung pada cara partai merawat basis pemilih loyal mereka, dan kerja-kerja elektoral partai dan kader serta penguatan platform,” katanya.