Penyelesaian RUU Perlindungan Data Pribadi Terancam Meleset dari Target
DPR menargetkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi selesai pada Masa Persidangan V yang berakhir 15 Juli. Namun, target terancam tak tercapai karena belum ada titik temu terkait sejumlah isu krusial.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target penyelesaian pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) pada pertengahan Juli 2021 terancam tak tercapai. Setelah melalui rapat konsinyering selama beberapa hari, Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah belum juga menyepakati rumusan tentang kelembagaan otoritas pengawas pengelolaan data pribadi.
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (1/7/2021), mengungkapkan, dari total 371 daftar inventarisasi masalah (DIM), baru 143 DIM yang dibahas. Sebanyak 125 DIM yang telah disetujui dan disepakati panja Komisi I dan pemerintah, 10 poin DIM ditunda kesepakatannya, 6 DIM perubahan substansi, dan 2 DIM usulan baru. Adapun yang belum dibahas berjumlah 228 DIM, dan mayoritas berkaitan dengan lembaga pengawas pelaksanaan UU PDP.
Dalam rapat konsinyering, Panja Komisi I DPR RI dan Panja Pemerintah pada awalnya sepaham akan membentuk lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada presiden. ”Namun, saat masuk dalam pembahasan, panja pemerintah yang dipimpin Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan tidak konsisten dengan kesepahaman yang sudah disepakati sebelumnya. Panja pemerintah justru mengajukan konsep lembaga yang berada di bawah Kementerian Kominfo,” kata Kharis.
Konsinyering ditutup dengan tidak tercapainya titik temu antara Panja DPR dan Panja Pemerintah. Panja DPR menilai, Panja Pemerintah tidak serius dan tidak konsisten dengan kesepahaman yang sudah disepakati berkaitan dengan kelembagaan. Hal ini dibuktikan dengan paparan yang disampaikan Panja Pemerintah tentang kelembagaan, yang mana sangatlah berbeda dengan yang sebelumnya dipahami bersama.
”Panja Komisi I DPR RI ingin memastikan keberadaan lembaga pengawas yang independen, bertanggung jawab kepada presiden, yang juga akan mengawasi badan publik dan lembaga pemerintah lainnya sesuai dengan aspirasi publik dan masukan para pakar. Kita saat ini menunggu niat baik pemerintah dalam menyelesaikan RUU PDP demi kedaulatan data segenap rakyat Indonesia,” ucapnya.
Dengan tidak adanya titik temu dalam pembahasan RUU PDP dalam konsinyering berarti belum ada hasil yang dapat dibawa ke dalam rapat kerja antara pemerintah dan DPR. Pembahasan RUU PDP pun terancam berhenti di tengah jalan, dan tidak memenuhi target untuk dituntaskan pada masa sidang kali ini. Sebab, masa persidangan akan berakhir pada 15 Juli sehingga praktis kini tersisa 13 hari kalender untuk menuntaskan pembahasan RUU PDP.
”Kalau pasal terkait lembaga ini selesai disepakati, mungkin dalam 3-4 hari , maksimal satu minggu, pasal-pasal lain juga akan selesai. Awalnya kami optimistis akhir masa sidang ini selesai. Tetapi, karena deadlock, ya, tentunya kita agak kesulitan,” katanya.
Kharis mengatakan, 228 DIM sangat berkaitan dengan kelembagaan pengawas. Jika persoalan kelembagaan itu belum bisa diselesaikan, 228 DIM dari 371 DIM akan menggantung. ”Kemudian bagaimana, ya, kita menunggu, siapa tahu ada niat baik dari pemerintah untuk melanjutkan. Ya, kita akan menunggu saja sifatnya,” kata Wakil Ketua Komisi I itu.
Tidak tepat
Anggota Panja RUU PDP dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Irine Yusiana Roba Putri, menambahkan, pemerintah tidak memahami pentingnya membangun kelembagaan yang kredibel untuk menjalankan UU. Sebab, sesuatu yang akan diatur di dalam RUU PDP ini sesuatu yang sangat besar dan berharga, yakni data. Presiden Joko Widodo juga telah beberapa kali mengingatkan bahwa data is the new oil (minyak baru).
”Jadi, kalau yang diminta Panja Pemerintah itu kelembagaan berada di bawah kementerian, dan diurus oleh eselon 1, sepertinya tidak tepat. Karena yang diurus, kan, tidak hanya swasta, tetapi juga pemerintah. Perlu lembaga independen karena pemerintah juga menjadi pelaku pengumpulan, penguasaan, dan pengelolaan data pribadi WNI,” ucap Irine.
Legislator dari Maluku Utara itu juga menegaskan, lembaga itu harus dibuat setara pengaturannya dengan negara lain. Syarat utamanya ialah lembaga itu independen. Bukan di bawah Kominfo.
Anggota Panja RUU PDP dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, mengatakan, kondisi saat ini akan bergantung kepada itikad baik Kominfo sebagai representasi pemerintah. Lembaga atau badan pengawas data pribadi ini dipandang sangat strategis untuk memastikan upaya perlindungan data pribadi bisa berjalan sesuai standar.
Selain itu, ada risiko penyimpangan yang bisa muncul mengingat saat ini data pribadi nilainya sangat mahal. Oleh sebab itu, lembaga ini semestinya ada di bawah presiden untuk memastikan kewenangannya kuat dan mampu berjalan lebih independen sebagai lembaga pengawas. ”Kalau berada di bawah Kominfo, saya meragukan nantinya bisa berjalan secara optimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengatakan, pembentukan lembaga atau badan pengawas ini sangat penting karena banyak rujukan teknis tentang kewajiban pengendali data yang diatur di dalam RUU PDP. Kewajiban ini terkait dengan pengelolaan data pribadi masyarakat yang sangat penting.
”Masyarakat menyerahkan data mereka untuk dikelola, dari data yang bersifat umum hingga bersifat spesifik seperti data informasi kesehatan, data biometrik, data genetika, kehidupan seksual, pandangan politik, hingga data keuangan dan catatan kejahatan. Kesemuanya data yang berharga, itu sebabnya tanggung jawab pengelola data sangat besar. Maka, lembaga pengawasnya juga harus memiliki otoritas yang kuat agar mampu menjadi lembaga kontrol yang efektif,” ucapnya.