Peninjauan Kembali Lucas Dikabulkan, KPK Diminta Maksimal Kumpulkan Bukti
Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro mengatakan, MA membenarkan kekeliruan putusan kasasi karena Lucas tidak cukup bukti menghalang-halangi KPK mengejar mantan pejabat tinggi terkait panitera PN Jakpus.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali atau PK pengacara Lucas dalam kasus perintangan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dikabulkannya PK Lucas ini dapat menjadi pembelajaran bagi KPK agar lebih maksimal dalam mengumpulkan bukti.
Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro, Kamis (8/4/2021), mengatakan, MA membenarkan kekeliruan dalam putusan kasasi karena Lucas tidak cukup bukti menghalang-halangi KPK dalam mengejar mantan pejabat tinggi konglomerasi besar Eddy Sindoro terkait dengan suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Alasan PK terpidana mengenai adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan kasasi MA dapat dibenarkan. Putusan dijatuhkan pada 7 April lalu dengan ketua majelis hakim Salman Luthan. Sementara Abdul Latif dan Sofyan Sitompul masing-masing sebagai hakim anggota.
”Pertimbangan, antara lain, bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan pemohon PK/terpidana terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berupa menghalang-halangi, mencegah, serta merintangi terhadap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang di pengadilan,” kata Andi. Selain itu, tidak cukup bukti untuk menyatakan terpidana memberikan pendapat, saran, usul atau pertimbangan.
Pertimbangan, antara lain, bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan pemohon PK/terpidana terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berupa menghalang-halangi, mencegah, serta merintangi terhadap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang di pengadilan.
Andi mengatakan, atas dasar pertimbangan tersebut, terpidana dibebaskan dari seluruh dakwaan penuntut umum. Salman Luthan menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion (DO) terhadap putusan tersebut dengan pertimbangan, alasan PK terpidana tidak beralasan menurut hukum dan bertentangan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan. Karena itu, alasan PK harus ditolak.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, diputus bebasnya narapidana korupsi pada tingkat PK tentu melukai rasa keadilan masyarakat. Menurut Ali, fenomena banyaknya PK yang diajukan oleh terpidana korupsi seharusnya menjadi alarm atas komitmen keseriusan MA secara kelembagaan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Ia menegaskan, pemberantasan korupsi butuh komitmen kuat seluruh elemen bangsa. Terlebih komitmen dari setiap penegak hukum.
Ali menuturkan, sejauh ini KPK belum mengetahui apa yang menjadi dasar pertimbangan majelis hakim karena belum menerima putusan lengkapnya. Meskipun demikian, KPK menghormati setiap putusan majelis hakim.
”KPK sangat yakin dengan alat bukti yang kami miliki sehingga sampai tingkat kasasi di MA pun dakwaan jaksa KPK ataupun penerapan hukum atas putusan pengadilan tingkat di bawahnya tetap terbukti menurut hukum secara sah dan meyakinkan,” kata Ali.
Minta dikeluarkan
KPK harus lebih maksimal dalam pembuktian. Ketika Lucas disebut tidak terbukti seperti di dakwaan, maka pembuktian pada dakwaan tersebut tidak berkualitas.
Kuasa hukum Lucas, Aldres Napitupulu, mengatakan, dengan dikabulkannya PK tersebut, maka seharusnya Lucas dibebaskan karena terbukti tidak bersalah. Meskipun demikian, ia masih menunggu hasil putusannya.
Aldres akan bersurat ke KPK agar mengeluarkan Lucas dari lembaga pemasyarakatan. Ia juga akan meminta agar barang bukti dari kasus ini dikembalikan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, syarat diajukan PK yakni ada bukti baru yang menyatakan bahwa terpidana tidak terbukti melakukannya. Selain itu, ada putusan yang saling bertentangan atau kekeliruan di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan MA.
Menurut Hibnu, dari putusan ini, KPK harus lebih maksimal dalam pembuktian. Ketika Lucas disebut tidak terbukti seperti di dakwaan, maka pembuktian pada dakwaan tersebut tidak berkualitas. ”Di dalam persidangan, bukti itu adalah jantungnya peradilan,” tuturnya.