Survei Litbang ”Kompas”: Tingkat Kepuasan Publik pada Pemerintahan Jokowi Capai Angka Tertinggi
Sejumlah pihak mengingatkan agar pemerintah tidak cepat berpuas diri. Tingginya kepuasan publik harus jadi modal untuk mengatasi berbagai problem, utamanya membawa bangsa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI, IQBAL BASYARI, NINA SUSILO, RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya tingkat kepuasan publik kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadi modal berharga bagi pemerintah untuk membawa bangsa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19 sekaligus merealisasikan yang belum tuntas dari visi dan misi Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Sejumlah pihak pun mengingatkan agar tingginya kepuasan publik itu jangan membuat pemerintah cepat berpuas diri, apalagi sampai menyalahgunakannya.
Survei Litbang Kompas pada akhir Januari 2022 menunjukkan, kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mencapai 73,9 persen atau meningkat dari 66,4 persen berdasarkan survei serupa pada Oktober 2021. Capaian angka tersebut bahkan tertinggi dibandingkan survei-survei serupa sejak Januari 2015 atau di awal masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Peningkatan itu selaras dengan kepuasan publik yang meningkat pada empat bidang, yakni politik dan keamanan (meningkat 6,8 persen), penegakan hukum (5,3 persen), ekonomi (6,1 persen), serta kesejahteraan sosial (9,7 persen). Kepuasan tertinggi berada di bidang kesejahteraan sosial (78,3 persen) serta politik dan hukum (77,6) persen. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka pada 17-30 Januari kepada 1.200 responden. Tingkat kepercayaan mencapai 95 persen dengan margin of error pada 2,8 persen.
Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro saat dihubungi, Minggu (20/2/2022), menilai, setidaknya ada dua hal yang membuat tingkat kepuasan publik meningkat, bahkan mencapai angka tertinggi jika dibandingkan survei-survei sebelumnya sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, pemerintahan Jokowi-Amin mengambil langkah-langkah yang tepat dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan dampak-dampak yang ditimbulkannya. Kedua, Presiden tetap konsisten menunaikan visi dan misinya, di antaranya pemerataan pembangunan, pembangunan sumber daya manusia, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pandemi Covid-19 diakui menjadi pukulan berat dan mengubah banyak hal, tetapi langkah untuk keluar dari krisis sekaligus digunakan sebagai lompatan agar visi-misi Indonesia Maju bisa terwujud.
”Presiden dan Wakil Presiden benar-benar ingin memanfaatkan waktu tersisa hingga Oktober 2024 untuk tidak berhenti bekerja mengantarkan bangsa ini lepas landas,” katanya.
Khusus terkait peningkatan kepuasan publik di sektor politik dan keamanan serta penegakan hukum, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang diwawancarai Kompas, Jumat (18/2/2022), juga mengatakan kepuasan masyarakat akan dijadikan sebagai modal sosial dan politik bagi pemerintah. Ini terutama untuk pembangunan demokrasi ke depan.
Menurut dia, tingkat kepuasan publik pada sektor politik dan keamanan yang meningkat 6,8 persen sejak survei pada Oktober 2021 disebabkan berbagai kebijakan pemerintah dalam merawat dinamika masyarakat sebagai bagian dari negara demokrasi. Kebijakan itu seperti mengajukan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dianggap multitafsir dan represif.
Adapun di sisi penegakan hukum karena gencarnya penerapan penyelesaian perkara dengan mekanisme keadilan restoratif dan penegakan hukum kasus-kasus lama, seperti seperti hak tagih dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pemerintah juga serius mengungkap kasus korupsi yang melibatkan prajurit TNI, seperti dugaan korupsi satelit komunikasi di Kementerian Pertahanan.
”Meskipun penegakan hukum tidak semata-mata ada di tangan pemerintah, tetapi kami terus menjaga agar kepuasan publik tetap terjaga sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Langkah-langkah yang sudah bagus akan kami perbaiki,” ucapnya.
Komitmen pemerintah untuk menjadikan tingkat kepuasan publik sebagai modal mengatasi berbagai persoalan bangsa ini selaras dengan harapan sejumlah partai politik. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, tingginya kepuasan publik sekaligus menunjukkan kepercayaan yang tinggi dari publik. Hal ini harus digunakan sebagai momentum untuk secara progresif menyelesaikan berbagai persoalan akibat pandemi.
