Berkas perkara delapan tersangka kasus dugaan korupsi PT Asabri telah dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat. Penanganan perkara korupsi yang menimbulkan kerugian negara Rp 22,78 triliun itu segera berlanjut ke persidangan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan perkara dugaan korupsi pengelolaan dan dana investasi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero) memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Jakarta Timur telah melimpahkan berkas perkara delapan dari sembilan tersangka perkara itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (12/8/2021). Sementara proses hukum terhadap satu tersangka dihentikan karena telah meninggal.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat konferensi pers secara virtual, Kamis petang, mengatakan, pelimpahan berkas perkara delapan tersangka dilakukan dengan acara pemeriksaan biasa. ”Pelimpahan tersebut disertai delapan surat dakwaan dan berkas perkaranya," katanya.
Pada awalnya, lanjut Leonard, penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung telah melimpahkan sembilan tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri kepada penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. Namun, pada 31 Juli, tersangka IWS selaku Kepala Divisi Investasi PT Asabri (Persero) periode Juli 2012-Januari 2017 meninggal.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur kemudian mengeluarkan surat ketetapan penghentian penuntutan atau SKPP pada 12 Agustus. SKPP itu berisi tentang penghentian penuntutan perkara pidana atas nama tersangka IWS. Benda sitaan atau barang bukti yang diambil dari IWS dipergunakan untuk perkara dengan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dana investasi PT Asabri.
Dengan demikian, hanya delapan tersangka yang prosesnya berlanjut ke persidangan. Mereka adalah ARD selaku Direktur Utama PT Asabri (Persero) periode 2011-Maret 2016, SW selaku Dirut PT Asabri (Persero) periode Maret 2016-Juli 2020, BE selaku Direktur Keuangan PT Asabri (Persero) periode Oktober 2008-Juni 2014 dan HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013-2014 dan 2015-2019.
Kemudian LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan, BTS selaku Direktur PT Hanson Internasional, HH selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra, serta JS selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation.
Delapan tersangka didakwa dengan dakwaan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Mereka telah bersama-sama melawan hukum melakukan korupsi hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara. Mereka pun terancam dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Namun, khusus kepada dua tersangka JS dan BTS, didakwakan pula secara kumulatif dengan tindak pidana pencucian uang, seperti diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang subsider Pasal 4 UU 8/2010.
Berdasarkan investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri itu mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp 22,78 triliun. Nilai kerugian negara dalam kasus korupsi PT Asabri itu lebih besar dibandingkan dengan kerugian akibat kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang senilai Rp 16,8 triliun.
Hal yang juga penting dalam kasus tersebut adalah pemulihan kerugian negara.
Menurut Ketua BPK Agung Firman Sampurna, jika ditemukan kerugian negara, dapat disimpulkan ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka. BPK juga menyimpulkan ada kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri tahun 2012-2019.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berpandangan, jika saat persidangan ataupun di luar persidangan terdapat pihak-pihak lain yang diduga juga terlibat, penyidik diharapkan memprosesnya. Sebagaimana dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), tidak tertutup kemungkinan tersangkanya adalah perusahaan atau korporasi.
Menurut dia, hal yang juga penting dalam kasus tersebut adalah pemulihan kerugian negara. Dengan potensi kerugian mencapai Rp 22,78 triliun, sementara aset yang disita senilai Rp 10,5 triliun, masih terdapat kekurangan yang cukup besar. Hal itu diharapkan menjadi perhatian penyidik.
”Jadi, memang harus ada penambahan tersangka, khususnya dari pihak korporasi, dalam rangka pemulihan kerugian negara. Juga saya minta agar dugaan pencucian uang, terutama yang dianggap menerima dan memanfaatkan uang, terutama dari swasta, juga diproses,” kata Boyamin.