Uang ”Pelicin” ke Bupati Kolaka Timur untuk Muluskan Proyek BNPB
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur mengakui menyetujui ”fee” sebesar 30 persen dari proyek rehabilitasi dan rekonstruksi BNPB. Uang pelicin itu agar proyek dikerjakan oleh tersangka lain ke depannya.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur mengakui menyetujui dan menerima sebagian alokasi 30 persen dari proyek Badan Nasional Penanggulangan Bencana di daerah itu. Alokasi ini diberikan agar pekerjaan proyek bisa diatur ke depannya.
Hal ini terungkap dalam sidang kasus korupsi dengan terdakwa Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah. Sidang yang dilakukan secara hibrida digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Selasa (4/1/2022), menghadirkan Merya sebagai saksi. Keduanya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (21/9/2021). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ronald Salnofri.
Merya menuturkan, ia memang menyetujui adanya fee sebesar 30 persen untuk proyek perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang anggarannya berasal dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pembagian itu ia ketahui dari Nazaruddin yang mengurus proyek tersebut sejak awal.
”Anzarullah yang menyampaikan bahwa fee untuk saya 30 persen, seperti pembagian untuk bupati sebelumnya. Bagian saya dari perencanaan proyek itu Rp 250 juta,” kata Merya.
Proposal proyek, kata Merya, telah diusulkan oleh Bupati Kolaka Timur periode 2015-2020 Tony Herbiansyah. Setelah itu, proposal kembali ditandatangani oleh bupati selanjutnya, Syamsul Bahri Madjid. Syamsul yang meninggal lalu digantikan oleh Merya yang merupakan Wakil Bupati Kolaka Timur.
Dalam persidangan, tim jaksa penuntut umum dari KPK mencecar Merya terkait fee 30 persen dari proyek tersebut. ”Fee 30 persen itu dari mana angkanya?” kata Asril, salah seorang JPU.
Merya beralasan, alokasi tersebut ia ketahui dari Anzarullah yang menangani proposal rekonstruksi dan rehabilitasi bencana di kabupaten yang ia pimpin. Menurut Merya, proyek tersebut nantinya akan dikerjakan oleh terdakwa bersama rekannya.
Proyek rehabilitasi dan rekonstruksi bencana akan dianggarkan sebanyak Rp 26,9 miliar. Proyek tersebut berupa pembangunan dua jembatan dan 100 rumah. Namun, di tahap awal adalah tahap perencanaan dari proyek tersebut dengan anggaran Rp 889 juta. Dari nilai perencanaan ini, Merya mendapatkan bagian Rp 250 juta.
Pada pertengahan September 2021, ia mengaku telah menerima uang Rp 25 juta dari Anzarullah untuk tahap pertama. Ia meminta uang tersebut ke terdakwa karena merasa telah memiliki bagian seperti yang telah disebutkan. Uang itu ia pakai untuk operasional dan kebutuhan saat akan berangkat ke Jakarta.
Setelahnya, pada 21 September, ia berencana akan menerima Rp 225 juta dari Anzarullah. Namun, saat Anzarullah mendatanginya di rumah jabatan Bupati Kolaka Timur, Merya sedang menerima tamu. Ia lalu menginstruksikan agar Anzarullah membawa uang tersebut ke Kendari dan diserahkan di sana.
Pembagian tersebut hal yang lumrah dilakukan seperti periode bupati sebelumnya. (Andi Merya Nur)
Beberapa saat setelah Anzarullah meninggalkan rumah jabatan, tim KPK datang dan menangkap sejumlah orang. Merya dan Anzarullah ditetapkan tersangka dari kasus suap ini.
Majelis hakim lalu menanyakan keabsahan fee tersebut. ”Apakah fee tersebut ada aturannya?” kata majelis hakim.
”Tidak ada Yang Mulia,” jawab Merya. Pembagian tersebut, menurut Merya, hal yang lumrah dilakukan seperti periode bupati sebelumnya.
”Apa harapan terdakwa memberi fee tersebut,” cecar hakim.
”Harapannya terdakwa yang akan kerja(kan) proyek tersebut bersama orang Nasdem. Saat itu saya iyakan agar yang kerja nantinya adalah Anzarullah dan orang Nasdem tersebut karena sejak awal mereka yang urus proposal tersebut,” jelasnya.
Merya mengaku tidak mengetahui siapa rekan terdakwa yang dimaksud dan tidak pernah bertemu. Namun, ia berkali-kali menyebutkan ”orang Nasdem” dalam kesaksiannya.
Sementara itu, Anzarullah membantah sejumlah hal yang dijelaskan Merya. Menurut terdakwa, ia memberikan fee tersebut bukan inisiatif sendiri, melainkan karena ada permintaan Merya yang saat itu menjabat bupati. Ia juga tidak pernah menyebut ada nama orang lain dari proyek yang akan dikerjakan nantinya.
”Saya juga tidak pernah bilang punya konsultan untuk mengerjakan proyek ini sehingga saya membantah apa yang disampaikan saksi,” katanya.
Sidang ditutup setelah mendengarkan dua keterangan saksi lainnya. Sidang dengan terdakwa Anzarullah akan dilanjutkan pekan depan.
Asril menyampaikan, fakta persidangan menunjukkan adanya proses penyuapan seperti yang telah disangkakan sebelumnya. Sidang masih akan menghadirkan sejumlah saksi ke depannya.
”Untuk (berkas) tersangka Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur, kami segera proses. Semoga dalam waktu dekat sudah dilimpahkan juga,” tambahnya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Nasdem Sultra La Ode Ikhsanuddin Saafi menyampaikan, ia baru mendengar keterangan Merya yang menyebutkan ada orang partainya dalam kasus tersebut. Namun, informasi tersebut sepihak dan tidak begitu jelas.
”Orang Nasdem itu siapa? Kan orang di partai banyak. Jelasnya, kami menunggu seperti apa fakta dan keputusan nantinya untuk mengambil langkah ke depannya,” ujarnya.