MA Tolak Kasasi Joko Tjandra di Kasus Surat Jalan Palsu
Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis Joko S Tjandra 2,5 tahun penjara dalam kasus surat jalan palsu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Joko Soegiarto Tjandra dalam kasus surat jalan palsu. MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis Joko 2,5 tahun penjara.
”Amar putusan menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa,” ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Selasa (6/7/2021).
Amar putusan menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa. (Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro)
Majelis hakim dalam perkara kasasi itu di antaranya Soesilo, Hidayat Manao, dan Andi Abu Ayyub Saleh. Perkara masuk ke MA pada tanggal 10 Mei dan diputus pada 3 Juni 2021 lalu.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim kasasi menyebutkan bahwa pada saat masih buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra akan kembali ke Jakarta menggunakan pesawat carter. Joko Tjandra kemudian menggunakan surat jalan atas nama kuasa hukumnya Anita Dewi A Kolopaking yang dibuat oleh saksi Dodi Jaya atas perintah bekas Koordinator Biro dan Pengawasan PPNS Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Joko juga menggunakan surat bebas Covid-19 yang diterbitkan oleh Pusdokes Polri yang diurus Etty Wachyuni, anggota staf dari Prasetijo. Padahal, Joko tidak pernah melakukan pemeriksaan bebas Covid-19.
”Surat jalan tersebut isinya tidak benar karena alamat saksi Anita Dewi A Kolopaking dan terdakwa Joko S Tjandra bukan di Jalan Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Adapun pekerjaan Anita dan terdakwa juga bukan konsultan Bareskrim Polri,” kata Andi mengutip pertimbangan putusan kasasi.
Majelis juga menyebutkan bahwa saksi Prasetijo dan Anita Kolopaking pada 6 Juni 2020 menjemput Joko Tjandra ke Bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat, kemudian terbang ke Bandara Halim Perdana Kusumah dengan pesawat carter pribadi. Pada 8 Juni 2020, Prasetijo dan Anita kembali mengantar Joko Tjandra dari Bandara Halim Perdana Kusumah ke Pontianak, Kalbar.
Saat itu, Joko Tjandra kembali ke Jakarta untuk mengurus pengajuan peninjauan kembali (PK) kasus cessie Bank Bali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Joko Tjandra juga sempat mengurus pembuatan KTP elektronik di kelurahan. Setelah pengajuan PK selesai, Joko Tjandra kembali ke Pontianak.
Kemudian, dalam pertimbangan majelis, juga diketahui bahwa pada 16 Juni 2020, Joko Tjandra kembali menghubungi saksi Anita untuk dibuatkan kembali surat jalan seperti sebelumnya. Atas permintaan itu, Prasetijo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakowarnas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Mabes Polri menyanggupi.
Sementara bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari yang membantu Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung, dipangkas hukumannya oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Dalam putusan banding yang diajukan oleh Pinangki itu, majelis hakim pengadilan tinggi memangkas hukuman Pinangki dari semula 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Pihak jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selaku penuntut umum pun tidak mengajukan kasasi terkait perkara Pinangki hingga Senin (5/7/2021), hari terakhir pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung. Saat itu Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso mengatakan, jaksa penuntut umum tidak mengajukan permohonan kasasi atas putusan banding Pinangki karena jaksa penuntut umum dalam kasus itu berpandangan bahwa tuntutan jaksa telah dipenuhi di dalam putusan pengadilan tinggi.
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Garnasih saat dihubungi, Rabu (7/7/2021), mengatakan, putusan pengadilan terhadap rentetan kasus pengurusan fatwa MA, penghapusan nama dari daftar pencarian orang (DPO) dan pelintasan, serta surat jalan palsu Joko Tjandra mengaduk-aduk perasaan masyarakat.
Putusan dalam perkara itu, terutama yang menyangkut aparat penegak hukum, belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Di satu sisi, MA menolak kasasi Joko Tjandra di kasus surat jalan palsu. Namun, di tingkat pengadilan tinggi, majelis memangkas hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara, sesuai tuntutan jaksa.
Putusan dalam perkara itu, terutama yang menyangkut aparat penegak hukum, belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Di satu sisi, MA menolak kasasi Joko Tjandra di kasus surat jalan palsu. Namun, di tingkat pengadilan tinggi, majelis memangkas hukuman jaksa Pinangki.
Khusus untuk perkara suap, permufakatan jahat, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Pinangki, Yenti juga menyayangkan keputusan jaksa tidak melakukan upaya kasasi. Sikap itu menunjukkan bahwa jaksa tidak serius menangani perkara mafia hukum, lebih mengedepankan jiwa korsa, dan tidak melindungi kepentingan masyarakat.
Jaksa juga dinilai telah merusak tujuan pemidanaan dengan menuntut ringan sejak awal. Jaksa tidak memberikan efek jera kepada koruptor sebagai upaya pencegahan korupsi di masa depan.
”Selain itu, berhentinya perkara Pinangki di tingkat banding juga tidak menuntaskan pengungkapan siapa King Maker dalam perkara mafia hukum tersebut. Padahal, itu disebut-sebut dalam fakta persidangan,” tegas Yenti.