Penyidikan Rampung Pekan Ini, Kasus Asabri Segera Bergulir di Pengadilan
Pekan ini penyidik akan melimpahkan berkas perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan Asabri senilai Rp 23 triliun ke jaksa penuntut umum. Namun, penyidik juga menunggu perhitungan BPK terkait nilai persis kerugiannya.
Penyidikan perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri hampir selesai. Pada Jumat (28/5/2021) pekan ini, penyidik berencana untuk melimpahkan berkas perkara dan tersangka ke jaksa penuntut umum.
Hingga saat ini, penyidik masih melengkapi berkas perkara. Selain itu, penyidik masih menanti angka kerugian keuangan negara yang kini tengah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai dasar kerugian keuangan negara yang diakibatkan dugaan korupsi di Asabri.
”Ya, akan diserahkan ke kejaksaan (minggu ini),” kata anggota VI BPK, Harry Azhar Azis, ketika dikonfirmasi, Senin (24/5/2021).
Dengan pelimpahan berkas perkara beserta para tersangka ke jaksa penuntut umum, kasus korupsi di Asabri ini hanya tinggal menunggu waktu untuk kemudian bergulir di pengadilan. Selama ini publik bertanya-tanya mengenai kelanjutan kasus yang disebut mirip dengan kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), tetapi dengan jumlah kerugian keuangan negara yang jauh lebih besar, sekitar Rp 23 triliun.
Dengan pelimpahan berkas perkara beserta para tersangka ke jaksa penuntut umum, kasus korupsi di Asabri ini hanya tinggal menunggu waktu untuk kemudian bergulir di pengadilan.
Peran tersangka
Sudah hampir lima bulan penyidikan kasus Asabri berjalan. Berawal pada 15 Januari 2021 Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero). Penyidikan dilakukan untuk kurun waktu 2012 sampai dengan 2019.
Kemudian, pada 1 Februari 2021, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus memanggil 10 orang sebagai saksi. Hingga akhir pemeriksaan, hanya empat orang yang diperbolehkan pulang. Adapun enam orang yang lain ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan penyidik.
Baca juga : Kejaksaan Mulai Sidik Dugaan Korupsi Asabri Periode 2012-2019
Enam tersangka itu ialah ARD selaku Direktur Utama Asabri periode 2011 sampai dengan Maret 2016, SW selaku Dirut Asabri periode Maret 2016 sampai dengan Juli 2020, BE selaku Direktur Keuangan Asabri periode Oktober 2008 sampai dengan Juni 2014, HS selaku Direktur Asabri periode 2013 sampai dengan 2014 dan periode 2015 sampai dengan 2019, IWS selaku Kepala Divisi Investasi Asabri periode Juli 2012 sampai dengan Januari 2017, dan LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.
Kemudian, terdapat dua tersangka lainnya, yakni BTS selaku Direktur PT Hanson International dan HH selaku Direktur PT Trada Alam Minera serta Direktur PT Maxima Integra. Keduanya telah berstatus sebagai terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada periode 2012 sampai dengan 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan, serta Kepala Divisi Investasi Asabri bersepakat dengan HH, BTS, dan LP untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik HH, BTS, dan LP yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi.
Sementara penukaran atau pembelian saham tersebut dilakukan dengan harga yang dimanipulasi menjadi lebih tinggi dengan tujuan agar kinerja investasi Asabri terlihat seolah-olah baik.
Baca juga : Optimalkan Pemulihan Kerugian akibat Dugaan Korupsi Asabri
Setelah menjadi milik Asabri, saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh pihak HH, BTS, dan LP berdasarkan kesepakatan bersama dengan direksi Asabri sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid. Padahal, transaksi yang dilakukan terhadap saham tersebut hanya transaksi semu dan menguntungkan pihak HH, BTS, dan LP.
Seluruh kegiatan investasi Asabri pada kurun waktu 2012 sampai dengan 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, tetapi seluruhnya dikendalikan oleh HH, BTS, dan LP. (Leonard Eben Ezer Simanjuntak)
Sebaliknya, hal itu merugikan investasi atau keuangan Asabri karena menjual saham dalam portofolionya dengan harga di bawah harga perolehan saham tersebut. Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan tersebut dibeli kembali oleh Asabri melalui underlying reksa dana yang dikelola manajer investasi yang dikendalikan oleh HH dan BTS.
