Kelompok Teror yang Kian Dekat ke Masyarakat
Tak lagi tampil sebagai golongan eksklusif, kelompok Jamaah Islamiyah menjelma menjadi kelompok yang memanfaatkan instrumen legal dalam menarik simpati warga. Bagaimana sepak terjang mereka kini?
Penangkapan delapan tersangka terorisme yang terafiliasi dengan Jamaah Islamiyah di Lampung pada awal November 2021 mempertegas pergeseran pendekatan kelompok tersebut ke tengah masyarakat. Tidak lagi sebagai golongan yang eksklusif, mereka justru menjelma sebagai kelompok umum yang memanfaatkan instrumen legal formal dalam menarik simpati warga.
Sepanjang pekan awal November 2021, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap delapan tersangka terorisme anggota kelompok Jamaah Islamiyah di Lampung. Tiga dari delapan orang yang ditangkap itu merupakan pimpinan Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA). S (61), salah satunya, saat ini menjabat sebagai Ketua LAZ BM ABA pusat. Dua tersangka lainnya, yakni Su (59) dan DRS (47), berturut-turut merupakan bendahara dan sekretaris.
Lembaga amal tersebut sengaja dibentuk JI dengan perizinan resmi dari pemerintah agar dapat dipercaya masyarakat sebagai wadah donasi dalam misi kemanusiaan, agama, dan pendidikan.(Aswin Siregar)
LAZ BM ABA merupakan lembaga penggalangan dana milik JI yang berselubung yayasan kemanusiaan. Lembaga ini didirikan pada 2004 dengan Akta Nomor 22 tanggal 21 Oktober 2004. Akta yang ditandatangani Agung Mulyono (ketua), Nata Sutisna (sekretaris), dan Raden Wibowo (bendahara) di hadapan notaris H Haryanto itu disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor C-701.HT. 01.02 TH 2005.
”Lembaga amal tersebut dibentuk JI dengan perizinan resmi dari pemerintah agar dapat dipercaya masyarakat sebagai wadah donasi dalam misi kemanusiaan, agama, dan pendidikan,” kata Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar saat dihubungi Kompas, Rabu (10/11/2021).
Baca juga: Pandemi Covid-19 Tak Menghentikan Aktivitas Terorisme
Sejak 2018, LAZ BM ABA memiliki 13 cabang yayasan atau kantor cabang di sejumlah kota besar di Indonesia, termasuk Malang dan Jakarta. Di setiap kantor cabang terdapat kelompok-kelompok kerja di wilayah sekitarnya. Total pengurus inti yang juga anggota JI mencapai 81 orang.
Aswin menambahkan, LAZ BM ABA bertugas menggalang dana untuk menopang roda organisasi, khususnya divisi thazis atau penanganan personal kader. Penggalangan dana dilakukan melalui dua metode, yakni daring dan luring.
Baca juga: Kelompok Teroris JI Raup Rp 70 Juta Per Bulan dari Ribuan Kotak Amal di Lampung
Secara daring, LAZ BM ABA menggunakan website atau blog untuk memasang iklan program donasi beserta nomor rekening bank aktif. Dari 13 cabang LAZ BM ABA, penggalangan donasi daring dilakukan oleh cabang Jakarta, Lampung, dan Malang, Jawa Timur. Program yang ditampilkan terkait dengan bantuan dana kemanusiaan, bencana alam, serta sumbangan untuk warga Palestina yang dapat menggugah hati warga secara umum.
Di luar donasi daring, LAZ BM ABA menjangkau masyarakat secara langsung dengan menempatkan sekitar 13.000 kotak amal di toko-toko serta tempat keramaian di seluruh Indonesia. Sebanyak 19.000 kaleng sumbangan dengan keterangan program ”Gerakan Sehari Seribu (GSS)” juga disebar di seluruh kantor cabang. Pengiriman proposal program untuk meminta bantuan dana dari sejumlah tokoh masyarakat terpandang juga dilakukan terutama di Jakarta.
Untuk menambah pundi-pundi gerakan teror, LAZ BM ABA juga diduga menerima hibah perorangan. Salah satunya pemberian kebun kurma seluas dua hektar dari seorang anggota JI berinisial S yang terletak di Tanah Jawa Gunung Megang, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Yayasan memperluas lahan produktif tersebut dengan membeli 2 hektar lahan lainnya sehingga total kebun kurma yang dimiliki JI luasnya mencapai 4 hektar.
