Sebanyak 141 pendaftar akan memperebutkan 13 posisi hakim agung di Mahkamah Agung. Dalam seleksi kali ini, Komisi Yudisial akan melibatkan Komisi III DPR sebagai pengawas dan MA sebagai ”end user” hakim agung terpilih.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial menerima 141 pendaftar yang akan memperebutkan 13 posisi hakim agung pada Mahkamah Agung. Para pendaftar itu akan mengikuti serangkaian seleksi sebelum dimintakan persetujuan ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam seleksi kali ini, Komisi III juga akan terlibat dalam sosialisasi dan penjaringan calon hakim agung.
Ketua Komisi Yudisial Fajar Mukti Nur Dewata dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (25/3/2021), mengatakan, pendaftaran calon hakim agung dibuka sejak 1 Maret hingga 22 Maret 2021. Hingga pendaftaran ditutup, jumlah pendaftar terkonfirmasi sebanyak 141 orang.
Hingga pendaftaran ditutup, jumlah pendaftar terkonfirmasi sebanyak 141 orang.
Fajar mengklaim, itu merupakan jumlah pendaftar terbanyak selama KY melakukan seleksi calon hakim agung. Para pendaftar diminta segera melengkapi berkas persyaratan hingga Jumat, 26 Maret, besok. Adapun MA membutuhkan formasi 13 hakim agung untuk mengisi kebutuhan delapan hakim agung untuk kamar pidana, dua kamar perdata, satu kamar militer, dan dua kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
”Seleksi administrasi akan dilaksanakan pada 24-31 Maret. Adapun pengumuman kelulusan seleksi administrasi dilakukan pada 31 Maret,” ujar Fajar.
Sejumlah syarat yang dibutuhkan untuk calon hakim agung dari jalur hakim karier adalah WNI, berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau keahlian di bidang hukum, berusia minimal 45 tahun, mampu secara fisik dan mental untuk menjalankan tugas dan kewajiban, berpengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim, termasuk menjadi hakim tinggi, dan tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik hakim.
Sementara itu, syarat bagi calon dari jalur nonkarier adalah WNI, berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan keahlian di bidang hukum sesuai dengan kamar yang dipilih dengan dasar sarjana hukum atau keahlian di bidang hukum, berusia minimal 45 tahun, berpengalaman dalam profesi hukum dan atau akademisi hukum minimal 20 tahun, dan tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan hakim yang inkrah karena melakukan tindak pidana yang diancam penjara lima tahun atau lebih, serta mampu secara fisik dan mental untuk menjalankan tugasnya.
Setelah proses seleksi administrasi selesai, panitia seleksi KY akan melakukan seleksi kualitas pada 14-16 April. Para calon yang lolos kemudian akan mengikuti seleksi kesehatan dan wawancara. Hasil tes kesehatan dan wawancara diharapkan sudah bisa diajukan ke Komisi III DPR pada awal Agustus. Selanjutnya, DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan para calon hakim agung.
Berbeda dengan seleksi calon hakim agung sebelumnya, pada tahapan seleksi kali ini KY juga akan melibatkan Komisi III dan Mahkamah Agung sebagai end user. Komisi III akan terlibat sebagai pengawas eksternal. Pada saat seleksi wawancara, Komisi III bisa mengawasi. Namun, mereka tidak akan mengganggu independensi KY dalam merekrut calon hakim agung. Mereka juga terlibat dalam tahapan sosialisasi dan penjaringan.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, pelibatan Komisi III dalam seleksi calon hakim agung di KY masih menjadi wacana yang belum diputuskan. Itu merupakan hasil rapat dengar pendapat antara Komisi III dan Komisi Yudisial. Saat itu, Komisi III mengkritisi proses seleksi di KY yang dianggap kurang berhasil mendapatkan calon yang berkualitas dan berintegritas. Akibatnya, dalam proses uji kelayakan dan kepatutan, para calon hakim agung maupun calon hakim agung ad hoc banyak yang ditolak DPR.
”Jikapun Komisi III dilibatkan sejak awal seleksi, konteksnya bukan ikut menyeleksi, melainkan hanya pengawasan. Misalnya, pada saat tahapan wawancara, Komisi III melihat apakah pertanyaan yang diajukan dengan parameter terukur,” terang Taufik.
Komisi Yudisial akan melibatkan Komisi III dan Mahkamah Agung sebagai end user. Komisi III akan terlibat sebagai pengawas eksternal proses seleksi.
Taufik menegaskan, sesuai aturan perundang-undangan, tugas pokok dan fungsi Komisi III DPR adalah menguji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung yang sudah diseleksi KY. Komisi III berhak menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan oleh KY.
Terkait dengan pelibatan MA sebagai end user dalam seleksi calon hakim agung tahun ini, Taufik juga mengapresiasi. Pada prinsipnya, Komisi III berharap komunikasi berjalan lancar dan efektif antara MA dan KY. Bahkan, MA dapat dilibatkan untuk mengecek rekam jejak calon hakim agung, khususnya dari jalur karier. Sebab, MA memiliki badan pengawasan yang mengawasi perilaku hakim. Pengecekan rekam jejak calon hakim melalui hasil pengawasan dari MA itu diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan integritas calon hakim agung terpilih.
”Komisi III berharap calon hakim agung yang diseleksi oleh KY benar-benar yang berkualitas dan berintegritas. Jangan sampai banyak calon ditolak lagi oleh Komisi III karena dianggap proses seleksi di KY kurang optimal,” ujar Taufik.