Korupsi Asabri Mengalir Jauh ke Kendari
Setelah menyita kapal LNG, armada bus, dan ratusan hektar tanah, Kejagung kembali menyita 39 hektar tanah di Kendari, Sultra, terkait kasus korupsi PT Asabri.
Dugaan Korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI atau Asabri yang ditaksir senilai Rp 23 triliun tidak hanya digunakan tersangka di Jakarta. Sebagian dana diduga digunakan tersangka membeli lahan di Kendari seluas 39,4 hektar untuk membangun perumahan mewah.
Medio 2015, Saharuddin mengikuti pertemuan bersama wali kota Kendari yang saat itu dijabat Asrun. Agenda utama pertemuan adalah membahas rencana pembangunan perumahan kelas menengah ke atas di wilayah Kecamatan Puuwatu, wilayah yang berada di bawah koordinasi Saharuddin sebagai seorang camat.
Pengembang perumahan diketahui bernama PT Andalan Tekhno Korindo, sebuah perusahaan dari Jakarta yang ingin berinvestasi di Kendari. Saharuddin berangkat dengan gembira, mengingat investasi besar yang akan memberikan dampak banyak terhadap wilayah Puuwatu.
”Pasti senang ada perusahaan besar yang mau investasi. Apalagi, PT Andalan Tekhno Korindo (ATK) ini sudah mulai membebaskan lahan di dua kelurahan, yaitu Puuwatu dan Watulondo,” tutur Saharuddin, ditemui di kantornya di Kendari, Jumat (30/4/2021).
Sejak 2013, perusahaan diketahui mulai membebaskan lahan di dua kelurahan tersebut. Lahan dibeli dengan harga bervariasi, sekitar Rp 30.000 hingga Rp 100.000 per meter persegi. Total ada 39,4 hektar yang dibebaskan selama beberapa tahun. Sebanyak 5 hektar berada di Kelurahaan Puuwatu dan selebihnya di Kelurahan Watulondo.
Setelah pertemuan di Kantor Wali Kota Kendari itu, Saharuddin beberapa kali berurusan dengan perusahaan. Utamanya terkait pengurusan izin. Terakhir, yang ia tahu, perusahaan belum memiliki izin pengelolaan air limbah (IPAL).
Baca Juga: Tanah 39 Hektar Terkait Korupsi Asabri di Kendari untuk Perumahan Mewah
”Bertahun-tahun tidak pernah dengar lagi kelanjutan pembangunan perumahan mewah itu. Tiba-tiba kemarin lahannya disita Kejaksaan Agung,” kata Saharuddin.
Sehari sebelumnya, pada Kamis siang, bersama sejumlah instansi lainnya, ia mengunjungi lokasi milik perusahaan. Pihak Kejaksaan Agung memasang tanda sitaan di lahan seluas 394.662 meter persegi di dua kelurahan.
Adapun lahan perusahaan di Kelurahan Puuwatu sebagian telah terlihat terbuka. Tanah kosong di salah satu sisi Jalan Chairil Anwar ini telah terbuka memanjang sekitar 300 meter. Di bagian depan, plang sitaan berwarna merah milik Kejaksaan Agung terpasang permanen.
Di Kelurahan Watulondo, plang yang sama juga telah terpasang. Di lokasi ini telah ada pos pengamanan dan portal yang terlihat tidak terurus. Rumput liar memenuhi lokasi ini.
Baca Juga: Sudah Sita Tanah hingga Mobil Mewah, Penyidik Kasus Asabri Masih Cari Aset Lain
Sementara itu, Kantor PT ATK, perusahaan pemilik lahan dan telah teridentifikasi dekat dengan tersangka Benny Tjokrosaputro, tidak lagi ditemukan di Kendari. Kantor yang awalnya digunakan di Kelurahan Wua-Wua tertutup dan telah dijual. Nomor telepon di portal perusahaan merupakan nomor fiktif.
Bahnis, Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Puuwatu, mengenang, lahan tersebut mulai dibebaskan sekitar tahun 2013. Ia sempat bertemu dengan perwakilan perusahaan PT ATK menemui warga untuk menjual lahan.
”Yang saya ingat itu ada beberapa orang. Namun, kalo Pak Teddy (adik tersangka Benny Tjokrosaputro), tidak pernah datang. Saya hanya dengar cerita mereka,” kata Bahnis.
Pembebasan lahan berlangsung beberapa tahun. Sejumlah warga bahkan mengaku belum mendapat pelunasan atas tanah yang telah dibeli oleh perusahaan.
Akbar (44), salah seorang pemilik lahan di Kelurahan Puuwatu, menuturkan, menurut hitungannya, perusahaan masih berutang Rp 500 juta untuk lahan seluas 3 hektar yang telah dibeli pada 2014. Lahan tersebut seharusnya bernilai Rp 1,3 miliar dan ia baru mendapat kisaran Rp 600 juta. Sekitar Rp 200 juta digunakan untuk pengurusan surat-surat. Lahan dibeli di kisaran Rp 45.000 per meternya.
Baca Juga: Tersangka Baru Kasus Asabri Dijerat Pasal Pencucian Uang
Sejumlah warga mengeluhkan hal yang sama. Pembayaran lahan masih menunggak meski telah berjalan bertahun-tahun.
”Sekarang kami dengar perusahaan bermasalah di kasus PT Asabri. Kami ini khawatir bagaimana pembayaran lahannya, sementara surat-surat sudah dipegang perusahaan,” katanya.
