Satu Dekade Nasdem, Bergulat Merengkuh Visi Restorasi
Satu dekade perjalanan Partai Nasdem, komitmen memanifestasikan gagasan restorasi tak luruh. Rencana pencarian calon pemimpin negeri melalui konvensi jadi salah satu manifestasi meski tak mudah merealisasikannya.
Dalam peringatan hari ulang tahun ke-10 Partai Nasdem, Kamis (11/11/2021), gagasan restorasi yang digaungkan sejak Nasdem masih berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan kembali digaungkan. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dalam pidatonya meneguhkan komitmen partainya sekaligus mengajak seluruh kader agar konsisten membawa gerakan perubahan untuk merestorasi Indonesia.
Kader diminta membawa gerakan perubahan itu dengan dimulai dari perilaku diri sendiri. Kerja sama dengan seluruh elemen bangsa, tak terkecuali partai politik lain, jadi hal penting lainnya. Begitu pula, menempatkan kepentingan bangsa di atas partai harus jadi pegangan setiap kader. ”Bangsa ini jauh lebih berharga untuk mencapai keberhasilannya dibandingkan keberhasilan partai. Inilah penegasan apa manifestasi dari gerakan perubahan restorasi Indonesia,” ujarnya.
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya saat menghadiri peringatan ulang tahun Nasdem pun turut menggaungkan pentingnya gerakan restorasi. Bangsa ini, menurut dia, harus terus membangun rasa percaya diri, mengubah mental ke arah yang positif dan optimistis, bukan sebaliknya justru bermental inferior. ”Sebagai bangsa pemimpin, jangan sampai kita kehilangan orientasi itu. Dan, itulah yang dinamakan gerakan perubahan. Gerakan restorasi, ya, di situ,” tuturnya.
Gagasan restorasi sudah menjadi pokok perjuangan Nasdem sejak didirikan sebagai organisasi kemasyarakatan pada 1 Februari 2010. Dalam konsep restorasi tersebut, seluruh komponen bangsa diajak untuk kembali ke semangat dasar dari konstitusi. Kala itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Nasdem 2010-2012 Syamsul Mu’arif mencontohkan, sistem ekonomi yang perlu dikembalikan pada semangat yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945 (Kompas, 28 Januari 2011).
Baca Juga: Presiden Jokowi Tidak Ingin Bangsa Indonesia Bermental Inferior
Gagasan restorasi itu pula yang dibawa Nasdem ketika berubah menjadi partai politik setahun berikutnya. Menurut Sekjen Nasdem Johnny Gerard Plate saat ditemui, Rabu (10/11/2021), visi dan misi restorasi Indonesia merupakan ikhtiar merelevansikan ajaran trisakti Presiden Pertama RI Soekarno, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Dalam perjalanan satu dekade sebagai partai, Menteri Komunikasi dan Informatika ini mengklaim, ikhtiar itu telah diwujudkan dalam sejumlah program pemerintah oleh kader Nasdem yang duduk di eksekutif, kebijakan legislasi melalui kader Nasdem di legislatif, dan kebijakan-kebijakan partai.
”Politik tanpa mahar, salah satunya,” ucap Johnny.
Memahami tingginya biaya politik untuk mengikuti pemilihan yang kemudian berujung pada banyaknya pejabat politik di eksekutif ataupun legislatif, dari pusat hingga daerah, terjerat korupsi mendasari Nasdem mengeluarkan kebijakan tersebut. Salah satu implementasinya mengemuka setiap kali pergelaran pemilihan kepala daerah (pilkada). Nasdem mengklaim tak meminta mahar apa pun dari mereka yang mendaftar untuk memperoleh tiket pencalonan dari Nasdem.
Berbasis survei
Selain itu, banyak contoh lain ditunjukkan Johnny. Ketua DPP Nasdem Taufik Basari yang dihubungi terpisah pun turut mencontohkan, yakni kebijakan partai yang diperjuangkan kader Nasdem di eksekutif dan legislatif yang selalu berangkat dari keinginan publik.
