Momentum Bersih-bersih dari Strategi Infiltrasi Kelompok Teroris Jamaah Islamiyah
Setidaknya dalam dua pekan terakhir, Densus 88 Antiteror Polri mengungkap penyusupan diduga kelompok teroris Jamaah Islamiyah ke berbagai lembaga, mulai dari partai politik hingga ormas keagamaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
DOKUMENTASI DENSUS 88 ANTITEROR POLRI
Sejumlah kotak amal milik Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf yang disita Densus 88 Antiteror Polri, di Lampung, pada November 2021.
Menyusupnya kelompok teroris Jamaah Islamiyah atau JI ke berbagai lembaga yang dekat dengan kehidupan masyarakat, seperti diungkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri beberapa waktu belakangan, harus dijadikan peringatan sekaligus momentum untuk bersih-bersih. Terlebih, infiltrasi atau penyusupan ke berbagai lembaga ditengarai sudah menjadi strategi JI.
Setidaknya dalam dua pekan terakhir, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap penyusupan mereka yang diduga terafiliasi dengan JI ke berbagai lembaga. Di Lampung, awal November lalu, misalnya, Densus menangkap tiga pimpinan Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf (BM ABA). Lembaga itu diduga mendanai kelompok teroris Jamaah Islamiyah, salah satunya dengan cara menghimpun dana masyarakat melalui ribuan kotak amal.
Bahkan, salah satu di antaranya, berinisial DRS, berstatus pegawai negeri sipil dan menjabat kepala sekolah di SD negeri di daerah Pesawaran, Lampung.
Berselang dua pekan, persisnya pada Selasa (16/11/2021), Densus menangkap tersangka lain, berinisial AZA, yang belakangan terungkap bernama panjang Ahmad Zain an-Najah, anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), di daerah Bekasi, Jawa Barat, beserta dua tersangka lain, yakni FAO dan AA. AZA dan FAO merupakan bagian dari Ketua Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat BM ABA. Adapun AA merupakan pendiri Perisai, badan yang memberikan bantuan hukum kepada anggota keluarga teroris JI yang ditangkap Densus.
Sejumlah kotak amal milik lembaga pendanaan kelompok teror Jamaah Islamiyah, Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman bin Auf.
Tak hanya itu, FAO juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), sedangkan AA adalah Wakil Ketua Majelis Syuro PDRI.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregars bahkan menduga parpol tersebut terafiliasi pula dengan JI. Pendirian PDRI disebut bagian dari strategi kelompok teroris itu dalam mempertahankan eksistensinya pasca-penangkapan amir JI Para Wijayanto pada 2019. Melalui institusi ini, JI bermaksud mengubah identitas dan menyamarkan aktivitasnya di tengah masyarakat.
”Mereka mulai membahas ini (pendirian parpol) pada 2018 dan menguat kembali pada sebuah pertemuan tahun 2020,” katanya, Rabu (17/11/2021).
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan, ketika dihubungi, Kamis (18/11/2021), tak heran dengan menyusupnya teroris ke berbagai lembaga, termasuk instansi pemerintahan, seperti diungkap Densus. Menurut dia, hal itu sudah lama diidentifikasi. Begitu pula narasi radikalisme yang dibawa dan disebarkan oleh teroris tersebut di berbagai lembaga. Tak hanya bisa dilihat dari penangkapan teroris oleh aparat penegak hukum sebelumnya, bisa juga terlihat dari kerap munculnya pandangan anti-Pancasila atau tidak mau mengikuti upacara pengibaran bendera Merah Putih.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjadikan penangkapan-penangkapan terbaru oleh Densus tersebut sebagai peringatan. Tak hanya itu, harus pula dijadikan momentum untuk bersih-bersih. Selain pemerintah, penting pula setiap lembaga di luar pemerintah melakukan hal yang sama.
Tak terkecuali organisasi masyarakat keagamaan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang salah satu anggotanya diduga turut terafiliasi dengan kelompok JI. Apalagi MUI masih jadi rujukan bagi umat Islam di Indonesia sebagai lembaga yang bersifat otoritatif untuk fatwa-fatwa keagamaan.
Bentuk dari bersih-bersih tersebut, menurut Halili, bisa dengan cara membangun sistem pengawasan di internal atau semacam kode etik yang dapat memastikan anggotanya sejalan dengan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Ketua Program Studi Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah berpandangan, yang dilakukan AZA merupakan bagian dari strategi tamkin yang dilakukan JI. Saat ini JI dinilainya bertindak adaptif dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga tak hanya menyusup ke MUI tetapi juga ke lembaga lainnya. ”Walaupun ujung dari strategi tamkin adalah mendirikan negara Islam,” kata Syauqillah.
KOMPAS/DHANANG DAVID ARITONANG
Pengungkapan lima tersangka anggota kelompok Jamaah Islamiyah di Kantor Mabes Polri, Senin (1/7/2019).
Untuk membendung upaya penyusupan JI dan penyebarluasan paham terorisme di lembaga-lembaga, bai pemerintah maupun non-pemerintah, ia menekankan pentingnya kerja sama semua pihak. Tak bisa hanya bergantung pada aparat penegak hukum, tetapi semua pihak harus terlibat, tak terkecuali ormas keagamaan.
Tak ada kaitan dengan MUI
Ketua Umum MUI Miftachul Akhyar, dalam keterangan pers, menyatakan, dugaan keterlibatan AZA merupakan urusan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI. Ia juga menegaskan, MUI berkomitmen dalam mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak kekerasan terorisme sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme.
Tak hanya itu, MUI juga telah menonaktifkan AZA dari kepengurusannya di MUI. ”MUI menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI sampai ada kejelasan berupa keputusan yang berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Ia sekaligus meminta masyarakat agar tidak terprovokasi. MUI mendorong semua elemen bangsa mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yaitu keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara.
Tangkapan layar laman Partai Dakwah Rakyat Indonesia.
Begitu pula PDRI, melalui keterangan tertulis dari Sekretaris PDRI Yunasdi dan Wakil Ketua Umum PDRI Masri Sitanggang membantah penangkapan ketua umumnya oleh Densus terkait dengan PDRI dan aktivitas FAO sebagai ketua umum partai.
Kegiatan FAO sebagai ketua umum hanya berkutat dengan proses perizinan agar PDRI memperoleh Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pembentukan jaringan PDRI di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan sebagai syarat administrasi memperoleh izin.
”Aktivitas lain selain yang disebut di atas merupakan tanggung jawab pribadi Ustaz Farid Ahmad Okbah di luar dari tanggung jawab dan sepengetahuan pengurus PDRI,” tulis mereka.
Meski demikian, PDRI memberikan pendampingan hukum melalui Ketua Bidang Hukum PDRI Syafrudin. PDRI berharap pihak berwenang yang menangkap ketua umumnya dapat menegakkan hukum seadil-adilnya sesuai peraturan yang berlaku dan tidak terpengaruh fitnah yang mendiskreditkan sosok FAO.