Apa Kabar Pemindahan Ibu Kota Negara?
Pembangunan infrastruktur untuk menopang ibu kota negara baru di Kalimantan Timur terus dilakukan. Sementara itu, landasan hukum pemindahan ibu kota negara belum juga diserahkan pemerintah ke DPR.
Rencana pembangunan ibu kota negara atau IKN baru kembali didengungkan ketika Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Kalimantan Timur. Seusai meninjau pelaksanaan vaksinasi dan meresmikan jalan tol, rombongan Presiden Jokowi mengamati langsung sodetan akses jalan menuju bakal IKN yang berlokasi di Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Km 14.
Tiba di lokasi pukul 15.33 WITA, Selasa (24/8/2021), Presiden Jokowi didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Ketiganya tampak berdiskusi seraya melihat peta dan meninjau suasana sekitar lokasi sodetan akses jalan dengan menggunakan teropong.
Selain papan warna biru dengan huruf putih bertuliskan ”Rencana ke Arah IKN” tak banyak pemandangan yang bisa disaksikan. Dalam video yang ditayangkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Presiden Jokowi tampak berdiri di atas karpet merah sembari meneropong ke arah hamparan hijau ilalang yang memang menjadi pemandangan umum yang biasa dijumpai di pinggiran jalan tol.
Sebuah papan informasi yang tidak permanen tampak dipasang berisi informasi singkat jaringan jalan pendukung IKN yang dibuat Kementerian PUPR. ”Ya, kita melihat lebih detail lagi, karena untuk membangun ibu kota baru yang paling penting adalah infrastruktur menuju ke sana dulu untuk nanti membawa logistik,” ujar Presiden di lokasi.
Baca juga: Ibu Kota Baru Indonesia: Kilas Balik, Regulasi, Tahapan Persiapan, Pembiayaan, dan Dampak Ekonomi
Presiden Jokowi menyebut sudah berdiskusi dengan Menhan Prabowo dan Menteri PUPR Basuki untuk melihat secara detail mengenai kira-kira di mana nanti lokasi pelabuhan hingga di mana nanti lokasi bandara udara. ”Artinya apa? Agenda ibu kota baru ini tetap dalam rencana, ya,” tambahnya.
Prabowo pun segera melontarkan dukungan dan berkomentar bahwa lokasi bakal IKN ini tergolong strategis. Menurutnya, harus ada keberanian untuk memindahkan ibu kota serta memisahkan pusat pemerintahan dari pusat ekonomi.
”Saya kira ini, saya sangat mendukung. Saya menyarankan ke Presiden, sudah, bahwa kita harus teruskan, Pak. Saran saya begitu. Dan Menteri PUPR juga sudah meyakinkan bahwa ini memang persiapannya sudah sangat matang,” kata Prabowo.
Landasan hukum
Rencana pembangunan bakal ibu kota negara ini justru menumbuhkan kekhawatiran bagi sebagian kalangan, termasuk yang terlontar dari Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari. Kegelisahan ini terutama muncul karena belum adanya landasan hukum yang kuat menuju pemindahan ibu kota negara.
Selama ini, undang-undang yang mengatur DKI Jakarta sebagai ibu kota negara adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI. Terkait rencana untuk membuat ibu kota yang baru, Feri menegaskan, UU No 29/2007 harus direvisi.
”Landasan hukumnya harus ada, kita khawatir pembangunan besar-besaran yang ada di Kalimantan itu nantinya hanya berujung kepada pembangunan besar-besaran tanpa ada peruntukan yang jelas. Jadi, menurut saya memang sejauh ini hanya proyek, tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” ujar Feri saat dihubungi pada Kamis (26/8/2021).
Dengan kepastian landasan hukum seperti UU, akan ada jaminan bahwa seluruh proyek yang dihadirkan di bakal calon ibu kota negara itu ujungnya memang diperuntukkan sebagai ibu kota negara yang baru. ”Tanpa UU, bagi saya agak mengkhawatirkan karena ini pengadaan barang dan jasa yang luar biasa besar kalau tanpa ada landasan hukum tentu saja nanti di kemudian hari ada hal-hal yang kalau tidak sesuai dengan peruntukan tidak bisa dihindari. Kan, tinggal ngomong ini, kan, tidak jadi ibu kota,” tambahnya.
Sebagai negara hukum, upaya mengubah sebuah ibu kota negara harus disepakati dalam pembentukan UU. Apalagi, UU pemindahan ibu kota itu juga akan membutuhkan revisi undang-undang yang lain yang menyebut Jakarta sebagai ibu kota negara.
