Revisi Otsus Papua Disepakati
DPR dan pemerintah telah merevisi regulasi yang mengatur Otonomi Khusus Papua. Implementasinya pun diharapkan berjalan dengan baik agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Papua.
JAKARTA, KOMPAS — DPR dan pemerintah telah menyelesaikan pembahasan pembicaraan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, Senin (12/7/2021). Revisi yang telah disepakati akan segera disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR bulan depan. Partai politik diharapkan memberikan kader terbaik menjadi kepala daerah agar implementasi UU tersebut sesuai harapan.
Ketua Panitia Khusus Otonomi Khusus Papua Komarudin Watubun mengatakan, DPR dan pemerintah telah merevisi regulasi yang mengatur Otonomi Khusus Papua dengan sangat baik. Namun, keberhasilan implementasinya UU itu salah satunya bergantung pada kualitas kepala daerah yang memimpin provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat.
DPR dan pemerintah telah merevisi regulasi yang mengatur Otonomi Khusus Papua dengan sangat baik. Namun, keberhasilan implementasinya UU itu salah satunya bergantung pada kualitas kepala daerah yang memimpin provinsi dan kabupaten di Papua dan Papua Barat.
”Kuncinya ada di parpol karena akan melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang akan melaksanakan UU ini. Kalau dalam pemilihan kepala daerah, parpol mengusulkan calon yang tidak punya kapasitas maka akan jadi masalah,” ujarnya saat rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, serta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Wakil Ketua Pansus Otsus Papua Yan Permenas Mandenas menuturkan, ada 19 pasal di Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang diubah. Revisi terdiri dari tiga pasal usulan pemerintah, yakni Pasal 1, Pasal 34, dan Pasal 76, serta 16 pasal lain di luar usulan pemerintah.
Baca juga : Otsus Papua Minim Legitimasi
Terkait dana otsus yang sebelumnya sebesar 2 persen kini menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum. Namun tidak semuanya berbentuk block grant atau dana hibah seperti di UU 21/2001, tetapi dibagi menjadi dua bagian yakni 1 persen block grant dan 1,25 persen specific grant.
Dana otsus sebesar 1 persen itu digunakan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan public yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua (OAP), penguatan lembaga adat, dan hal-hal lain sesuai prioritas daerah.
Sedangkan dana otsus 1,25 persen digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dari dana 1,15 persen ini, pemda diwajibkan mengalokasikan dana sekurang-kurangnya sebesar 30 persen untuk pendidikan dan 20 persen untuk kesehatan.
Adapun aturan terkait pemekaran di Pasal 76, harus berdasarkan persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Baca juga : 26 Usulan dalam DIM RUU Otsus Papua Disepakati
Selain itu, revisi juga memberikan politik afirmasi kepada OAP dalam hal pengisian jabatan di legislatif. Rekutmen oleh parpol dilakukan dengan memprioritaskan OAP dan dapat meminta pertimbangan dan atau konsultasi kepada MRP. Sementara dalam pengisian anggota DPRP, tidak boleh berasal dari unsur parpol dan wajib sekurang-kurangnya 30 persen dari unsur perempuan.
Adapun pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otsus dilakukan secara terkoordinasi oleh kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, pemerintah daerah, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, dan perguruan tinggi negeri.
Revisi juga memberikan politik afirmasi kepada OAP (orang asli Papua) dalam hal pengisian jabatan di legislatif. Rekutmen oleh parpol dilakukan dengan memprioritaskan OAP.
Revisi juga mengatur tentang pembentukan suatu badan khusus dalam rangka singkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan otsus serta pembangunan di wilayah Papua. Badan tersebut bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden serta didukung oleh lembaga kesekretariatan yang berkantor di Papua.
Aturan terkait pengisian jabatan wakil gubernur yang berhalangan tetap yang dahulu tidak diisi hingga masa jabatan berakhir, kini bisa diisi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Demikian pula penerimaan dalam rangka otsus dari bagi hasil sumber daya alam pertambangan, minyak bumi, dan gas alam yang seharusnya akan berakhir tahun 2026 diperpanjang sampai tahun 2041.