Operasionalisasi perkebunan sebagai salah satu sumber pendapatan JI telah disosialisasikan sejak Musyawarah Nasional LAZ BM ABA 2019. Saat itu, pengurus menyampaikan usulan pemberdayaan kebun kurma. Hasil panen akan dimasukkan dalam pendapatan LAZ BM ABA pusat.
Baca juga: Aktivitas Lembaga Pendanaan Jamaah Islamiyah Dihentikan
Usulan ditindaklanjuti hingga proses pembuatan lubang penanaman. Kebun akan dikelola LAZ BM ABA, tetapi tidak dalam bentuk perusahaan atau organisasi berbadan hukum. ”Akan tetapi, hingga saat ini perkebunan kurma itu belum sempat beroperasi,” kata Aswin.
Selain itu, yayasan amal ini juga menerima donasi tetap dalam jumlah besar. Salah satunya dari seorang petinggi media massa di Lampung, yang mengirimkan sejumlah dana kepada Ketua LAZ BM ABA S.
Dari berbagai sumber dana itu, kata Aswin, LAZ BM ABA mampu menghimpun dana jutaan rupiah. Kantor cabang Lampung, misalnya, dapat mengumpulkan Rp 70 juta rupiah per bulan, hanya dari penyebaran kotak amal.
”Sejumlah dana ini digunakan untuk membiayai operasional organisasi, termasuk program ’jihad global’, yakni memberangkatkan sejumlah kader ke daerah konflik internasional di Suriah,” kata Aswin.
Dalam periode 2013-2018, misalnya, JI ditengarai telah memberangkatkan tujuh angkatan kader ke Suriah.
Sejumlah dana ini digunakan untuk membiayai operasional organisasi, termasuk program ’jihad global’, yakni memberangkatkan sejumlah kader ke daerah konflik internasional di Suriah. (Aswin Siregar)
Pegawai negeri sipil
Tak hanya menggunakan lembaga dan program penggalangan dana di tengah masyarakat, anggota JI juga tampil dalam sosok yang bisa diterima secara umum. S, misalnya, yang bergabung dengan JI sejak 1997 dan menjadi Ketua LAZ BM ABA Pusat sejak 2018 sampai akhirnya tertangkap pada Oktober 2021, berprofesi sebagai pegawai negeri sipil pemerintah daerah di Lampung.
Begitu pula DRS, Sekretaris LAZ BM ABA Pusat dan Ketua LAZ BM ABA Lampung 2018-2020, merupakan salah satu kepala sekolah dasar negeri di Pesawaran, Lampung. Sama seperti S, ia juga berstatus sebagai PNS.
Keterlibatan PNS juga bukan pertama kali ditemukan. Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), selama satu dekade terakhir setidaknya terdapat 31 PNS yang ditangkap karena terlibat jaringan terorisme. Sebanyak 18 mantan PNS di lingkungan kementerian dan lembaga pemerintah, 8 mantan anggota kepolisian, dan 5 mantan anggota TNI.
Penamaan lembaga
Mengacu dokumen Putusan Nomor: 308/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim atas Para Wijayanto, amir (pemimpin) JI yang ditangkap pada 2019 dan divonis tujuh tahun penjara, upaya untuk semakin mendekatkan diri ke masyarakat juga dilakukan melalui penamaan lembaga.
Pada 2011, ketika membentuk program pelatihan fisik untuk mempersiapkan kader terpilih mengikuti ”jihad global”, dibentuk pula beberapa sasana tempat pelatihan. Karso, penanggung jawab divisi thazis saat itu memilih nama ”sasana”, untuk mengelabui warga setempat agar tidak mencurigai aktivitas mereka.
Misalnya, Sasana Satria Muda di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah; Sasana Bara Satria di Bawen, Semarang; dan Sasana Satria Timur di Majenang, Jawa Tengah. Sejumlah sasana itu bertempat di rumah sewaan yang berada di tengah permukiman warga. Umumnya dekat dengan fasilitas umum, seperti lapangan yang bisa dimanfaatkan untuk latihan fisik.
