Kecurangan pada Pengelolaan Dana Asabri Rugikan Negara Rp 22,78 Triliun
Ditemukan adanya kecurangan dalam pengelolaan dana PT Asabri yang menyebabkan negara alami kerugian hingga Rp 22,7 triliun. Kerugian ini lebih besar daripada korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya senilai Rp 16 triliun.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK telah selesai menginvestigasi dan menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri Persero tahun 2012-2019. BPK menemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi itu senilai Rp 22,78 triliun. Temuan BPK ini juga penting untuk kelanjutan proses hukum sembilan tersangka kasus tersebut.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna, didampingi Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, Sekretaris BPK Bahtiar Arif, dan sejumlah auditor utama investigasi, mendatangi Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (31/5/2021).
BPK menemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi itu senilai Rp 22,78 triliun.
BPK menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara (PKN) dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri Persero tahun 2012-2019. Dokumen itu sudah diserahkan pada 27 Mei lalu, tetapi pernyataan resmi kepada media baru dilakukan pada Senin siang. Ketua BPK dan jajarannya itu diterima langsung oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Agung Firman mengatakan, pemeriksaan investigasi itu merupakan dukungan BPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, yaitu Kejaksaan Agung. Pemeriksaan itu dilakukan untuk menindaklanjuti perhitungan kerugian negara yang disampaikan Kejakgung kepada BPK pada 15 Januari 2021. Pemeriksaan kemudian dilaksanakan dengan standar pemeriksaan negara yang menjadi patokan bagi seluruh pemeriksaan keuangan dan tanggung jawab keuangan negara.
”Pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara itu untuk memperjelas berkurangnya uang negara yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait,” ujar Agung.
Dalam kasus korupsi ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni ARD, SW, BE, HS, IWS, LP, BTS, HH, dan JS. Sebagian dari mereka telah ditahan sejak 1 Februari 2021. Dua tersangka di antaranya juga terpidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya sehingga sudah berada di tahanan. Hanya seorang tersangka yang baru ditahan pada 15 Februari 2021.
Nilai kerugian negara dalam kasus korupsi PT Asabri ini juga lebih besar dibandingkan dengan kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang senilai Rp 16,8 triliun. Kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya sebelumnya sudah divonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 Oktober 2020.
Lebih lanjut, Agung menegaskan bahwa jika BPK menemukan ada kerugian negara, berarti ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak terkait. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, disimpulkan ada kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri Persero tahun 2012-2019.
Disimpulkan, ada kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri Persero tahun 2012-2019. Kecurangan itu berupa kesepakatan penempatan dana investasi yang dilaksanakan dengan cara melanggar hukum oleh sejumlah pemilik perusahaan atau pemilik saham dalam bentuk saham dan reksa dana. Saham dan reksa dana dianggap sebagai investasi yang berisiko tinggi.
Kecurangan itu berupa kesepakatan penempatan dana investasi yang dilaksanakan dengan cara melanggar hukum oleh sejumlah pemilik perusahaan atau pemilik saham dalam bentuk saham dan reksa dana. Saham dan reksa dana dianggap sebagai investasi yang berisiko tinggi dan tidak likuid. Total nilai kerugian negara akibat penyimpangan pengelolaan dana investasi PT Asabri Persero selama kurun waktu 2012-2019 itu adalah Rp 22,78 triliun.
”Yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi PT Asabri Persero,” kata Agung.
Ketua BPK menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan industri keuangan serta pihak-pihak terkait yang mendukung pemeriksaan tersebut.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, faktanya laporan hasil pemeriksaan investigasi BPK itu sudah disampaikan pada 27 Mei 2021. Kemudian, hal itu ditindaklanjuti Kejagung dengan menyerahkan berkas perkara, sembilan tersangka kasus dugaan korupsi PT Asabri, berikut barang bukti pada tahap II penuntutan.
Burhanuddin menjelaskan, memang ada sedikit pergeseran nilai kerugian negara dalam kasus itu dari perhitungan awal Kejagung. Awalnya, Kejagung menyampaikan bahwa potensi kerugian negara dalam kasus itu adalah Rp 23 triliun. Namun, menurut dia, lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara adalah BPK. Dengan demikian, perhitungan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan adalah hasil audit dari BPK.
Agung Firman menambahkan, nilai kerugian negara sebenarnya tidak berkurang. Menurut dia, wajar saja jika ada perbedaan antara perhitungan Kejagung dan hasil audit BPK. Sebab, angka yang disampaikan penyidik adalah angka perkiraan. Sedangkan yang disampaikan BPK adalah angka yang nyata dan pasti jumlahnya karena berdasarkan hasil pemeriksaan laporan kerugian negara.
”Jadi, tidak pernah ada yang kurang. Kemarin, yang teman-teman media dengar adalah angka ancer-ancer,” kata Agung.
Agung menambahkan, laporan hasil investigasi BPK ini sangat penting untuk kelanjutan proses hukum kasus dugaan korupsi PT Asabri. Sebab, di dalam laporan itu ada angka yang nyata dan pasti. Selain itu, juga terdapat konstruksi perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu, pihak-pihak yang melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara akan diselidiki dan disidik oleh Kejagung. Kejagung juga akan menggali lebih dalam apakah ada niat jahat (mens rea) dalam perbuatan melawan hukum itu.
”Laporan investigasi BPK ini akan didalami dan ditindaklanjuti oleh Kejaksaan. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari sindikat yang terlibat dalam korupsi asuransi PT Jiwasraya. Sebab, nama-nama tersangka yang ada di kasus Jiwasraya juga ada di kasus Asabri,” kata Agung.
Burhanuddin menambahkan, saat ini total aset PT Asabri yang disita oleh Kejagung senilai Rp 13 triliun. Kejagung akan terus memburu aset tersebut. Sebab, salah satu kewenangan dari Kejagung adalah melakukan pelacakan aset untuk membuktikan kerugian negara yang terjadi. Walaupun perkara sudah sampai tahapan penuntutan, atau bahkan setelah divonis di pengadilan, Kejagung memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengembalikan aset-aset dalam kasus korupsi Asabri.
Selain itu, karena modus yang dilakukan para tersangka dalam kasus tersebut mirip dengan perkara PT Jiwasraya, Kejagung juga membuka kemungkinan pengusutan tindak pidana terhadap korporasi, yaitu para manajer investasi. Namun, semua itu tergantung dari fakta hukum dan alat bukti yang didapatkan penyidik.
”Kalau memang ada fakta dan alat bukti, siapa pun yang terlibat tidak akan jadi penghalang untuk mengusut kasus tersebut,” ujar Burhanuddin.