Jaksa Agung Akan Lakukan Penyidikan Perkara HAM Berat
Kejaksaan akan menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM Berat masa kini. Kejaksaan menilai, penanganan sejumlah perkaranya tampak berhenti karena ada kebuntuan persepsi antara penyelidik Komnas HAM dan penyidik kejaksaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyatakan akan melakukan penyidikan umum perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa kini. Diharapkan keputusan itu dapat menuntaskan perkara pelanggaran HAM berat yang selama ini menjadi tunggakan.
Hal itu disampaikan Burhanuddin ketika memberikan pengarahan kepada jajaran kejaksaan di wilayah Sumatera Selatan, Kamis (25/11/2021), seperti dikutip dari keterangan tertulis. Burhanuddin mengatakan, sebagaimana telah disampaikan Presiden Joko Widodo, kejaksaan adalah wajah penegakan hukum. Oleh karena itu, baik-buruknya penegakan hukum akan sangat diwarnai oleh kebijakan penegakan hukum kejaksaan.
Maka, saya sebagai Jaksa Agung, selaku penyidik HAM berat, mengambil kebijakan penting, yaitu tindakan hukum untuk melakukan penyidikan umum perkara pelanggaran HAM berat masa kini guna menyempurnakan hasil penyelidikan Komnas HAM.
Menurut Burhanuddin, salah satu kebijakan penegakan hukum yang berpotensi memperburuk wajah penegakan hukum Indonesia adalah penyelesaian dugaan pelanggaran HAM Berat masa kini. Perkara-perkara tersebut tampak berhenti dan tidak ada kejelasan akibat adanya kebuntuan persepsi antara penyelidik Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan penyidik kejaksaan.
”Maka, saya sebagai Jaksa Agung, selaku penyidik HAM berat, mengambil kebijakan penting, yaitu tindakan hukum untuk melakukan penyidikan umum perkara pelanggaran HAM berat masa kini guna menyempurnakan hasil penyelidikan Komnas HAM. Saya yakin kebijakan ini akan memecah kebuntuan dan menuntaskan perkara HAM yang menjadi tunggakan selama ini,” kata Burhanuddin.
Dalam laporan Capaian Kinerja 2 Tahun Kejaksaan yang dirilis di akun media sosial resmi kejaksaan, disebutkan, telah dibentuk Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM yang Berat. Kemudian, sebanyak 13 berkas penyelidikan HAM berat dari Komnas HAM telah diverifikasi oleh tim khusus tersebut.
Kasus tersebut, antara lain, peristiwa 1965-1966; penembakan misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; dan kasus Rumah Geudong pada era Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh 1989-1998. Selain itu, kasus kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II pada 1998-1999; peristiwa Simpang KKA 1999; pembunuhan dukun santet di Banyuwangi 1999; peristiwa Wasior 2001; peristiwa Wamena 2003; Jambu Keupok, Aceh 2003; dan peristiwa Paniai 2014.
Dari 13 berkas penyelidikan HAM berat dari Komnas HAM tersebut, 4 berkas di antaranya adalah perkara pelanggaran HAM masa kini. Keempatnya adalah peristiwa Jambu Keupok, Aceh 2003; peristiwa Wasior 2001; peristiwa wamena 2003; dan peristiwa Paniai 2014.
Menurut Burhanuddin, hasil penyelidikan oleh Komnas HAM belum sempurna untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sebab, hasil penyelidikan Komnas HAM belum menemukan alat bukti yang cukup untuk menduga bahwa seseorang berdasarkan suatu peristiwa atau keadaan adalah sebagai pelaku kejahatan HAM berat.
Selain itu, penyelidik juga belum memeriksa saksi kunci dan belum menemukan dokumen yang diharapkan dapat menjelaskan unsur kejahatan terhadap kemanusiaan atupun unsur serangan yang meluas atau sistematik sebagaimana dimaksud Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Sementara, lanjut Burhanuddin, petunjuk penyidik kejaksaan tidak pernah dipenuhi yang mengakibatkan penanganan perkara menjadi berlarut-larut. Oleh karena itu, penyidikan umum perkara pelanggaran HAM berat masa kini tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian dan keadilan serta mengatasi kebuntuan yang selama ini terjadi.
Secara terpisah, Ketua Tim Tindak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Komnas HAM Amiruddin Al Rahab, ketika dihubungi, mengatakan, pada prinsipnya, pemilihan perkara pelanggaran HAM berat yang hendak disidik merupakan kewenangan sepenuhnya Jaksa Agung selaku penyidik HAM berat. Namun, jika dilihat dari sisi waktu terjadinya peristiwa tersebut, peristiwa Paniai yang terjadi pada 2014 merupakan peristiwa yang paling baru dibandingkan dengan yang lainnya.
Pada prinsipnya, pemilihan perkara pelanggaran HAM berat yang hendak disidik merupakan kewenangan sepenuhnya Jaksa Agung selaku penyidik HAM berat.
”Yang lebih dahulu sepenuhnya merupakan kewenangan Jaksa Agung. Jaksa Agung dapat memilih peristiwa yang mana saja dari 12 berkas hasil penyelidikan Komnas HAM yang telah diserahkan ke Jaksa Agung,” kata Amiruddin.