Mahfud MD: Revisi UU ITE, Tunggu Hasil Kajian Selama Dua Bulan
Revisi UU ITE masih tunggu dua bulan lagi karena pemerintah bentuk dua tim pengkaji UU ITE, yaitu tim penyusun pedoman pelaksanaan dan tim kajian rencana revisi UU. Sambil menunggu, dibuat pedomannya terlebih dahulu.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah belum memutuskan sikap resmi soal rencana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Dua tim kajian UU ITE yang dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan membutuhkan waktu selama dua bulan untuk mengkaji wacana tersebut. Selama menunggu, Kemenkominfo juga akan menyusun pedoman pelaksanaan UU ITE.
Menko Polhukam Mahfud MD dalam keterangan, Senin (22/2/2021), secara daring, di Jakarta, mengatakan, ada dua tim yang akan bekerja menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan kajian terhadap UU ITE. Pertama tim penyusun pedoman pelaksanaan UU ITE, kedua tim kajian rencana revisi UU ITE.
Tim dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 22 Tahun 2021 tentang Tim Kajian UU ITE. Tim terdiri dari 29 anggota yang terdiri dari Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemenkominfo, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian.
Ketua Sub Tim I yang akan menyusun pedoman pelaksanaan UU ITE dipimpin oleh Staf Ahli Bidang Hukum, Kementerian Komunikasi dan Informatika Henri Subiakto. Adapun, Ketua Sub Tim II yang akan mengkaji rencana revisi UU ITE diketuai oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana.
Sebelumnya, arahan Presiden Jokowi itu disampaikan dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) TNI /Polri pada 15 Februari. Secara spesifik, arahan presiden saat itu ada dua. Pertama dibuat kriteria implementatif yang berlaku sama. Kriteria implementatif atau pedoman pelaksanaan itu diperintahkan kepada Kapolri.
Ada dua tim yang akan bekerja menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan kajian terhadap UU ITE. Pertama tim penyusun pedoman pelaksanaan UU ITE dan kedua tim kajian rencana revisi UU ITE.
Kepala Kepolisian Negara RI kemudian menindaklanjuti dengan membuat pedoman implementasi UU ITE. Pedoman antara lain memuat tentang dugaan fitnah, pencemaran nama baik adalah bentuk delik aduan sehingga yang melapor harus yang bersangkutan.
Pihak lain tidak bisa sembarangan melapor. Pedoman itu kemudian berlaku dan menjadi pegangan untuk proses penyelidikan dan penyidikan di kepolisian.
”Nanti, pedoman yang sudah dibuat oleh Polri itu akan kita sempurnakan dalam bentuk yang umum sebagai kriteria sejumlah pasal yang dianggap karet. Pedoman umum diperlukan agar bisa diberlakukan tidak hanya sekarang, tetapi juga jangka yang lebih panjang,” kata Mahfud.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate menambahkan, pedoman pelaksanaan UU ITE yang akan dibuatnya akan menjadi acuan bagi penegak hukum saat terjadi sengketa hukum UU ITE. Pedoman akan disusun dengan prinsip penegakan hukum secara selektif, mengupayakan langkah mediasi sebelum berperkara, perkara dilihat apakah berdampak masif terhadap kehidupan masyarakat, serta apakah ada efek jera yang disebabkan dari penegakan hukum, agar tidak dilakukan kembali oleh orang lain. Sengketa lintas personal yang berskala kecil tidak akan dibesar-besarkan.
”Prinsipnya jangan sampai masalah kecil menjadi masalah di negara demokrasi yang menghargai kebebasan berbicara, berekspresi, berkumpul, dan kebebasan pers. Masalah kecil jangan sampai merugikan masyarakat,” terang Jhonny.
Pedoman pelaksanaan UU ITE itu akan menyasar secara khusus Pasal 27 tentang penghinaan dan pencemaran nama baik, Pasal 28 tentang ujaran kebencian, dan Pasal 29 tentang ancaman kekerasan dan menakut-nakuti yang dianggap sebagai pasal karet.