Untuk itu, Nasdem kerap menggandeng lembaga survei. Di legislatif, misalnya, ada tiga RUU yang kini fokus diperjuangkan Fraksi Nasdem di DPR yang semuanya berangkat dari keinginan publik. Ketiganya, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
”Kita meminta pendapat publik terkait RUU yang dipandang prioritas. Kemudian kami menjalankan apa yang menjadi keinginan publik itu,” ujar anggota Komisi III DPR ini.
Ketika wacana amendemen UUD 1945 untuk perpanjangan masa jabatan presiden mengemuka, Nasdem pun disebut Taufik melakukan hal yang sama. Menggandeng lembaga survei, keinginan publik coba direkam. Saat hasilnya mayoritas publik menolak, Nasdem bersikap menolak wacana amendemen tersebut. ”Survei-survei ini sepenuhnya biaya dari Nasdem,” ujarnya.
Namun, diakui Jhonny, tak mudah menuangkan gagasan restorasi yang ada. Nasdem harus bisa ”berselancar” di tengah kepentingan partai politik lain dan tak dominannya ”kue” kekuasaan yang dimiliki Nasdem. Di DPR, misalnya, Nasdem hanya memiliki 59 kursi dari total kursi sebanyak 575 kursi. Ia pun tak memungkiri, untuk bisa menuangkan sepenuhnya gagasan restorasi, dibutuhkan dukungan publik lebih besar. Dengan kata lain, Nasdem harus bisa meraih suara lebih besar di pemilu berikutnya.
Dari pemilu ke pemilu
Dua kali mengikuti pemilu sejak berstatus sebagai parpol, Nasdem menunjukkan performa yang baik dalam meyakinkan publik memilihnya. Keikutsertaan pertama kali dalam pemilu, yakni pada Pemilu 2014, Nasdem sudah bisa meraih dukungan dari 8.402.812 pemilih. Nasdem pun memiliki 36 kursi di DPR. Raihan suara Nasdem kembali meningkat pada Pemilu 2019 yang membuat partai ini masuk lima besar partai pemenang Pemilu 2019. Total Nasdem meraih 12.661.792 suara dan 59 kursi di DPR.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada 2014, ada dua faktor yang memengaruhi raihan suara Nasdem. Keduanya adalah sosok Surya Paloh dan penetrasi sejumlah media massa yang dimiliki Surya. Kedua unsur ini tetap menjadi penyokong Nasdem di 2019 ditambah dengan strategi Nasdem merekrut puluhan pesohor untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Baca Juga: Nasdem dalam Genggaman Surya Paloh
Pantauan Litbang Kompas, ada 39 caleg pesohor yang mencalonkan diri dari Nasdem kala itu. Mereka meliputi aktris sinetron, film, penyanyi pop ataupun dangdut, serta pembawa acara televisi. Mereka terutama ditugaskan menggaet suara pemilih di Jawa, yang merupakan wilayah-wilayah ”neraka” karena persaingan ketat dengan nama tenar dari partai lainnya.
Meski akhirnya hanya satu caleg pesohor yang lolos, yakni Muhammad Farhan (Daerah Pemilihan Jawa Barat I), Nasdem berhasil memanen suara banyak dari para pesohor lainnya. Dari lima provinsi di Jawa, misalnya, Nasdem bisa menambah raihan kursi di DPR, dari semula hanya 14 kursi menjadi 21 kursi.
Meski menampik perekrutan pesohor menjadi caleg sebagai strategi khusus partai untuk meningkatkan elektoral, Taufik Basari mengatakan, terbuka kemungkinan hal serupa diulang di 2024.
”Perekrutan mereka itu bagian dari misi restorasi yang ingin memfasilitasi semua orang yang ingin berkontribusi bagi bangsa di dunia politik. Hal ini tak berubah untuk Pemilu 2024. Jadi, bukan merekrut mereka karena kepopuleran dan untuk tujuan meningkatkan suara Nasdem. Kalau justru dikaitkan dengan suara, kehadiran mereka justru tidak signifikan pada suara,” paparnya.
Bukan kepentingan suara yang dituju dari kehadiran para pesohor itu juga ditunjukkan Taufik dengan kiprah para pesohor yang tak berhenti ketika Pemilu 2019 usai. ”Seusai pemilu mereka masih aktif di Nasdem. Mereka sering ikut dalam sejumlah isu yang diperjuangkan partai, misalnya lingkungan hidup, antikekerasan seksual, pemberdayaan perempuan, dan disabilitas,” ujarnya.
