Polri Tegaskan Penangkapan Anggota Komisi Fatwa MUI Bukan Kriminalisasi
Anggota Komisi Fatwa MUI, Ahmad Zain an-Najah, ditangkap karena diduga terkait tindak pidana terorisme. Polri punya dasar yang kuat, bukan kriminalisasi. Adapun MUI telah menonaktifkan Ahmad dari kepengurusan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Polisi memeriksa dan menggeledah tempat tinggal terduga teroris di Jalan Raya Cikarang-Cibarusah, Desa Sukasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (29/3/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Penangkapan tiga tersangka tindak pidana terorisme yang salah satunya adalah anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia atau MUI, Ahmad Zain an-Najah atau berinisial AZA, didasarkan pada alat bukti, bukan kriminalisasi. Demikian pula dugaan tindak pidana terorisme tersebut dinyatakan sebagai urusan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal(Pol) Rusdi Hartono, dalam jumpa pers, Rabu (17/11/2021), mengatakan, tindakan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri merupakan bagian dari proses panjang berupa profiling dan pemantauan yang cukup lama. Dengan demikian, kegiatan penangkapan terhadap seseorang yang dilakukan Densus 88 merupakan bentuk penegakan hukum.
Pada Selasa (16/11/2021), Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka di daerah Bekasi, Jawa Barat, yakni FAO, AZA, dan AA. Penangkapan tersebut didasarkan pada beberapa keterangan, 28 berita acara pemeriksaan tersangka dan keterangan ahli, serta dokumen yang menjurus kepada ketiganya.
”Apa yang dilakukan Densus 88 Antiteror pada 16 November tersebut memiliki dasar yang kuat sehingga ketiga tersangka ini sekarang telah diamankan. Sekali lagi apa yang dilakukan Densus 88 Antiteror murni sebagai penegakan hukum yang tegas dan tidak ada kriminalisasi terhadap kelompok siapa pun,” kata Rusdi.
Tangkapan layar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono, dalam jumpa pers, Rabu (17/11/2021).
Dua dari tiga tersangka tersebut, lanjut Rusdi, ditangkap karena merupakan pengurus dari lembaga amil zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf, yakni tersangka AZA sebagai Ketua Dewan Syariah dan tersangka FAO sebagai anggota Dewan Syariah. Adapun tersangka AA adalah pendiri Perisai, sebuah badan yang berfungsi memberikan bantuan hukum kepada anggota keluarga teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang ditangkap oleh Densus 88 Antiteror Polri.
Sebagaimana diketahui, lanjut Rusdi, JI merupakan organisasi teroris. Sementara, penangkapan tersebut merupakan kelanjutan dari pengembangan Densus 88 Antiteror Polri pasca-tertangkapnya pemimpin JI, Para Wijayanto, pada 29 Juni 2019.
Dari situ, Densus 88 Antiteror mempelajari struktur organisasi JI, pola rekrutmen, strategi JI, hingga sumber pendanaan untuk keberlangsungan organisasi. Terkait sumber pendanaan tersebut, terdapat dua sumber, yakni dari infak anggota JI dan dari sumber eksternal, yaitu dengan mendidikan lembaga amil zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf.
”Ini merupakan suatu lembaga yang dibuat untuk mendapatkan pendanaan dengan mengamuflase kegiatan pendidikan, sosial, tetapi ada sebagian dari dana yang terkumpul untuk menggerakkan kelompok teroris JI. Sehingga sejak 2019 dilakukan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang bekerja di dalam Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf, baik yang ada di Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, dan juga Medan,” kata Rusdi.
Kompas
Tangkapan layar Kabagbanops Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar dalam jumpa pers, Rabu (17/11/2021).
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar menambahkan, JI adalah kelompok terlarang berdasarkan putusan pengadilan yang telah ditetapkan di Indonesia. Secara internasional, JI juga telah dinyatakan sebagai organisasi teror global yang dinyatakan dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1267 Tahun 2008.
Aswin menegaskan, siapa pun yang berafiliasi atau beraktivitas dalam kelompok bersama-sama dengan kelompok JI, maka akan dikenai penegakan hukum. ”Jadi, bukan bajunya, bukan tampilan luarnya, bukan pula statusnya, tetapi keterlibatan dalam sebuah kelompok yang sudah dinyatakan sebagai kelompok teror,” kata Aswin.
Dalam kesempatan itu, Staf Khusus Kementerian Agama Nuruzzaman menyampaikan, lembaga amil zakat tersebut telah dicabut izinnya pada 29 Januari 2021. Pencabutan izin karena lembaga diduga menggunakan dana yang dikumpulkan untuk kegiatan-kegiatan yang bertentangan atau melakukan perlawanan kepada negara.
”Sesungguhnya lembaga amil zakat itu harus melaporkan kepada kami per enam bulan. Tetapi, faktanya, tidak ada laporan penggunaan keuangannya, tidak ada transparansi, selain terindikasi pengumpulan dananya untuk kegiatan yang bertentangan atau melakukan perlawanan kepada negara,” kata Nuruzzaman.
Sementara itu, Ketua MUI Pusat Cholil Nafis mengatakan, pihaknya prihatin bahwa ternyata ada anggota MUI yang ditangkap, yakni Zain an-Najah. Zain merupakan anggota Komisi Fatwa MUI yang merupakan perangkat organisasi di MUI.
”Dugaan keterlibatan yang bersangkutan dalam gerakan jaringan terorisme merupakan urusan pribadinya dan tidak ada sangkut pautnya dengan MUI,” kata Cholil membacakan pernyataan sikap MUI.
MUI pun berkomitmen mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak kekerasan terorisme yang sesuai dengan Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme. MUI juga meminta aparat bekerja secara profesional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
”MUI menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI sampai ada kejelasan berupa keputusan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Cholil.