Terkuaknya kasus dugaan suap pengurusan dana PEN untuk Kolaka Timur jadi pintu masuk bagi KPK menelusuri kemungkinan modus serupa terjadi dalam pencairan dana PEN bagi pemda lain.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Setelah dana bantuan sosial bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 dikorupsi, kali ini giliran dana pemulihan ekonomi nasional yang terindikasi dikorupsi. Bekas pejabat di Kementerian Dalam Negeri ditengarai terlibat, bahkan uang kompensasi untuk memuluskan pencairan dana diduga diterima dari banyak pemerintah daerah. Korupsi berulang anggaran untuk mengatasi dampak dari pandemi Covid-19, menunjukkan masih rapuhnya sistem pengawasan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochammad Ardian Noervianto sebagai tersangka kasus suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, 2021. Hal ini disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Selain Ardian, Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, Laode M Syukur Akbar, ditetapkan pula oleh KPK sebagai tersangka.
Laode langsung ditahan. Adapun Andi sudah ditahan karena sebelumnya terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur. Andi ditangkap tangan oleh KPK, September 2021. Khusus Ardian, tidak hadir ke KPK dengan alasan sakit. KPK pun mengimbaunya agar hadir dalam jadwal pemanggilan oleh KPK berikutnya.
Karyoto menyampaikan, kasus dugaan suap dana PEN daerah untuk Kolaka merupakan pengembangan dari kasus korupsi yang melibatkan Andi.
”KPK prihatin atas kejadian ini. Pengajuan dana bagi pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 justru dikorupsi oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan menjadi aktor kunci untuk turut memulihkan ekonomi masyarakat. Kami menekankan, pemanfaatan dana PEN nantinya harus betul-betul untuk memulihkan dan membangkitkan kondisi ekonomi rakyat yang tengah terpuruk akibat pandemi,” ujar Karyoto.
Pinjaman dana PEN daerah merupakan dukungan pembiayaan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemda untuk percepatan pemulihan ekonomi di daerah yang terimbas oleh pandemi. Pinjaman ini bagian dari program PEN. Dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, pada 2021, alokasi dana pinjaman PEN daerah yang bersumber dari APBN sebesar Rp 10 triliun dan yang bersumber dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 5 triliun.
Berdasarkan Pasal 10 Ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Pemerintah Daerah, Mendagri memberikan pertimbangan atas permohonan pinjaman PEN daerah yang diajukan pemda dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, sebelum memperoleh persetujuan.
Imbalan dari pinjaman
Menurut Karyoto, Ardian saat masih menjabat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri (Juli 2020 sampai November 2021), memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri tersebut.
Kemudian sekitar Maret 2021, Andi menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kolaka Timur. Selanjutnya sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi dengan Ardian di kantor Kemendagri, di Jakarta. Saat itu, Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN Rp 350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
”Tindak lanjut pertemuan itu, Ardian diduga meminta kompensasi atas perannya dengan meminta sejumlah uang yaitu tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” ujar Karyoto.
Andi memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan Rp 2 miliar sebagai tahapan awal ke rekening bank milik Laode. Dari uang tersebut, Ardian diduga menerima 131.000 dollar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Adapun Laode menerima Rp 500 juta. Setelah itu, permohonan pinjaman yang diajukan Andi disetujui dengan adanya paraf Ardian pada draf final surat Mendagri ke Menteri Keuangan.
KPK menduga Ardian juga menerima kompensasi dari pemda lain untuk memuluskan pinjaman dana PEN. Tim penyidik KPK akan mendalaminya. “Ini akan menjadi pintu masuk. Ketika beberapa daerah yang sudah sukses (mendapat pinjaman), nanti kami akan tarik ke belakang lagi, akan kami gali lagi,” kata Karyoto.
KPK juga akan mendalami kemungkinan adanya oknum di Kemenkeu yang terlibat.
Bertindak sendiri
Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media, Kastorius Sinaga, menegaskan, Ardian bertindak sendiri dalam kasus korupsi tersebut. ”Jabatan beliau selaku Dirjen Keuangan Daerah telah dicopot dan saat ini status Pak Ardian adalah dosen,” katanya. Ardian mengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Setelah kasus itu terkuak, Kemendagri berjanji mengevaluasi dan meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan. ”Mendagri sangat tegas dan mempunyai komitmen sangat kuat untuk tidak memberikan toleransi kepada siapa pun di jajaran Kemendagri yang melawan hukum termasuk korupsi,” ujar Kastorius.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N Suparman mengatakan, dugaan korupsi dana PEN menguatkan masih lemahnya pengawasan penggunaan anggaran untuk mengatasi imbas pandemi. Pada 2020, pengadaan bantuan sosial bagi warga terdampak pandemi yang dikorupsi dan melibatkan bekas Menteri Sosial Juliari Batubara.
Untuk menguatkan pengawasan, Herman menekankan pentingnya pelibatan masyarakat sipil. Ia mencontohkan, dalam kaitan dana pinjaman PEN daerah, dari mulai proses pengajuan proposal hingga persetujuan dana, hanya melibatkan institusi formal pemerintah. ”Ke depan, perlu ada pelibatan publik,” tambahnya.
Selain itu, berulangnya kasus korupsi dana penanganan dampak Covid-19 dinilainya karena penegakan hukum bagi koruptor yang belum menciptakan efek jera.