Tim Seleksi KPU-Bawaslu, Independensi, dan Jejaring Afiliasi
Sebagian Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu mempunyai afiliasi dengan organisasi kemasyarakatan dan kelompok tertentu. Meski begitu, tim seleksi berkomitmen akan bekerja secara independen, profesional, dan transparan.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan 11 orang untuk menjadi Tim Seleksi Anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027. Tim seleksi dengan beragam afiliasi organisasi dan rekam jejak masing-masing dihadapkan pada tantangan menjaga independensi dalam memilih para wasit pengawal demokrasi.
Penunjukan Tim Seleksi (Timsel) Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Jumat (8/10/2021). Keppres ini ditandatangani tiga hari sebelum batas maksimal penetapan, yakni enam bulan sebelum masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 berakhir.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memang mengatur, timsel harus sudah terbentuk paling lambat enam bulan sebelum masa keanggotaan KPU dan Bawaslu berakhir. Karena masa jabatan KPU-Bawaslu periode ini berakhir 11 April 2022, timsel yang bertugas untuk membantu Presiden menyeleksi calon anggota KPU-Bawaslu paling lambat dibentuk pada 11 Oktober 2021.
Presiden menunjuk Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro sebagai Ketua Timsel KPU-Bawaslu. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Chandra M Hamzah sebagai wakil ketua serta Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar selaku sekretaris.
Adapun anggota lainnya ialah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej; pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman; Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk; dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Endang Sulastri. Selain itu, ada mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna; Ketua Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Abdul Ghaffar Rozin; mantan anggota Timsel KPU-Bawaslu periode 2017-2022, Betti Alisjahbana; serta komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti.
Dari 11 nama tersebut, ada tujuh nama yang dipilih Presiden dengan tidak mengacu pada usulan dari Kemendagri yang diserahkan ke Presiden, 4 Oktober 2021. Mereka ialah Juri, Chandra, Eddy, Palguna, Rozin, Betti, dan Poengky. Empat nama lainnya tertera di usulan Kemendagri, yakni Bahtiar, Airlangga, Hamdi, dan Endang.
Afiliasi politik dan kelompok
Berdasarkan penelusuran Kompas, sebagian nama timsel terafiliasi terhadap organisasi kemasyarakatan tertentu, bahkan pernah menjadi anggota tim sukses dalam Pilpres 2019. Juri, misalnya, saat ini menduduki beberapa jabatan. Selain menjadi Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) yang membidangi informasi dan komunikasi, ia merupakan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.
Di bidang organisasi, Juri pernah menjadi anggota Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020, serta menjabat Koordinator Nasional Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI).
Baca juga : Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu Janji Bekerja Independen
Pengalamannya di bidang kepemiluan memang tak diragukan lagi. Pendiri Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) itu mengawali karier sebagai Sekretaris Jenderal KIPP 1996-2003. Ia kemudian terpilih sebagai anggota KPU Provinsi DKI Jakarta periode 2008-2013. Di tengah jalan, Juri lolos seleksi anggota KPU RI periode 2012-2017. Bahkan, pada 2016, ia dipilih menjadi Ketua KPU RI menggantikan Husni Kamil Manik yang meninggal.
Selepas dari KPU RI, Juri masuk dalam politik praktis dengan menjadi angota tim sukses Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019. Selepas kemenangan Jokowi di pilpres, Juri ditunjuk sebagai Deputi IV KSP hingga sekarang.
Selain Juri, anggota Timsel KPU-Bawaslu yang pernah menjadi bagian dari Istana ialah Rozin. Ia merupakan mantan staf khusus Presiden Jokowi periode lalu yang dilantik pada 14 Mei 2018. Lalu, Rozin juga aktif di kepengurusan NU.
Anggota timsel lainnya, Chandra dan Airlangga, pernah menjadi bagian dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Adapun Bahtiar merupakan Ketua Umum Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) periode 2021-2026.
Meski sebagian anggota timsel memiliki afiliasi terhadap kelompok tertentu, Juri menegaskan, seluruh anggota berkomitmen untuk independen, profesional, terbuka, dan transparan. Publik diminta terus mengawasi proses seleksi agar independensi tim seleksi tetap terjaga.
Begitu pula Betti. Dia memastikan semua anggota timsel akan membentengi diri sehingga tidak jatuh pada kepentingan politik atau kepentingan apa pun. Menurut dia, integritas merupakan hal yang prioritas bagi semua anggota timsel.
”Kami pasti bikin kesepakatan soal pakta integritas. Itu menjadi bagian yang tak terpisahkan. Itu harus,” katanya.
Tak hanya timsel, bahkan dalam jumpa pers Selasa (12/10/2021), tepatnya seusai bertemu dengan anggota timsel, Mendagri Tito Karnavian juga meminta publik agar tak meragukan independensi dan integritas kesebelas anggota timsel. Sebab, menurut dia, mereka sudah sangat berpengalaman dalam proses seleksi, seperti Hamdi dan Chandra. Apalagi, beberapa di antaranya juga mantan komisioner KPU, seperti Juri.