Pada saat bersamaan, pemerintah juga diharapkan kian membangun optimisme bagi Indonesia untuk mendorong kepemimpinan di level internasional. ”Presidensi Indonesia di G-20 bisa untuk menjadi momentum membangun rasa percaya diri sebagai bangsa besar dan berani mengambil ide-ide serta bertindak sebagai bangsa besar,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung juga mengingatkan pemerintah agar kepuasan publik dijadikan sebagai motivasi bagi pemerintah untuk bekerja lebih sungguh-sungguh.
”Covid-19 belum selesai, bahkan ada gelombang ketiga. Kompleksitas masalah yang dihadapi akan semakin besar karena ditambah dengan dinamika politik memasuki tahun politik yang dapat berdampak pada stabilitas politik dan keamanan,” ucap Ketua Komisi II DPR tersebut.
Adapun Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai, hasil survei itu belum bisa menggambarkan realita yang sesungguhnya. Kepuasan yang meningkat masih sebatas prosedural, belum menyentuh substansi yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Itu tecermin dari beberapa kebijakan pemerintah yang dianggap sebagai kemunduran, seperti Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang Ibu Kota Negara.
”Yang menjadi persepsi publik tentu harus dihargai, tetapi realitanya harus benar-benar disadari pemerintah apakah kebijakannya sudah sesuai harapan publik atau belum,” tuturnya.
Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari secara khusus mengingatkan pekerjaan rumah terkait demokratisasi dan penegakan hukum. Belakangan kedua hal ini menjadi sorotan publik dan harus jadi perhatian pemerintah. Salah satunya dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Jangan kemudian tingginya tingkat kepuasan publik justru disalahgunakan dengan membuat peraturan tanpa melibatkan publik.
”Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang UU Cipta Kerja sebaiknya menjadi cerminan,” kata Bari. Akhir November lalu, MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Salah satunya karena pembentukannya tak memerhatikan pentingnya partisipasi publik.
Sejumlah akademisi turut mengingatkan pemerintah agar tidak cepat berpuas diri. Bahkan, menurut pengajar di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Gabriel Lele, semestinya di negara demokrasi dengan komposisi partai politik pendukung pemerintahan yang sangat dominan, kepuasan publik bisa mencapai 80 persen. Untuk itu, penting bagi pemerintah agar menduplikasi dan mempraktikkan model-model kebijakan yang selama ini terbukti telah meningkatkan kepuasan publik, di seluruh sektor.
Sosiolog Universitas Gadjah, Mada Arie Sujito,menambahkan, langkah dan capaian pemerintah mengatasi pandemi dan dampak-dampaknya yang dilihatnya berkontribusi besar pada peningkatan kepuasan publik, harus dilanjutkan. Pemerintah harus memanfaatkan momentum tingginya kepuasan publik ini untuk menyusun langkah-langkah yang lebih baik, tak hanya dalam mengatasi pandemi, tetapi juga pemulihan ekonomi dan dampak sosial.
”Pemerintah butuh strategi besar untuk bisa membuat langkah-langkah sehingga konsekuen atas penilaian publik tersebut, terutama dari sisi kepentingan sosial, ekonomi, dan seterusnya,” kata Arie.
Namun, bukan berarti isu lain yang menjadi sorotan publik tak diperhatikan pemerintah. Sejauh ini, menurut dia, isu-isu lain, seperti polemik UU Ibu Kota Negara dan putusan MK atas UU Cipta Kerja, bisa tertutupi oleh capaian pemerintah dalam menangani pandemi. Meski demikian, isu-isu itu tetap bisa berimbas pada kepuasan publik terhadap pemerintah jika dibiarkan. Karena itu, tingginya kepuasan publik saat ini harus dimanfaatkan untuk mendorong stabilitas sosial-politik agar lebih memiliki makna, utamanya untuk memastikan kualitas demokrasi yang lebih baik. Selain itu, penting pula untuk penguatan masyarakat bawah. Penguatan dimaksud penting karena Indonesia akan memasuki tahun politik sehingga rentan terjadi provokasi ataupun beredarnya berita-berita bohong dan keretakan sosial.