Konvensi capres
Misi yang dibawa di balik perekrutan pesohor tersebut serupa dengan rencana konvensi calon pemimpin bangsa yang direncanakan Nasdem. Selain memanifestasikan gagasan restorasi dengan menjadi fasilitator bagi figur-figur yang punya kapasitas dan berkeinginan berkontribusi bagi bangsa, konvensi merupakan ikhtiar Nasdem menjawab kritik publik. Kritik yang menyebut bahwa saat ini politik hanya dikuasai segelintir orang. Segelintir orang itu pula yang menentukan siapa yang bisa maju menjadi calon presiden/calon wakil presiden.
”Maka, kita membuka diri untuk semua figur, dari partai apa pun atau bukan dari partai sekalipun, yang mau maju di Pilpres (Pemilu Presiden) 2024 melalui konvensi,” kata Taufik.
Ketika kemudian dengan strategi konvensi itu Nasdem meraih peningkatan elektabilitas di Pemilu Legislatif 2024, Taufik melihat hal tersebut hanya sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan Nasdem. Sama sekali bukan karena ”kucuran” elektabilitas dari figur-figur yang mengikuti konvensi. ”Karena kita membuka diri, maka itu (raihan suara) konsekuensinya,” ucapnya.
Meski demikian, Johnny ataupun Taufik sama-sama mengatakan, hingga kini konsep dari konvensi masih terus dimatangkan. Bentuknya masih sangat tergantung pada situasi perpolitikan ke depan. Bisa saja Nasdem menggelar konvensi sendiri. Kemudian figur yang memenangi konvensi ”ditawarkan” ke parpol lain agar calon itu bisa memenuhi syarat dukungan parpol untuk maju di pilpres. Bisa juga Nasdem terlebih dulu berkoalisi dengan parpol lain untuk memenuhi syarat dukungan parpol, baru kemudian menggelar konvensi.
Mengacu pada UU Pemilu, untuk maju di pilpres, pasangan capres-cawapres harus didukung minimal 25 persen suara parpol atau gabungan parpol pada pemilu sebelumnya atau minimal 20 persen kursi di DPR. Dengan syarat ini, praktis Nasdem harus berkoalisi dengan parpol lainnya untuk bisa mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024.
”Kita tidak mau hasil konvensi nanti justru mengecewakan, semisal pemenang konvensi justru tidak bisa maju jadi calon di Pilpres 2024. Makanya, kita masih terus matangkan konsepnya dengan mempelajari konvensi-konvensi parpol lain yang pernah digelar di Tanah Air juga praktik konvensi di luar negeri, seperti Amerika Serikat,” tutur Johnny G Plate.
Baca Juga: Partai Nasdem Mendambakan Tuah Konvensi Calon Presiden
Belum terlihat
Sekalipun sejumlah langkah telah diambil untuk mewujudkan gagasan restorasi, peneliti senior pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, justru melihat sebaliknya.
Gagasan restorasi bahkan tak dilihatnya diimplementasikan di internal parpol. Demokrasi, misalnya, tak terlihat dengan pengambilan keputusan masih dipegang oleh segelintir elite Nasdem. Kaderisasi pun dinilainya tak berjalan sehingga Nasdem menarik figur-figur populer di luar partai. Di luar kehidupan parpol, para kader Nasdem yang menjabat di eksekutif ataupun legislatif juga dilihatnya belum menunjukkan kinerja atau gebrakan yang mencerminkan gagasan restorasi.
Agar raihan suara meningkat pada Pemilu 2024, menurut Firman, makna dari restorasi yang diperjuangkan Nasdem perlu disampaikan secara luas dan diimplementasikan secara nyata. Restorasi tidak cukup disampaikan dalam rapat-rapat atau acara-acara partai, tetapi harus masuk dalam agenda kaderisasi dan dijalankan secara sistematis. Nasdem juga perlu memiliki sistem evaluasi untuk mengukur kinerja kadernya dalam menjalankan gagasan restorasi.
Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini adalah masa yang tepat untuk mengimplementasikan visi restorasi kepada seluruh kader Nasdem. Ini karena masih adanya sosok Surya Paloh yang dihormati.