”Seluruh kegiatan investasi Asabri pada kurun waktu 2012 sampai dengan 2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, tetapi seluruhnya dikendalikan oleh HH, BTS, dan LP,” ujar Leonard.
Baca juga: Tanah 39 Hektar Terkait Korupsi Asabri di Kendari untuk Perumahan Mewah
Dua minggu setelah penyidik menetapkan delapan tersangka, penyidik kembali menetapkan seorang tersangka, yakni JS selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation. Tersangka JS diduga secara bersama-sama dengan tersangka BTS melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Asabri. Tidak hanya itu, JS diduga juga melakukan pencucian uang.
Leonard menuturkan, pada 2013 sampai dengan 2019, JS bersepakat bersama tersangka BTS untuk mengatur transaksi saham milik tersangka BTS dengan Asabri. Transaksi itu dilakukan dengan cara menyiapkan dan membuka akun nominee di perusahaan sekuritas serta menunjuk perusahaan sekuritasnya.
Tersangka JS juga menjalankan instruksi penetapan harga dan transaksi jual beli saham pada akun nominee baik pada transaksi langsung maupun melalui reksa dana yang kemudian dibeli oleh Asabri dengan harga yang telah dimanipulasi.
”Tersangka JS menampung dana hasil keuntungan investasi dari Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf tersangka BTS dan melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi,” ujar Leonard.
Tersangka JS menampung dana hasil keuntungan investasi dari Asabri pada nomor rekening atas nama beberapa staf tersangka BTS dan melakukan transaksi keluar masuk dana untuk kepentingan pribadi. (Leonard Eben Ezer Simanjuntak)
Penyitaan aset
Dengan perkiraan kerugian keuangan negara yang fantastis, penyidik berupaya keras untuk menelusuri dan menyita harta para tersangka yang diduga terkait dengan perkara tersebut dan menjadi modus pencucian uang. Sebab, BTS dan HH yang menjadi tersangka di kasus Asabri juga menjadi tersangka di kasus Asuransi Jiwasraya, dan aset keduanya juga banyak yang telah disita penyidik. Adapun tiga tersangka yang dijerat dengan dugaan pencucian uang ialah BTS, HH, dan JS.
Pada kasus Asuransi Jiwasraya, penyidik menyita aset kedua tersangka dengan perkiraan nilai sekitar Rp 18 triliun meski sebagian besar berupa rekening saham. Sementara dalam kasus Asabri, penyidik juga membuka kemungkinan untuk mencari aset yang berada di luar negeri meskipun hal itu lebih sulit dilakukan.
Baca juga : Ketika Lukisan Emas 24 Karat Disita karena Terkait Korupsi Asabri
Penelusuran aset pun membuahkan hasil. Semisal pada 10 Februari, penyidik menyita aset berupa satu unit mobil Ferrari dan satu kapal LNG Aquarius beserta sembilan tongkang dari HH. Sementara dari BTS penyidik menyita 227 hektar tanah milik BTS yang berada di Kabupaten Lebak, Banten.
Pada penelusuran selanjutnya, penyidik kembali menyita lahan dari tersangka BTS berupa 155 bidang tanah seluas 343.461 meter persegi, 566 bidang tanah seluas 1.929.502 meter persegi, 131 bidang tanah seluas 1.838.639 meter persegi atas nama PT Harvest Time, serta 2 bidang tanah di Batam atas nama PT Mulia Manunggal Karsa seluas 200.000 meter persegi.
Dari tersangka JS, penyidik menyita 3 kendaraan mewah, uang tunai Rp 73,3 juta, satu lembar cek senilai Rp 2 miliar, 14 jam tangan mewah, serta perhiasan. Sementara dari tersangka SW, penyidik menyita 17 bus.
Kemudian, dari tersangka HH, penyidik kembali menyita satu unit mobil Ferrari dan 3 lahan tambang nikel. Lahan tambang nikel tersebut atas nama PT Tiga Samudra Perkasa seluas 3.000 hektar, PT Mahkota Nikel Indonesia seluas 10.000 hektar, dan PT Tiga Samudra Nikel seluas 10.000 hektar.
Masih terkait aset, penyidik kembali menyita aset tersangka BTS berupa 6 bidang tanah dan bangunan yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dan satu bidang tanah dan bangunan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tanah yang berada di DI Yogyakarta terdapat bangunan Hotel Brothers Inn. Sementara dari tersangka SW disita satu bidang tanah di Jakarta Selatan dan di Badung, Bali.