”Beliau-beliau ini orang jagoan semua, lebih hebat daripada saya. Jadi, beliau-beliau ini sudah kuat dengan tekanan kanan-kiri. Yang penting, (mereka) sudah dikasih kepercayaan. Kita lihat ke depan. Kita awasi bersama-sama,” ucap Tito.
Baca juga : Mendagri: Dibutuhkan Penyelenggara Pemilu yang Tangguh dan Inovatif
Namun, dalam kesempatan yang sama, Tito justru sudah memberikan standar bagi calon anggota KPU dan Bawaslu yang harus dipilih timsel. Ia menilai, calon komisioner penyelenggara pemilu nanti setidaknya kuat di bawah tekanan serta mampu membuat terobosan-terobosan yang kreatif. Ini mengingat beban kerja yang sangat berat menjelang Pemilu 2024.
Beliau-beliau ini orang jagoan semua, lebih hebat daripada saya. Jadi, beliau-beliau ini sudah kuat dengan tekanan kanan-kiri. Yang penting, (mereka) sudah dikasih kepercayaan. Kita lihat ke depan. Kita awasi bersama-sama.
Selain itu, lanjut Tito, kriteria lain yang dibutuhkan dari penyelenggara pemilu kelak adalah sosok yang bisa bekerja tim (teamwork) dan bekerja sama dengan instansi lain. Sebab, tak dimungkiri, KPU ke depan akan bekerja sama dengan instansi lain. Misal, pelibatan TNI-Polri dalam hal pengamanan, lalu para kepala daerah berkaitan dengan anggaran. Belum lagi KPU juga harus mampu berkoordinasi dengan pemerintah pusat jika membutuhkan tambahan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kritik publik
Penetapan 11 nama Timsel KPU-Bawaslu itu mendapatkan sejumlah catatan dari publik, salah satunya dari koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang terdiri dari Indonesian Parliamentary Center (IPC), Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Indonesia, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit).
Koalisi menyayangkan beberapa anggota tim seleksi yang memiliki afiliasi langsung dengan organisasi kemasyarakatan atau kelompok tertentu. Mereka berpandangan, Timsel KPU-Bawaslu seharusnya lebih banyak diisi orang-orang yang memiliki latar belakang kepemiluan.
”Terdapat beberapa anggota tim seleksi yang memiliki afiliasi langsung dengan organisasi masyarakat atau kelompok tertentu dan seharusnya lebih banyak yang memiliki latar belakang kepemiluan,” ujar peneliti Kode Inisiatif, Ihsan Maulana.
Bahkan, secara khusus, koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 juga mengkritisi penunjukan Juri sebagai Ketua Timsel KPU-Bawaslu oleh Presiden. Meski Juri memiliki rekam jejak teruji dalam kepemiluan, dia merupakan mantan anggota tim sukses Jokowi-Amin pada Pilpres 2019.
”Hal ini sangat disayangkan karena ketua tim seleksi bukan berasal dari unsur masyarakat atau akademisi,” kata Ihsan.
Dari latar belakang unsur, semestinya mengacu pada Pasal 22 Ayat (3) UU Pemilu yang mensyaratkan komposisi tim seleksi KPU dan Bawaslu berasal dari perwakilan unsur pemerintah sebanyak tiga orang, perwakilan unsur masyarakat empat orang, dan perwakilan unsur akademisi empat orang. Namun, Keppres No 120/P Tahun 2021 tidak memberikan penjelasan secara rinci dan terbuka mengenai latar belakang 11 anggota tim seleksi tersebut yang mewakili masing-masing unsur.
Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menilai, wakil dari unsur pemerintah lebih dari tiga orang. Sebab, Kompolnas dinilai merupakan lembaga yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Dengan demikian, unsur pemerintah berasal dari KSP, Kemendagri, Kemenkumham, dan Kompolnas.
”Padahal, UU Pemilu hanya mengatur tiga unsur. Ini yang mestinya harus dijelaskan oleh pemerintah soal siapa saja perwakilan unsur-unsur dalam timsel tersebut, bagaimana komposisinya,” katanya.
Atas kondisi itu, koalisi meminta agar seluruh anggota timsel mampu menjaga netralitas, mengedepankan independensi, serta menghindari adanya konflik kepentingan. Dalam proses menjaring nama, mereka harus menanggalkan semua indentitas di belakangnya. Timsel juga mesti membuka ruang partisipasi masyarakat seluas-luasnya untuk memberikan catatan serta masukan dalam proses seleksi KPU dan Bawaslu. Dengan begitu, komisioner yang terpilih nanti juga bisa berkualitas dan mendapatkan kepercayaan publik.