Partai Politik, Samaran Baru Kelompok Teroris Jamaah Islamiyah
Partai Dakwah Rakyat Indonesia yang ketua umumnya ditangkap, karena diduga terkait kelompok teroris Jamaah Islamiyah, membantah penangkapan terkait aktivitas partai. Meski demikian, partai memberi pendampingan hukum.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
Pasca-penangkapan amir atau pemimpin tertinggi Jamaah Islamiyah, Para Wijayanto, pada 2019, kelompok teroris ini disebut berupaya untuk menyamarkan kegiatan dalam bentuk partai politik. Direncanakan sejak 2018, partai yang dimaksud berdiri pada 2021.
Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap tiga tersangka terorisme yang terafiliasi dengan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021). Mereka adalah Farid Ahmad Okbah (FAO), Ahmad Zain An-Nazah (AZ), dan Anung Al Hamat (AA).
Berdasarkan penelusuran polisi, FAO dan AZ merupakan anggota Dewan Syuro JI. Tak hanya menjabat sebagai anggota Dewan Syuro JI, FAO dan AZ juga bagian dari Dewan Syariah Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf (LAZ BM ABA), lembaga pendanaan terorisme JI yang sejumlah petingginya telah dibekuk polisi pada awal November.
Adapun AA, tersangka lainnya, merupakan anggota pengawas Perisai Nusantara Esa Tahun 2017. Lembaga tersebut merupakan organisasi sayap JI yang bergerak di bidang advokasi.
Selain menempati sejumlah posisi struktural di JI, dua dari tiga tersangka ini juga merupakan pengurus Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI). FAO sebagai Ketua Umum PDRI, sedangkan AA adalah Wakil Ketua Majelis Syuro PDRI.
Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregars, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (17/11/2021), mengatakan, parpol tersebut diduga terafiliasi dengan JI.
Pendirian PDRI merupakan bagian dari strategi kelompok teror tersebut dalam mempertahankan eksistensinya pasca-penangkapan amir JI Para Wijayanto pada 2019. Melalui institusi ini, JI bermaksud mengubah identitas dan menyamarkan aktivitasnya di tengah masyarakat.
”Dari keterangan yang diperoleh, upaya untuk menyamarkan dan mengganti nama JI dan membentuk wadah baru sebagai cara pergerakan JI muncul setelah amir JI, Para Wijayanto, tertangkap. Mereka mulai membahas ini (pendirian parpol) pada 2018 dan menguat kembali pada sebuah pertemuan tahun 2020,” kata Aswin.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menambahkan, gagasan pendirian parpol untuk melanjutkan eksistensi dan mengamankan organisasi setelah ditangkapnya Para Wijayanto berasal dari FAO. Ide tersebut dia sampaikan kepada Arif Siswanto, anggota JI yang sudah lebih dulu tertangkap, dalam sebuah pertemuan di Islamic Center Bekasi.
”FAO memberikan solusi untuk membuat wadah baru. Adapun partai yang dibentuk oleh FAO dan AZ adalah PDRI,” kata Ramadhan.
Mengacu Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDRI, parpol ini didirikan di Jakarta, 31 Mei 2021. Partai berkedudukan di ibu kota negara dan keberadaannya meliputi seluruh wilayah NKRI, serta di luar negeri jika diperlukan.
Melalui keterangan tertulis, Sekretaris PDRI Yunasdi dan Wakil Ketua Umum PDRI Masri Sitanggang membenarkan Ketua Umum PDRI Farid Ahmad Okbah telah ditangkap aparat kepolisian di kediamannya kemarin. Namun, penangkapan itu tidak terkait dengan aktivitasnya sebagai ketua umum partai.
Saat ini, PDRI tengah mengurus proses perizinan untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Jaringan dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan sebagai syarat administratif untuk mendapatkan legalisasi partai dari Kemenkumham.
Oleh karena itu, kegiatan ketua umum pun disebutnya berkisar pada hal-hal tersebut yang merupakan aktivitas konstitusional dan diperbolehkan oleh hukum di Indonesia. ”Adapun aktivitas lain selain yang disebut di atas merupakan tanggung jawab pribadi Ustaz Farid Ahmad Okbah di luar dari tanggung jawab dan sepengetahuan pengurus PDRI,” tulis mereka.
Partai kini memberikan pendampingan hukum melalui Ketua Bidang Hukum PDRI Syafrudin. PDRI berharap pihak berwenang yang menangkap ketua umumnya dapat menegakkan hukum seadil-adilnya sesuai peraturan yang berlaku dan tidak terpengaruh fitnah yang mendiskreditkan sosok FAO.