Adaptif
Pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar, mengatakan, sejak 2007 JI telah mengubah strategi organisasi dengan membangun gerakan kemanusiaan. Di Indonesia, saat ini mereka lebih fokus pada pencarian dana dan kaderisasi ketimbang merencanakan serangan bom. Sebab, sudah begitu banyak anggota mereka yang ditangkap meski baru melakukan aktivitas non-esensial, seperti latihan dan kajian.
Dalam penggalangan dana dan kaderisasi, JI menempuh cara-cara yang lebih toleran dan adaptif sesuai dengan konteks kekinian di masyarakat. Tidak terkecuali membuat sejumlah lembaga resmi yang diakui negara serta menjadi PNS. Hal ini diperbolehkan oleh ideologi wahabi jihadis yang mereka anut, yang cenderung tidak mempermasalahkan pengakuan terhadap Pancasila, bahkan sekularisme.
Untuk mencapai tujuan mengubah dasar negara, kata Al Chaidar, JI saat ini cenderung mengadopsi pola gerakan sosialis. Mereka memosisikan diri sebagai kaum tertindas yang berusaha merebut pengaruh dan kekuasaan dari oligark. Namun, itu semua tidak dilakukan dengan cara kekerasan, tetapi dengan strategi kebudayaan. ”Tanpa kekerasan, revolusi damai seperti revolusi beludru di Cekoslowakia,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Al Chaidar, keberadaan JI merupakan ancaman jangka panjang bagi negara. ”Dalam jangka panjang, mereka berpotensi menguasai warga bangsa ini secara kuantitas,” ucapnya.
Baca juga: Densus 88 Bongkar Sel Jamaah IsIamiyah di Lampung
Hal ini sejalan dengan strategi tamkin yang diterapkan JI sejak dipimpin Para Wijayanto pada 2009-2019. Tamkin merupakan rumusan langkah komprehensif untuk meraih kemenangan politik di Indonesia. Tahapan itu dimulai dengan dakwah, membangun jamaah (basis massa), dan mencapai fase Tamkin Siyasi I atau posisi politik yang kuat. Caranya, merebut hati masyarakat dengan menyebarkan kebaikan dan juga menampilkan kekurangan pemerintah dari perspektif keagamaan.
JI saat ini cenderung mengadopsi pola gerakan sosialis. Mereka memosisikan diri sebagai kaum tertindas yang berusaha merebut pengaruh dan kekuasaan dari oligark. Namun, itu semua tidak dilakukan dengan cara kekerasan, tetapi dengan strategi kebudayaan. (Al Chaidar)
Jika itu tercapai, JI akan bergerak ke tahap tamkin siyasi II untuk mendapatkan pengakuan secara de facto dan de jure dari negara-negara lain. Fase puncaknya adalah tamkin askari, yakni memperluas wilayah ke seluruh dunia dengan pengawalan kekuatan bersenjata.
”Adanya rencana organisasi JI tersebut sewaktu-waktu akan membuat negara Indonesia menjadi kacau sehingga hal tersebut akan menimbulkan rasa kekhawatiran dan tidak aman terhadap masyarakat Indonesia,” sebagaimana tertulis dalam dokumen dakwaan Para Wijayanto.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan, di tengah persebaran kelompok teroris di tengah masyarakat, Densus 88 harus meningkatkan kewaspadaan dengan mengadakan penyelidikan lebih lanjut pada para tersangka yang telah tertangkap. Hal ini penting untuk mengetahui latar belakang, tujuan, dan kerja sama kelompok JI.
Selain itu, Polri hendaknya juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan bergerak menjadi agen perubahan di tingkat wilayah terkecil sebagai langkah awal pencegahan terorisme. Bambang juga meminta pemerintah untuk menyusun strategi baru deradikalisasi. Sebab, banyak mantan teroris yang semula telah dideradikalisasi, tetapi kembali melakukan aksi terorisme.
”Selain menyusun strategi baru, Polri juga harus menanamkan moral ideologi yang bersumber pada Pancasila serta memantau ketat narapidana teroris yang telah menjalani hukuman,” kata dia.
Pendekatan kelompok teror yang semakin dekat dengan kehidupan masyarakat tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi negara. Tidak hanya untuk menjamin rasa aman dengan giat menangkap teroris untuk mencegah serangan secara fisik. Negara juga bertanggung jawab untuk terus membangun rasa kebangsaan warga. Sebab, ketika kelompok teror kian menyatu dengan masyarakat, ancaman untuk mengubah dasar negara bisa lebih memengaruhi masyarakat.