Pemerintah mengklaim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi 2019-2020 telah membawa kemajuan di tiga sektor. Karena itu, pembangunan sistem pencegahan korupsi akan dilanjutkan dan diperkuat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi memperkuat sistem pencegahan korupsi melalui kebijakan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi atau Stranas PK. Melalui kebijakan ini, segala celah korupsi diklaim telah ditutup.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo sering menyampaikan dalam rapat terbatas kabinet untuk menciptakan sistem yang menutup celah segala korupsi. ”Jangan menyalahgunakan kewenangan, jangan mau disuap, serta jangan melakukan pungutan liar,” kata Moeldoko, Selasa (13/4/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Moeldoko dalam peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi Stranas PK 2021-2022 bertema ”Cegah Korupsi dari Hulu ke Hilir”. Hadir juga sebagai pembicara, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Moeldoko mengklaim, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2019-2020 telah membawa kemajuan di tiga sektor. Pada sektor perizinan dan tata niaga, telah diterapkan Online Single Submission (OSS) untuk mempercepat layanan perizinan, perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan nomor induk kependudukan (NIK).
Di sektor keuangan negara telah diterapkan e-katalog untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas tata kelola pengelolaan barang dan jasa pemerintah. Pada sektor penegakan hukum dan reformasi birokrasi telah dilakukan pengawasan sistem merit untuk mencegah jual beli jabatan, penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk pengawasan internal, serta percepatan penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Adapun aksi Stranas PK 2021-2022 akan fokus menyelesaikan akar masalah yang meliputi 12 aksi di tiga fokus sektor dan berorientasi pada hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Aksi tersebut adalah percepatan perizinan dan tata kelola ekspor-impor; efektivitas dan efisiensi pengadaan barang jasa; pemanfaatan NIK untuk ketepatan subsidi; penguatan SPBE, termasuk sinkronisasi perencanaan penganggaran; penguatan pengendalian internal pemerintah; serta penguatan integritas aparat penegak hukum.
”Strategi nasional pencegahan korupsi adalah komitmen kuat pemerintah bersama-sama dengan KPK sebagai upaya untuk menciptakan pemberantasan korupsi yang sistemik, kolaboratif, dan berdampak nyata,” kata Moeldoko.
Ia menuturkan, Stranas PK merupakan kebijakan nasional yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi. Kebijakan ini menjadi acuan dan panduan bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pihak terkait untuk bergerak mencegah korupsi.
Moeldoko kembali mengklaim, sistem pencegahan korupsi sudah semakin diperkuat dari hulu ke hilir. Jadi, siapa pun yang masih nekat, pasti akan disikat tanpa pandang bulu.
Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, pencegahan korupsi lebih penting dibandingkan dengan penindakan yang berada di ujung pemberantasan korupsi. Dengan pencegahan, akan banyak uang yang bisa dilindungi agar tidak dikorupsi. Pemerintah telah mengembangkan sistem digitalisasi agar tidak ada ruang bagi orang untuk menyuap karena semuanya berjalan otomatis.
Firli Bahuri mengatakan, KPK berkomitmen melakukan pembaruan pencegahan korupsi supaya tidak ada peluang untuk korupsi. Sebab, korupsi dapat mengganggu program pembangunan. Ia berharap agar kemudahan investasi dan perizinan berusaha diberikan demi pertumbuhan ekonomi.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengapresiasi program Stranas PK yang mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat dan daerah. Meskipun demikian, ia menyoroti masih adanya ego sektoral di birokrasi, salah satunya terkait persoalan data.
Menurut Danang, permasalahan tersebut masih terjadi karena adanya kewenangan atau kekuasaan yang tidak bisa dinafikan. Hal tersebut membuat koordinasi tidak berjalan.