”Di atas 2 bidang tanah yang berada di Kabupaten Badung, Bali, dan Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, terdapat bangunan yang dikenal dengan nama Hotel The Nyaman,” kata Leonard.
Dari tersangka ARD, penyidik menyita beberapa lahan yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Jawa Barat, serta Kota Palembang, Sumatera Selatan. Demikian pula dari tersangka SW, penyidik menyita beberapa aset berupa tanah yang tersebar di Kota Semarang, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Klaten, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Bandung, dan di Kabupaten Bandung Barat.
Aset tanah juga disita dari tersangka LP yang tersebar di Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kabupaten Gianyar, dan Jakarta Selatan. Adapun dari tersangka BE, penyidik menyita 2 bidang tanah di Kabupaten Bekasi.
”Upaya pemblokiran aset tanah persil milik tersangka tersebut adalah upaya penelusuran aset serta dalam rangka penyelamatan kerugian keuangan negara yang muncul akibat perbuatan tindak pidana korupsi,” kata Leonard.
Baru-baru ini penyidik kembali menyita 36 lukisan emas milik tersangka JS. Nilai lukisan-lukisan karya seniman Kim Il Tae tersebut sebesar Rp 109 miliar.
”Total aset sitaan sudah mencapai Rp 13 triliun,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah, Jumat (21/5/2021).
Baca juga : Pengalihan Program Taspen dan Asabri Disiapkan
Lengkapi berkas
Leonard mengatakan, hingga saat ini penyidik masih terus memeriksa para saksi yang terkait dengan perkara tersebut. Sebagaimana dikatakan Febrie, minggu ini penyidik fokus melengkapi berkas perkara dan menunggu hasil audit investigasi tentang jumlah kerugian keuangan negara dari BPK.
Semisal, pada Senin (24/5/2021), terdapat delapan saksi yang diperiksa penyidik. Pemeriksaan mereka terkait dengan berkas perkara para tersangka, seperti terkait nominee untuk transaksi saham dan perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka HH, mengenai dugaan pencucian uang oleh tersangka BTS, dan klarifikasi terkait sita reksa dana.
”Pemeriksaan saksi dilakukan guna kepentingan penyidikan tentang perkara yang ia dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri, untuk menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi di Asabri,” kata Leonard.
Menurut Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman, terkait dengan penyitaan aset, diduga masih ada aset-aset lain yang terkait perkara tersebut tetapi belum disita. Sebelumnya, Boyamin pernah melaporkan beberapa aset yang diduga terkait dengan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung, terutama untuk aset yang berada di wilayah Jawa Tengah berupa kantor biro perjalanan, kendaraan, hotel, tanah, ruko, dan kendaraan pribadi.
Penyitaan aset, lanjut Boyamin, mesti dioptimalkan dalam perkara dugaan korupsi Asabri. Sebab, perkara tersebut diperkirakan merugikan negara hingga Rp 23 triliun, lebih besar dibandingkan dengan kerugian negara pada kasus Asuransi Jiwasraya.
Saya tetap meminta agar tetap dilakukan proses penyidikan kepada korporasi dalam rangka mengembalikan kerugian keuangan negara yang mana kerugian keuangan negara itu, kan, di atas Rp 20 triliun, sementara yang disita baru separuhnya. (Boyamin Saiman)
”Saya tetap meminta agar tetap dilakukan proses penyidikan kepada korporasi dalam rangka mengembalikan kerugian keuangan negara yang mana kerugian keuangan negara itu, kan, di atas Rp 20 triliun, sementara yang disita baru separuhnya,” ujar Boyamin.
Menurut Boyamin, dengan adanya persinggungan antara kasus Asuransi Jiwasraya dan Asabri, semestinya ada aset-aset yang pada perkara sebelumnya belum disita kini mesti disita. Di sisi lain, penyidik perlu mendalami keterlibatan korporasi, bukan hanya orang per orang. Pendalaman terhadap peran korporasi diperlukan dalam rangka mencari aset yang diduga terkait dengan Asabri untuk menutup kerugian keuangan negara.
Penyidikan telah memasuki tahap akhir. Dugaan perkara korupsi dengan kerugian fantastis menanti dibuktikan di ruang sidang. Kita nantikan.