DPR Dorong Efektivitas Anggaran dan Tahapan
Anggaran Pemilu 2024, yang dilakukan serentak, diproyeksikan mencapai Rp 150 triliun. Dengan anggaran sebesar itu, diharapkan penyelenggaraan Pemilu 2024 pun lebih berkualitas dibandingkan pemilu sebelumnya.
JAKARTA, KOMPAS — Sampai saat ini belum ada kepastian anggaran untuk penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024 pada tahun 2022. Namun, untuk memastikan efektivitas dan efisiensi anggaran, penyelenggara pemilu dapat memulai memangkas tahapan yang telah menjadi kegiatan rutin sehingga ada beberapa pekerjaan yang bisa dikerjakan dengan anggaran yang ada. Kendati demikian, komitmen pemerintah untuk menyiapkan anggaran Pemilu 2024 akan sangat menentukan kelancaran tahapan Pemilu 2024 yang direncanakan.
Dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dan penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan pemerintah, Senin (6/9/2021) di Jakarta, terungkap belum adanya kepastian alokasi anggaran untuk tahapan Pemilu 2024 untuk kegiatan yang seharusnya dimulai pada 2022. Sementara tahapan Pemilu 2024 yang rencananya berjalan selama 25 bulan juga belum diputuskan dalam rapat tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pada 2022, KPU merancang tahapan pertama ialah penelitian dan perbaikan administrasi serta verifikasi kepengurusan partai politik pada 15 Agustus 2022-13 September 2022, atau selama 30 hari. Selanjutnya, verifikasi faktual parpol tingkat provinsi, kabupaten/kota pada 14 Oktober-5 Desember 2022 atau selama 53 hari. Masih di 2022, ada tahapan pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) pada 21 November 2022-20 Februari 2023, atau selama 92 hari.
Baca juga : Mendagri Absen Rapat, Desain Pemilu dan Pilkada 2024 Urung Diputuskan
Sisa tahapan lainnya akan dilakukan pada 2023 dan 2024, yaitu pemutakhiran data pemilih selama 30 hari (19 Februari-20 Maret 2023); kampanye dan laporan dana kampanye selama 120 hari (21 Oktober 2023-17 Februari 2024); dan pemungutan suara pada 21 Februari 2024.
Adapun masa kerja PPK, PPS untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) ialah sepanjang 12 Mei 2024-19 Januari 2025 (6 bulan sebelum dan 2 bulan setelah pilkada); durasi pencalonan kepala daerah selama 18 hari; durasi masa kampanye calon kepala daerah selama 60 hari (25 September-23 November 2024).
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, rancangan jadwal tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 itu disusun oleh KPU sesuai dengan hasil rapat koordinasi Tim Bersama Desain Pemilu dan Pemilihan antara Komisi II DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu, yang dilakukan pada 10-12 Juni 2021. Satu perubahan kunci ialah jika sebelumnya KPU mengusulkan waktu pemungutan suara Pemilu 2024 ialah 28 Februari 2021, dalam rancangan jadwal yang baru, KPU memajukannya menjadi 21 Februari 2021.
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, rancangan jadwal tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 itu disusun oleh KPU sesuai dengan hasil rapat koordinasi Tim Bersama Desain Pemilu dan Pemilihan antara Komisi II DPR, pemerintah dan penyelenggara pemilu, yang dilakukan pada 10-12 Juni 2021.
Ilham menjelaskan, pemajuan jadwal pemungutan suara itu dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, memberikan waktu yang memadai antara penyelesaian sengketa hasil pemilu dan penetapan hasil pemilu dengan jadwal pencalonan pilkada, mengingat salah satu syarat pencalonan pilkada ialah hasil Pemilu tahun 2024, yakni dengan menghitung jumlah suara atau jumlah kursi di DPRD. Kedua, memperhatikan beban kerja badan ad hoc pada tahapan pemilu yang beririsan dengan tahapan pilkada.
”Ketiga, agar hari pemungutan suara tidak bertepatan pada kegiatan keagamaan (Ramadhan), rekapitulasi penghitungan suara tidak bertepatan dengan hari raya keagamaan (Idul Fitri),” ujarnya.
Anggaran Rp 150 triliun
Namun, dalam paparan mengenai tahapan pemilu itu, KPU belum menyertakan alokasi anggaran. Rapat juga belum bisa memutuskan soal alokasi anggaran itu karena perwakilan pemerintah, yakni Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, tidak menghadiri rapat kerja tersebut. Di awal rapat, pimpinan rapat, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyebutkan, Tito ditugasi Presiden Joko Widodo ke Papua untuk mengecek persiapan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX, memonitor penanganan Covid-19 di Papua, serta menampung aspirasi penyusunan peraturan pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Papua.
Baca juga : KPU Siapkan 33 Peraturan Teknis Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024
Dengan alasan yang sama, rapat juga belum bisa memberikan persetujuan terhadap jadwal pemilu yang dipaparkan oleh KPU. Rapat akan dilanjutkan pada 16 September untuk memutuskan rancangan jadwal berikut alokasi anggarannya. ”Hari ini karena Menteri Dalam Negeri tidak bisa hadir secara langsung, kita akan bahas atau kita ambil keputusan nanti pada 16 September,” kata Doli.
Ilham berharap, tahapan pemilu dan pilkada segera diputuskan, terutama tanggal pemungutan suara. Sebab, penentuan tanggal pemungutan suara sangat penting untuk mempersiapkan segala sesuatu, terutama tahapan program, jadwal, dan pembuatan Peraturan KPU (PKPU).
”Kalau disepakati 16 September, kami perlu mempertimbangkan beberapa hal dan kita akan diskusikan pleno internal kami,” ucapnya.