”Yang mengkhawatirkan ini, tindakan sendiri-sendiri, pokoknya ini dilakukan dulu, UU diurus belakangan. Ini problem. Saya khawatir ini bicara deal kepentingan politik. Kalau buat UU, tentu harus ada kesepakatan Presiden dan DPR untuk mewujudkan UU itu. Sejauh ini, Presiden tidak membangun kesepakatan apa-apa. Lakukan saja, pertanggungjawabannya bisa sangat fleksibel pula ke depan hari,” ujar Feri.
Jika UU sudah dibuat, DPR dan DPD akan punya hak untuk mengawasi proses pemindahan ibu kota. Selain itu, UU memberi jaminan bahwa pemindahan ibu kota negara akan tetap berkesinambungan ketika periode pemerintahan Presiden Jokowi sudah selesai.
”Pengalaman pertama ini betul-betul harus ekstrahati-hati. Mestinya harus ada payung hukumnya supaya tidak business as usual, tidak bicara kepentingan politik dikedepankan, ada ruang bagi kepentingan publik,” kata Feri.
Pembuatan UU, menurut Feri, tidak akan terlalu banyak kendala. Apalagi, koalisi parpol pendukung pemerintahan Presiden Jokowi, yaitu PDI-P, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, dan PPP, mendominasi parlemen. ”Jangan hanya bicara proyek semata, belum gagasan tata kelola pemerintahan, tata kelola negara yang baik. Sebab, yang dipindahkan tidak hanya bangunan, tapi juga tata kelola pemerintahannya,” tambahnya.
Baca juga: Kami Senang Ibu Kota Pindah, tapi Enggak Mau Terlalu Heboh
Feri juga mempertanyakan belum adanya naskah akademik berupa hasil penelitian atau pengkajian hukum terhadap ibu kota negara baru. Hadirnya landasan hukum sekaligus mempertegas bahwa pemindahan ibu kota adalah benar-benar persoalan serius.
”Sampai sejauh ini kan kita tidak pernah membaca apa isi gagasan atau naskah akademik soal pemindahan ibu kota baru ini. Ini, kan, baru isi kepala Presiden,” ujar Feri.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti Radian Syam sepakat undang-undang mengenai IKN yang baru sangat penting untuk disiapkan terlebih dahulu. Sebab, pembangunan IKN maupun infrastruktur pendukungnya akan berdampak pada keuangan negara. ”Tanpa undang-undang, pemerintah tak dapat melangkah jauh,” katanya, Kamis (26/8/2021).
Kendati demikian, diingatkan pula penyiapan RUU IKN semestinya tidak dilakukan terburu-buru, apalagi dipaksakan. Pengaturan yang komprehensif sangat menentukan untuk pemindahan obyek vital seperti ibu kota negara. Selain itu, perlu disiapkan juga aturan pelaksana seperti peraturan pemerintah setelah RUU IKN disahkan.
Sejauh ini, menurut Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman, pembahasan RUU termasuk harmonisasi aturan yang ditangani Bappenas sudah selesai. ”Mungkin Presiden menunggu waktu yang baik kapan menyerahkan draf RUU itu,” tuturnya.
DPR bersama pemerintah sudah memasukkan RUU IKN ke dalam Program Legislasi Nasional tahun 2021 ini. Namun, pembahasan tetap menunggu Surat Presiden yang mengantarkan naskah RUU tersebut ke DPR.
Kegiatan pembangunan secara fisik di lokasi IKN memang belum ada. ”Baru penetapan titik nol IKN dan masterplan yang sudah ada di Bappenas,” tambah Fadjroel.
Selain itu, pembangunan yang dikerjakan lebih pada infrastruktur dasar, seperti jalan tol, jembatan, dan jalan akses. Jalan Tol Balikpapan-Samarinda yang baru diresmikan Presiden Jokowi, Selasa kemarin, maupun Jembatan Balang akan mempermudah pengangkutan logistik ke IKN. Adapun sodetan yang ditinjau Presiden Jokowi di KM 14 Tol Balikpapan-Samarinda akan menjadi jalan akses menuju IKN.
Pemerataan
Persiapan pemindahan IKN juga diharapkan mendorong pemerataan pembangunan khususnya kawasan timur Indonesia. Wakil Ketua Umum Bidang Agraria, Tata Ruang, dan Kawasan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sanny Iskandar menilai, pemerataan pembangunan tidak dapat dipicu hanya dengan pemindahan IKN.