Hal itu akan menjadi acuan bagi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti perkara pelanggaran UU ITE. Kominfo berharap tidak ada kekosongan hukum dalam menjaga ruang digital yang aman, bersih, kondusif, produktif bagi masyarakat. Di sisi lain, pemerintah juga harus mampu menjamin pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
Tim revisi UU ITE
Selain tim penyusun pedoman pelaksanaan UU ITE, ada tim lain yang akan mengkaji rencana revisi UU ITE. Tim yang terdiri dari Kementerian Kominfo, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, dan Polri itu juga akan berkomunikasi dengan DPR. Sebab, menurut Mahfud, sikap antarfraksi di DPR sendiri terbelah.
Ada yang mengatakan berbahaya jika Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE dihapuskan karena tidak ada payung hukum yang mengatur tertib sosial dunia maya. Sementara itu, ada pula yang berpendapat bahwa ketiga pasal itu subyektif dan dapat dijadikan alat untuk membungkam kebebasan berekspresi.
Pemerintah yang menganut sistem pemerintah demokrasi terbuka membua ruang diskusi. Jika perlu revisi cepat, bisa dilakukan tahun ini ataupun tahun depan. Beri waktu tim selama dua bulan untuk menyampaikan hasil kajiannya.
”Pemerintah yang menganut sistem pemerintah demokrasi terbuka membua ruang diskusi. Jika perlu revisi cepat, bisa dilakukan tahun ini ataupun tahun depan. Beri waktu tim selama dua bulan untuk menyampaikan hasil kajiannya,” kata Mahfud.
Mahfud menggarisbawahi bahwa selama proses kajian di Kemenko Polhukam, aparat penegak hukum diminta agar tidak menerapkan pasal-pasal tersebut secara subyektif dan multiinterpretasi. Penerapan pasal UU ITE harus menggunakan prinsip keadilan bagi masyarakat.
Terkait dengan kemungkinan revisi UU ITE masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021, Jhonny G Plate mengatakan, komunikasi akan dilakukan dengan DPR. Prosesnya akan dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM. Jhonny menjelaskan, pasal-pasal dalam UU ITE itu sudah 10 kali diuji materi di Mahkamah Konstitusi.
Hasilnya, MK menolak membatalkan ketiga pasal itu. Pasal-pasal itu juga dianggap konstitusional. Namun, penambahan, pengurangan, dan penyempurnaan pasal di UU ITE tetap relevan dengan perkembangan dunia digital saat ini.
Kami terbuka saja (soal pemerintah jadi inisiator revisi UU ITE). Namun, tentunya hal itu baru bisa diumumkan secara resmi setelah ada hasil kajian dari tim yang dikoordinatori Kemenko Polhukam ini.
Sebelumnya, jika ingin masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyarankan agar pemerintah menjadi inisiator dengan mengajukan naskah akademik dan draft revisi UU ITE. Sebab, jika berharap DPR sebagai inisiatornya, waktunya akan terbatas karena harus menyatukan aspirasi dari sembilan fraksi di DPR.
”Kami terbuka saja (soal pemerintah jadi inisiator revisi UU ITE). Namun, tentunya hal itu baru bisa diumumkan secara resmi setelah ada hasil kajian dari tim yang dikoordinatori Kemenko Polhukam ini,” kata Jhonny.
Namun, jika pemerintah menjadi inisiator revisi UU ITE, Jhonny juga mengatakan pemerintah akan siap dengan naskah akademik dan draf revisi UU ITE. Hasil kajian dari tim diharapkan juga memberikan pencerahan terhadap kemungkinan revisi terbatas pasal di UU ITE tersebut.
”Membuat peraturan perundang-undangan itu tidak bisa disusun sendiri oleh pemerintah maupun DPR. Semua harus bersinergi, jadi harus siap kemungkinan apa pun. Beri kesempatan tim untuk mengkaji masalah ini dulu,” kata Jhonny menjelaskan.