Meskipun demikian, lanjut Ilham, KPU akan segera memproses beberapa PKPU, terutama PKPU tentang tahapan, dan program untuk diuji publik sebelum disampaikan ke Komisi II DPR. Dengan segera diputuskannya tahapan, kepastian terhadap anggaran bisa lebih jelas.
KPU akan segera memproses beberapa PKPU, terutama PKPU tentang tahapan, dan program untuk diuji publik sebelum disampaikan ke Komisi II DPR. Dengan segera diputuskannya tahapan, kepastian terhadap anggaran bisa lebih jelas.
Senada dengan Ilham, Ketua DKPP Muhammad juga mendorong penetapan jadwal dan tahapan Pemilu 2024 segera diputuskan. Semakin cepat jadwal diputuskan, penyelenggara punya lebih banyak waktu untuk mempersiapkan Pemilu dan Pilkada 2024.
Menyangkut proyeksi anggaran untuk membiayai tahapan Pemilu 2024 yang diadakan serentak, Doli memperkirakan dibutuhkan Rp 150 triliun. Anggaran itu sangat besar, oleh karena itu, penyelenggaraan pemilu kali ini diharapkan jauh lebih berkualitas daripada pemilu sebelumnya. Kendati disadari oleh DPR, Pemilu 2024 akan jauh lebih kompleks daripada pemilu sebelumnya. Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama yang menyerentakan penyelenggaraan pemilu presiden dan pemilu legislastif dengan pilkada.
”Kalau dihitung-hitung memang biaya Pemilu 2024 itu mahal sekali. Saya prediksikan Rp 150 triliun. Nah ini penting, karena biaya mahal, harus dikonversi dengan komitmen kita semua agar membuat Pemilu 2024 jauh lebih berkualitas daripada pemilu sebelumnya. Ini karena mahalnya biaya yang ditanggung oleh kita semua,” katan Doli.
Baca juga : Pemilu 2024 Dapat Dijadikan Momentum Uji Coba Sirekap
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, untuk efisiensi anggaran dan efektivitas tahapan, KPU sebenarnya sudah mulai bisa bekerja dengan menggunakan anggaran yang ada saat ini. Misalnya, pada tahapan pemutakhiran data pemilih, sebenarnya itu telah menjadi pekerjaan rutin KPU, baik ada pemilu maupun tidak. Dengan demikian, untuk efisiensi tahapan, KPU bisa memanfaatkan pemutakhiran data pemilih yang telah dilakukan lembaga itu setiap bulan. Artinya, KPU tidak perlu terlalu bergantung pada anggaran untuk memulai tahapan ini, sebab tahapan itu telah menjadi pekerjaan rutin.
”Tidak perlu juga harus melakukan pencocokan dan penelitian lagi mulai dari nol dari rumah ke rumah untuk memutakhirkan data, sebab setiap bulan itu sudah dilakukan oleh KPU. Tinggal nanti sinergi dibangun dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk tahapan itu,” katanya.
Efektivitas waktu tahapan, menurut Khoirunnisa, juga dapat mengatasi jadwal tahapan yang bersisipan atau berbentrokan antara jadwal pemilu dan pilkada. Berdasarkan laporan Ketua Bawaslu Abhan, sepanjang November 2023-Januari 2024 ada tahapan yang beririsan antara tahapan pemilu dan tahapan pilkada.
Sementara itu, peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan mengatakan, kepastian anggaran diperlukan untuk memastikan tahapan itu dapat berjalan dengan baik. Idealnya, ada pagu anggaran yang ditetapkan sejak awal dengan melihat rancangan penjadwalan dan tahapan yang diusulkan oleh penyelenggara pemilu. Dengan melihat rancangan jadwal yang diusulkan oleh KPU, praktis maksimal ada tiga bulan tersisa bagi pemerintah untuk menyesuaikan penyiapan kebutuhan anggaran Pemilu 2024.
Desain keserentakan
Komisi II DPR juga menggarisbawahi mengenai desain keserentakan pemilu bukan hanya soal penyelenggaraan pemilihan atau pemilu, melainkan juga menyangkut keserentakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arif Wibowo, mengatakan, sekalipun UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan penyelenggaraan pilkada pada November 2024. Namun, KPU dapat mengusulkan perubahan untuk menjamin adanya keselarasan antara masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada 2020, yang habis pada 2024, dengan mulainya masa jabatan kepala daerah baru hasil Pemilu 2024.
Sesuai dengan UU Pilkada Pasal 201 Ayat 7, kepala daerah yang terpilih dari Pilkada 2020 hanya menjabat empat tahun karena pada 2024 digelar pemilu serentak. Dengan menjadwalkan lebih awal pilkada, jarak antara berakhirnya masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 dan masa pelantikan kepala daerah hasil Pemilu 2024 tidak akan terlalu lama.
KPU dapat mengusulkan perubahan untuk menjamin adanya keselarasan antara masa jabatan kepala daerah yang terpilih pada 2020, yang habis pada 2024, dengan mulainya masa jabatan kepala daerah baru hasil Pemilu 2024.
”Ini untuk menata sistem, terutama satu di antaranya yang terpenting ialah integrasi rencana dan pelaksanaan pembangunan kita dari pusat ke daerah dalam rangka NKRI,” ungkapnya.
Untuk penyesuaian jadwal dan ketentuan lain yang memudahkan penyelenggara dalam membuat terobosan dalam pemilu serentak, menurut Arif, bisa saja dilakukan perubahan terbatas terhadap norma UU Pemilu dan UU Pilkada. Hal itu juga bisa dikomunikasikan dengan pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah pengganti UU (perppu). Kemungkinan itu akan dibahas di dalam raker selanjutnya, 16 September 2021.