Optimalkan Pemulihan Kerugian akibat Dugaan Korupsi Asabri
Kejagung dorong mengoptimalkan pemulihan kerugian kasus dugaan korupsi Asabri dengan menerapkan pidana pencucian uang. Tanpa hal itu, akan sulit melacak kerugian kasus ini yang mencapai Rp 23 triliun.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan aset PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero) penting untuk menjamin hak nasabah. Upaya itu dapat dimaksimalkan Kejaksaan Agung dengan melacak aset para tersangka dengan kerja sama lintas instansi.
Dalam kasus dugaan korupsi dana Asabri, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka dari internal Asabri dan pihak swasta. Kerugian dalam kasus dugaan korupsi ini sementara diperkirakan Rp 23 triliun.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan, modus dalam kasus dugaan korupsi Asabri lebih jelas daripada kasus Asuransi Jiwasraya, yakni investasi bodong. ”Asal ada kemauan, itu bisa lebih optimal dalam upaya pengembalian dana-dana yang telah dirampok,” kata Enny saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Ia menjelaskan, dalam penegakan hukum perkara korupsi, seharusnya tidak hanya untuk menghukum orang yang melakukan kejahatan, tetapi juga upaya pengembalian kerugian. Ketika sudah ada kepastian hukum, aset yang diakuisisi tidak hanya aset yang menjadi obyek perkara, tetapi juga semua aset yang terkait dengan penetapan tersangka.
Menurut dia, upaya tersebut dapat dilakukan karena Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan mudah menelusuri aliran dana para tersangka. Aset pihak-pihak yang mendapat aliran dana itu dapat dibekukan.
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengungkapkan, uang dari nasabah Asabri yang merupakan anggota TNI dan Polri sudah terjamin dan aman seperti yang diungkapkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, dirinya mendorong agar segera direalisasikan lembaga penjamin polis. Lembaga tersebut untuk mengantisipasi apabila persoalan serupa terulang lagi. Lembaga tersebut yang akan mengganti dana nasabah yang dikorupsi.
Irvan mengungkapkan, lembaga tersebut sangat berguna untuk nasabah sipil yang tidak mendapatkan jaminan seperti TNI dan Polri, misalnya para korban Jiwasraya ataupun Wana Artha yang saat ini nasibnya terkatung-katung.
Ia berharap penyelesaian terhadap nasabah tidak dilakukan secara sepihak. Mereka harus mendapatkan kepastian untuk dibayar dan tidak ditelantarkan.
Pencucian uang
Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia Yenti Garnasih mengatakan, kasus Asabri perlu ditangani dengan menerapkan pidana pencucian uang. Tanpa hal itu, Kejaksaan Agung akan sulit melacak kerugian kasus ini yang mencapai Rp 23 triliun.
Selain itu, dia juga menilai, penanganan kasus ini dapat dilakukan sendiri oleh Kejaksaan Agung. Hal tersebut terlihat ketika Kejaksaan Agung menangani kasus Jiwasraya. Ia melihat, Kejaksaan Agung mempunyai kemampuan untuk menangani kasus pencucian uang.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango menghargai kinerja Kejaksaan Agung dalam menangani kasus Asabri dan Jiwasraya. Menurut Nawawi, apa yang dilakukan Kejaksaan Agung merupakan kerja yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Perkara-perkara itu adalah skandal korupsi besar.