Dari tanah hingga bus
Tim dari Kejaksaan Agung memang melakukan penyitaan lahan 39,4 hektar tersebut sebagai barang bukti dalam kasus PT Asabri. Kasus korupsi ini diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 23 triliun.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan tertulis pada Kamis (29/4), aset yang berhasil disita berupa 30 bidang tanah beserta sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama PT ATK yang terafiliasi dengan tersangka Benny Tjokrosaputro seluas 394.662 meter persegi di Desa Puwatu dan Desa Watulondo, Kabupaten/Kota Kendari. Status sertifikat juga telah diblokir Kepala Kantor Badan Pertanahan Kota Kendari.
Sebelumnya diberitakan, kerugian PT Asabri mencapai Rp 23 Triliun. Dua tersangka dari swasta, yaitu Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, bersama dengan LP, Direktur Utama PT Prima Jaringan, diduga mengendalikan dan memanipulasi saham dalam portofolio PT Asabri. Heru dan Benny telah dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus korupsi PT Jiwasraya (Kompas, 2/2/2021).
Baca Juga: Usut Tuntas Aset Asabri
Penyitaan aset terkait kasus PT Asabri telah beberapa kali dilakukan Kejagung. Pada awal Maret lalu, penyidik Kejagung telah menyita beberapa aset dari tersangka BTS, JS, HH, dan SW. Dari tersangka BTS, penyidik menyita 854 bidang tanah seluas lebih kurang 410 hektar. Tanah tersebut sebagian besar berada di Kabupaten Lebak, Banten, dan dua bidang tanah berada di Kota Batam.
”Terhadap aset tersangka yang telah disita tersebut selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya,” kata Leonard.
Dari tersangka JS, penyidik menyita 3 mobil mewah, dua set perhiasan berupa kalung dan cincin, serta 14 jam tangan mewah. Selain itu, penyidik juga menyita uang tunai dalam berbagai pecahan mata uang yang jika dirupiahkan berjumlah Rp 73,3 juta serta satu lembar cek senilai Rp 2 miliar.
JS diduga kuat melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari korupsi di Asabri. Tindak pidana yang disangkakan bermula sekitar awal 2013 hingga 2019. Saat itu, JS telah bersepakat dengan BTS untuk mengatur jual beli saham milik BTS kepada PT Asabri. Transaksi dilakukan dengan cara menyiapkan nominee-nominee (praktik saham pinjam nama) dan membukakan akun nominee di perusahaan sekuritas dan menunjuk perusahaan-perusahaan sekuritas.
Dari tersangka SW, penyidik menyita 17 bus. Bus tersebut adalah bus Restu Wijaya dengan nomor polisi AD. Sementara itu, dari tersangka HH, penyidik menyita kapal tanker pengangkut LNG Aquarius atas nama PT Hanochem Shipping, satu mobil mewah, dan tiga lahan tambang nikel.
Hingga saat ini, penyidik telah menetapkan sembilan tersangka, yakni ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BTS, HH, dan JS. Menurut Leonard, penyidik masih melacak aset-aset milik tersangka, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Nilai aset yang telah disita penyidik di kisaran Rp 10,5 triliun.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia Yenti Ganarsih mengungkapkan, selain lebih masif dari segi nilai, kasus korupsi PT Asabri ini lebih canggih dalam hal pencucian uang. Tidak hanya di aset tanah, bus, dan kapal, tetapi juga ke industri keuangan digital yang sulit dilacak.
Modus korupsi yang dilakukan para tersangka, menurut Yenti lebih terstruktur, sistematif, dan jauh lebih canggih dibandingkan dengan kasus korupsi lainnya. Di satu sisi, penegak hukum masih menggunakan cara-cara dan instrumen lama dalam pengungkapan kasus.
”Kasus ini telah berlangsung bertahun-tahun dan baru saja terungkap. Betapa lemahnya sistem hukum kita sampai nilai korupsi mencapai puluhan triliun,” katanya.
Oleh karena itu, selain mengungkap kasus seterang-terangnya, penegak hukum perlu mendesain cara pengawasan yang lebih mengikuti perkembangan zaman. Instrumen hukum juga penting untuk diubah, utamanya terkait perampasan aset.
Baca Juga: Pasal Pencucian Uang Dibutuhkan untuk Telusuri Aset
Sementara itu, pengajar hukum di Universitas Muhammadiyah Kendari, Hariman Satria, menyampaikan, pencucian uang kasus PT Asabri yang sampai di Kendari menunjukkan wilayah Kota Lulo ini nyaman untuk lokasi korupsi. Hal ini dipengaruhi sejumlah hal, mulai dari pimpinan daerah, masyarakat, akademisi, hingga aktivits antikorupsi yang tidak kritis di wilayah ini.
Berkali-kali, tutur Hariman, kasus korupsi menjerat kepala daerah di Kendari atau wilayah lainnya di Sultra. Hal ini menjadi sinyal bagi para pelaku korupsi untuk datang menanamkan uang hasil korupsi dalam bentuk lain.
”Belum lagi dengan aparat penegak hukum yang dalam banyak kasus menunjukkan lemahnya integritas. Oleh karena itu, masyarakat, utamanya kampus, harus terus menyuarakan daya kritis terhadap korupsi di wilayah ini,” kata Yenti menambahkan.