Presiden Kembali Ingatkan Perlu Upaya Luar Biasa untuk Berantas Korupsi
”Metode pemberantasan korupsi harus terus diperbaiki dan disempurnakan. Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan. Dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental,” kata Presiden.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta semua pihak sadar bahwa penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih belum baik. Dalam sebuah survei nasional di bulan November 2021, masyarakat menempatkan korupsi sebagai permasalahan kedua setelah penciptaan lapangan pekerjaan yang mendesak untuk diselesaikan. Presiden juga memerintahkan agar pemberantasan korupsi tidak boleh terus-menerus identik dengan penangkapan.
”Kita semua menyadari bahwa korupsi merupakan extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh karena itu, harus ditangani secara extraordinary juga. Dilihat dari kasus yang ditangani aparat penegak hukum, jumlahnya juga termasuk luar biasa,” tutur Presiden Jokowi dalam sambutan ketika hadir dalam acara peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021 di Jakarta, Kamis (9/12/2021). Acara itu juga dihadiri semua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju.
Pada periode Januari hingga November 2021, Presiden Jokowi menyebut bahwa Polri telah melakukan penyidikan 1.032 perkara korupsi. Kejaksaan pada periode yang sama juga telah melakukan penyidikan perkara korupsi sebanyak 1.486 kasus. Demikian pula dengan KPK yang telah menangani relatif banyak kasus korupsi. Beberapa kasus korupsi besar juga berhasil ditangani secara serius.
Menurut Presiden, keseriusan dalam penanganan kasus korupsi salah satunya terlihat dalam perkara rasuah PT Asuransi Jiwasraya. Kejaksaan telah mengeksekusi para terpidana yang dua di antaranya divonis penjara seumur hidup. Aset sitaan yang mencapai Rp 18 triliun juga telah dirampas untuk negara.
Selain itu, dalam kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia atau Asabri, tujuh terdakwa dituntut mulai dari penjara 10 tahun sampai dengan hukuman mati. Uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah.
Kita semua menyadari bahwa korupsi merupakan extraordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa. Oleh karena itu, harus ditangani secara extraordinary juga. Dilihat dari kasus yang ditangani aparat penegak hukum, jumlahnya juga termasuk luar biasa.
Dalam penuntasan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Satgas BLBI juga dinilai telah bekerja keras untuk mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp 110 triliun dan mengupayakan agar tidak ada obligor dan debitor yang luput dari pengembalian dana BLBI. ”Namun, aparat penegak hukum termasuk KPK, sekali lagi, jangan cepat berpuas diri dulu karena penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik. Kita semua harus sadar mengenai ini,” ujar Presiden Jokowi.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara, ranking indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2020 juga dinilai masih perlu diperbaiki. Dari 180 negara di Asia, Presiden Jokowi menyebut, Singapura berada di ranking ke-3, Brunei Darussalam di ranking ke-35, Malaysia di ranking ke-57, dan Indonesia masih berada di posisi ke-102. ”Ini yang memerlukan kerja keras kita untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi kita bersama-sama,” kata Presiden, menambahkan.
Baca juga : Indeks Persepsi Korupsi Turun, Evaluasi Kebijakan dan Sistem Politik
Di sisi lain, Presiden menyebut ada perkembangan yang menggembirakan terkait data Badan Pusat Statistik yang menyebut indeks perilaku antikorupsi di masyarakat yang terus naik dan membaik. Indeks perilaku antikorupsi di masyarakat pada 2019 berada di angka 3,7, kemudian membaik menjadi 3,84 pada tahun 2020, dan naik menjadi 3,88 pada 2021.
Pengembalian aset
Presiden menegaskan bahwa diperlukan cara-cara baru yang lebih luar biasa. ”Metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan. Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan. Namun, dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat,” tutur Presiden.
Upaya penindakan sangat penting untuk dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu. Bukan sekadar memberikan efek jera kepada pelaku, penindakan juga sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan mengembalikan kerugian negara. Presiden meminta agar pengembalian aset (asset recovery) dan peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga harus diutamakan.
Baca juga : Upaya Pemberantasan Korupsi Sudah Berada di Trek yang Benar
Hal ini untuk penyelamatan dan pemulihan keuangan negara serta memitigasi pencegahan korupsi sejak dini. ”Saya mengapresiasi capaian asset recovery dan peningkatan PNBP kita di semester I tahun 2021. Misalnya, Kejaksaan Agung berhasil mengembalikan kerugian negara dari penanganan kasus korupsi sekitar Rp 15 triliun dan tadi jumlah yang lebih besar juga disampaikan oleh Ketua KPK yang telah dikembalikan kepada negara lewat KPK,” ujar Presiden.
Selanjutnya, pemerintah terus mendorong segera ditetapkannya Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. ”Ini juga penting sekali dan terus kita dorong, dan diharapkan tahun depan insya Allah bisa selesai. Agar penegakan hukum yang berkeadilan dapat terwujud secara profesional, transparan, dan akuntabel, dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga mendorong KPK dan Kejaksaan Agung agar semaksimal mungkin menerapkan dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk memastikan sanksi pidana dengan tegas dan memulihkan kerugian keuangan negara. Pemerintah juga sudah memiliki beberapa kerja sama internasional untuk pengembalian aset tindak pidana.
Perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau treaty on mutual legal assistance telah disepakati dengan Swiss dan Rusia. Mereka siap membantu penelusuran, pembekuan, penyitaan, dan perampasan aset hasil tindak pidana di luar negeri. Dengan demikian, para buron pelaku korupsi bisa terus dikejar, baik di dalam maupun di luar negeri.
Presiden Jokowi juga menekankan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh terus identik dengan penangkapan. Pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah. Pencegahan merupakan langkah yang lebih fundamental. Jika korupsi berhasil dicegah, kepentingan rakyat terselamatkan. Penanaman budaya antikorupsi sejak dini merupakan bagian penting dari pemberantasan korupsi.
Penciptaan ekosistem antikorupsi diyakini akan berpengaruh besar pada investasi dan penciptaan lapangan kerja. Investasi ditegaskan masih menjadi motor penggerak perekonomian. Presiden Jokowi menyebut target investasi pada tahun 2022 mencapai Rp 1.200 triliun. Pencapaian target ini membutuhkan perizinan yang sederhana, lebih cepat, dan bebas korupsi. ”Jangan sampai investor kapok karena terlalu banyak ongkos di sana-sini. Terlalu banyak ketidakpastian dan permainan di sana-sini,” kata Presiden.
Menggerogoti pembangunan
Ketika secara resmi menutup peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2021, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyebut bahwa momentum peringatan Hari Antikorupsi sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus berikhtiar mencegah dan memerangi korupsi. Korupsi diibaratkan seperti karat yang menggerogoti besi-besi pembangunan.
Menurut Wapres, tindakan korupsi sesungguhnya tidak hanya bentuk pelanggaran hukum dan etika, tetapi juga bertentangan dengan hak asasi manusia dan keadilan. ”Korupsi merupakan ancaman terhadap kemanusiaan, ancaman terhadap hak publik, dan ancaman terhadap keberlangsungan bangsa dan negara, karena korupsi merusak sendi-sendi kehidupan,” ujar Wapres.
Untuk menutup celah korupsi, pemerintah telah melaksanakan reformasi birokrasi, perbaikan layanan publik, dan penguatan pengawasan secara lebih transparan dan akuntabel. Dalam pemberian perizinan, pemerintah melakukan penyederhanaan birokrasi melalui transformasi organisasi, transformasi sumber daya manusia (SDM) aparatur, dan transformasi sistem kerja, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tata kelola manajemen aparatur sipil negara (ASN) juga harus konsisten menerapkan meritokrasi agar menjadi lebih profesional dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, pemerintah juga terus memperluas pemanfaatan teknologi digital, misalnya melalui pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), antara lain e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-catalog, dan e-payment, serta sistem aplikasi lainnya.
Wapres menambahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi membutuhkan kepemimpinan, kegigihan, dan konsistensi yang luar biasa. Di samping itu, perlu sinergi dan kolaborasi seluruh instansi dan komponen masyarakat sipil.”Saya mengajak seluruh elemen bangsa untuk secara nyata bersatu padu membangun budaya antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari guna membangun peradaban dan akhlak baru yang bersih dari semua bentuk korupsi,” ujar Wapres.
Mengubah budaya korupsi
Dalam kesempatan itu, Ketua KPK Firli Bahuri juga memaparkan tiga strategi yang kini terus dikembangkan KPK dalam upaya memberantas korupsi. Pertama, pendidikan masyarakat. KPK ingin agar budaya korupsi diubah menjadi budaya antikorupsi. ”Kami ingin semua mewariskan bangsa ini agar jauh dari perilaku korupsi sehingga orang tidak ingin melakukan korupsi karena kecintaan terhadap tujuan negara,” ujar Firli.
Kedua, pencegahan. Firli menegaskan, KPK selalu ingat pesan Presiden bahwa kesuksesan aparatur penegak hukum bukan hanya diukur dari banyaknya penangkapan ataupun orang yang dipenjarakan, melainkan pencegahan sehingga tidak terjadi lagi tindak pidana korupsi. ”Dengan itu, kami melakukan perbaikan sistem di seluruh lini, di seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintahan daerah,” katanya.
Pada tahun 2020, KPK telah membuat 45 kajian. Kajian-kajian tersebut telah disampaikan ke kementerian/lembaga dengan 65 rekomendasi dan telah ditindaklanjuti. Hal ini, menurut Firli, berhasil mencegah potensi praktik korupsi. ”Kalaupun masih ada, saya mulai hari ini sampaikan, tidak boleh lagi ada praktik-praktik korupsi,” ujarnya.
Firli juga menyampaikan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan oleh KPK. Sebanyak 225.010 responden mengisi survei tersebut. Survei ini bertujuan untuk mengukur integritas kementerian/lembaga, pemda, dan juga semua lembaga non-pemerintahan.
Dari survei tersebut, skor rata-rata nasional mencapai 72,43. Firli mengklaim, angka ini di atas dari target yang direncanakan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Jika ditelisik lebih jauh lagi, perolehan skor tertinggi untuk kateogri kementerian/lembaga adalah Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas dengan skor 86,71. Untuk kategori non-kementerian, diraih Bank Indonesia dengan skor 89,69. Kategori pemerintah provinsi diraih Daerah Istimewa Yogyakarta dengan skor 82,81. Sementara kategori pemerintah kabupaten diraih Kabupaten Boyolali dengan nilai 91,72.