Baca juga : Problem Politik dan Pemerintahan dalam Otsus Papua Masih Terabaikan
Fraksi Gerindra, kata Yan Permenas, mengapresiasi pemerintah atas kepekaan dan kepedulian terhadap revisi yang tidak hanya terbatas pada tiga pasal. Pemerintah dinilai telah mendengar berbagai masukan dari sejumlah elemen masyarakat sehingga bisa merevisi 16 pasal lain di luar 3 pasal usulan pemerintah.
”Hal ini menandakan pemerintah telah membuka diri dan mendengar berbagai macam masukan dari semua elemen, baik yang diusulkan Fraksi Gerindra maupun fraksi lain, serta masyarakat Papua,” katanya.
Anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, My Esti Wijayati, menuturkan, afirmasi terhadap OAP merupakan bentuk pemberdayaan agar mereka dapat meningkatkan peran dan kontribusinya dalam pembangunan di bidang politik. Kewajiban keterwakilan sebanyak 30 persen dalam DPRP pun adalah bentuk diskriminasi positif sehingga menjadi sebuah keharusan.
Anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, mengatakan, pengelolaan dana otsus harus dilakukan dengan prinsip keadilan, transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan harmonisasi dalam pembinaan dan pengawasan dana otsus agar bisa bermanfaat secara maksimal.
Baca juga : Revisi UU Otsus Papua Diharap Memperkuat Perlindungan HAM
Selain itu, Demokrat mengingatkan pemerintah untuk berkomitmen menyelesaikan masalah pelanggaran HAM. Kinerja dari Komisi Nasional HAM di papua perlu dioptimalkan agar bisa menyelesaikan masalah pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Pendekatannya pun harus dilakukan secara humanis, diplomatis, dan membuka ruang diskusi. ”Bukan melalui pendekatan operasi militer,” katanya.
Menurut Tito, revisi ini merupakan wujud komitmen pemerintah, DPR, dan DPD untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Revisi ini juga diperlukan untuk memperpanjang dana otsus yang berakhir 21 November 2021 karena masih diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah itu.
Dalam pembahasannya pun selalu mengutamakan prinsip melindungi harkat dan martabat OAP. Keseriusan pemerintah pun ditunjukkan dengan kehadiran 19 kementerian/lembaga dalam proses pembahasan.
”Perluasan revisi kepada 16 pasal lain di luar usulan pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah bersifat sangat terbuka dalam rangka semangat untuk meningkatkan kesejahteraan Papua. Diharapkan dalam 20 tahun mendatang terjadi percepatan pembangunan yang sistematis dan terencana,” ujar Tito.
Baca juga : Mengatasi Ketertinggalan di Papua, Ahli Usulkan Kartu Dana Otonomi Khusus
Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, formula yang ditetapkan dalam revisi UU Otsus Papua sudah tepat. Namun agar implementasinya berjalan dengan baik, terstruktur, dan terukur, perlu perencanaan jangka pendek dan jangka menengah.
”Harus ada cetak biru perkembangan Papua selama 20 tahun ke depan yang diturunkan per lima tahun. Jadi, kepala daerah yang berkontestasi bisa mengikuti cetak biru ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan selama menjabat,” katanya.
Tata kelola dana otsus harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dipisahkan dengan sumber dana lain agar mudah diawasi.
Pemda semestinya segera menindaklanjuti revisi ini dengan segera membuat cetak biru tersebut. Sebab mereka punya kewenangan untuk menyusun program kesehatan dan pendidikan jangka panjang yang akan diajukan pendanaannya melalui skema dana otsus. Cetak biru itu perlu mendapat supervisi dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional agar lebih efektif.
”Tata kelola dana otsus harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, dipisahkan dengan sumber dana lain agar mudah diawasi seandainya terjadi penyimpangan anggaran,” kata Djohermansyah.