”Terkait pemerataan pembangunan tidak hanya dengan trigger pemindahan IKN, (tetapi) harus juga dipacu dengan mendistribusikan lebih banyak lagi pusat pertumbuhan baru dan peluang ekonomi di luar Jawa, khususnya wilayah timur Indonesia,” kata Sanny ketika dimintai pandangan, Kamis.
Ditanya terkait urgensi rencana pemindahan IKN, Sanny berpendapat bahwa kebijakan pemindahan IKN harus betul-betul dianalisis terlebih dahulu. Estimasi dampaknya terhadap kinerja ekonomi regional maupun nasional mesti dilakukan sebelum pemindahan IKN direalisasikan.
”Apabila mempunyai dampak yang kurang signifikan dalam jangka pendek maupun panjang, untuk kinerja ekonomi makro maupun industri di regional maupun nasional, sebaiknya perlu dilakukan pendalaman studi atau kajian kembali rencana tersebut,” kata Sanny.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menuturkan, dampak positif paling besar yang diharapkan dari pemindahan IKN ke Kalimantan Timur adalah di sisi pemerataan pembangunan secara regional. Hal ini karena selama 76 tahun Indonesia merdeka, termasuk dalam 21 tahun terakhir desentralisasi, upaya memeratakan pembangunan ke luar Jawa, apalagi Indonesia timur, belum signifikan.
”Hal ini dapat dilihat dari kue pembangunan yang 58 persen masih berada di Jawa tidak banyak berubah dibandingkan dengan tahun awal desentralisasi setelah krisis moneter. Padahal, sudah dilakukan desentralisasi walaupun desentralisasi fiskal dalam arti desentralisasi pendapatan masih belum (dilakukan),” kata Faisal.
Hal yang jelas, upaya mendorong desentralisasi yang dimaksudkan untuk mendorong pemerataan secara regional dan mempercepat pembangunan kawasan timur Indonesia tidak banyak memunculkan perubahan dari sisi pergeseran porsi produk domestik bruto (PDB) antara Jawa dan luar Jawa, antara kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia.
Artinya, lanjut Faisal, dengan cara-cara yang sudah ada, business as usual, dengan program desentralisasi yang sudah berlangsung 21 tahun, tidak mempan untuk mencapai hal tersebut.
”Artinya, perlu ada cara lain yang lebih efektif. Dan, saya rasa, dengan memindahkan sebagian ’gula’ yang ada di Pulau Jawa ke luar Jawa (adalah) salah satu jalan yang bisa mempercepat pemerataan pembangunan ke luar Jawa, terutama ke Indonesia timur. Tetapi, dengan biaya yang sangat besar sekali,” kata Faisal.
Faisal menuturkan, dukungan biaya yang dibutuhkan tersebut bukan semata secara finansial, tetapi juga nonfinansial termasuk di antaranya biaya politik, sosial, dan mungkin juga lingkungan yang perlu diantisipasi.
Dampak positif yang paling diharapkan dari pemindahan IKN adalah ada percepatan pemerataan pembangunan Jawa dan luar Jawa.
”(Hal) yang kedua adalah dampak dalam artian meningkatkan daya saing ibu kota lama. Jakarta sebagai ibu kota existing saat ini dihadapkan pada berbagai macam permasalahan kota. Konsentrasi penduduk, konsentrasi pusat bisnis, dan lain-lain akhirnya berdampak buruk, ekternalitas terhadap banjir, polusi udara, air dan sebagainya sehingga mengurangi daya saing Jakarta sebagai sebuah kota. Apalagi, kalau kita bicara global city dengan kota-kota yang lain,” kata Faisal.
Baca juga: Imaji Kota Hijau di Ibu Kota Negara Baru
Terkait urgensi, Faisal menuturkan bahwa pemindahan IKN adalah dalam konteks jangka menengah panjang.
”Kalau dikatakan (soal) urgensi, ya jelas (pemindahan IKN) akan tidak lebih urgen dibandingkan dengan mengatasi pandemi pada saat sekarang. Permasalahan ekonomi, masyarakat, dan pembiayaan pemerintah lewat APBN yang sedang mengalami tekanan jelas jauh lebih mendesak, yang harus diatasi. Ini dulu yang jadi fokus prioritas dan baru kemudian berbicara pemerataan yang itu sebetulnya masalah dalam kondisi normal,” katanya.