Korpri Ingin Penataan Menyeluruh, Tak Hanya Pembubaran KASN
Korpri menginginkan penataan manajemen aparatur sipil negara secara menyeluruh melalui revisi UU ASN. Tak hanya pengintegrasian fungsi KASN ke kementerian tetapi juga BKN dan LAN. Apa alasannya?
JAKARTA, KOMPAS — Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri menginginkan penataan manajemen aparatur sipil negara secara menyeluruh melalui revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Alasannya, Korpri tak melihat ada kemajuan signifikan dari sisi kualitas birokrasi sejak undang-undang itu terbit tahun 2014. Selain itu, karena adanya ego sektoral dalam penanganan manajemen aparatur sipil negara yang membingungkan aparatur.
Ketua Umum Korpri Zudan Arif Fakrulloh mencontohkan belum adanya sistem karier yang bisa dijadikan patokan oleh ASN untuk bisa mencapai jabatan tertinggi di birokrasi. Bahkan, menurutnya, sistem tersebut kerap berubah-ubah sehingga membingungkan ASN.
Misalnya, untuk menduduki jabatan tertentu, semula ASN diharuskan menempuh terlebih dulu pendidikan dan pelatihan (diklat). Namun saat ini, seseorang bisa menduduki jabatan tanpa melalui diklat. ”Jadi diklat tak jadi faktor penentu karier ASN,” ujar Zudan saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Wapres: Perkuat Komisi ASN
Contoh lainnya, terkait kenaikan pangkat. Selama ini, ASN mengajukan kenaikan pangkat ketika masa kerja sudah lima tahun. Jika ASN tak pernah dijatuhi sanksi, ia bisa dengan mudahnya naik pangkat. ”Jadi merem juga bisa naik. Yang penting tidak buat masalah, masuk kantor setiap hari. Namun kan seharusnya tidak begitu. Itulah sistem yang harus dibenahi,” katanya.
Selain soal sistem karier, Zudan menyoroti pula problem lainnya yang memengaruhi kualitas birokrasi, seperti kesenjangan yang tinggi di antara ASN yang bekerja di pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (pemda) dan antara satu pemda dan pemda lainnya. Ditambah lagi, problem perlindungan hukum, penegakan kode etik, dan pengawasan terhadap ASN.
Untuk mengatasi problem-problem tersebut, seharusnya ada sinergi di antara kementerian dan lembaga yang mengurusi ASN. Sinergi dimaksud di antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Namun yang dilihatnya selama ini, sinergi itu tak terjadi. Yang mengemuka justru ego sektoral antara masing-masing instansi.
”Masing-masing punya kepala, masing-masing punya ego. Tak jarang saling lempar kebijakan atau persoalan yang dihadapi ASN di antara instansi-instansi itu,” katanya.
Berkaca pada hal itu, revisi UU ASN yang sekarang sedang dilakukan oleh pemerintah dan Komisi II DPR, diharapkan dapat menjadi solusi atas problem-problem tersebut. Solusinya, menurut dia, mengintegrasikan BKN, LAN, dan KASN ke Kemenpan dan RB.
“Jadi bukan hanya melebur KASN ke Kemenpan dan RB, melainkan semua melebur ke satu titik begitu. Dengan demikian, kementerian ini punya kewenangan yang lebih kuat dalam pengelolaan ASN. Ini juga akan memudahkan ASN karena semua nantinya satu pintu,” ujarnya.
Namun khusus ASN di daerah, pengelolaannya harus dikoordinasikan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Alasannya karena pembina pemda adalah Kemendagri.
”Dengan demikian nantinya, soalnya misal seragam, sistem karier, etika birokrasi, ditata di Kemenpan dan RB. Namun yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, misal, terkait sistem politik, pilkada, pemilu, ASN yang mau maju jadi kepala daerah, perpindahan antardaerah, itu ada peran Kemendagri karna terkait penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri dan sistem politik,” kata Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri ini.
Mengenai kekhawatiran pengawasan terhadap manajemen ASN akan mati jika diserahkan ke kementerian, Zudan mengatakan hal itu bisa diatasi dengan membangun sistem regulasi dan pengawasan yang baru yang betul-betul bisa mengawal hal tersebut.
Untuk diketahui, melalui UU ASN, fungsi pengawasan manajemen ASN diserahkan pada KASN. Namun DPR menilai keberadaan KASN membuat panjang alur pengawasan yang justru membuat tidak efektif. Oleh karena itu, DPR menginisiasi revisi UU ASN yang salah satunya membubarkan KASN. Fungsi KASN nantinya diserahkan kepada Kemenpan dan RB dan Kemendagri. Kemenpan dan RB untuk ASN di pemerintah pusat, sedangkan Kemendagri ASN di pemerintah daerah.
Namun niat DPR ini memantik protes dari kalangan akademisi. Pembubaran KASN dinilai akan mematikan fungsi pengawasan terhadap manajemen ASN. Salah satu imbasnya, transaksi jual beli jabatan bakal lebih masif. Imbas lain yang dikhawatirkan, pelanggaran terhadap netralitas ASN akan makin marak.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin pun mendukung penguatan KASN karena masih banyaknya instansi pemerintah yang belum menerapkan sistem merit, Kompas (29/1/2021).
Baca juga: Transaksi Jabatan Berpotensi Lebih Masif
Pengawasan eksternal penting
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan, yang dihubungi Jumat, juga tidak setuju dengan pemikiran Zudan ataupun DPR yang ingin fungsi pengawasan KASN dialihkan ke kementerian. Menurut dia, jika birokrasi ingin terbebas dari pelanggaran sistem merit atau jual-beli jabatan, pengawasan harus ada dua, internal dan eksternal. Pengawasan internal oleh instansi yang bersangkutan, sedangkan eksternal dari luar badan atau lembaga yang independen, yakni KASN.
”Di perubahan UU ASN, kan, mau dihapus KASN. Ibaratnya baling-baling kapal, itu, kan, berarti dimatiin dong satu. Yang hidup cuma satu baling-baling. Limbung birokrasi ini, jatuh," ujar Djohermansyah.
Jumlah ASN di Indonesia saat ini sangat besar, mencapai sekitar 4,5 juta orang, sehingga pengawasan internal oleh kementerian, tidak akan bisa optimal mengawasinya.
”Di samping juga, karakter pengawasan internal, kan, cenderung kurang mau membuka aib organsisasi. Jadi, kalau ada sesuatu yang menimpa pegawai, mereka melakukan sih tindakan koreksi, tetapi, kan, publik tidak tahu tindak lanjutnya, umumnya itu tidak dipublikasi,” ucap Djohermansyah.
Maka, alih-alih membubarkan KASN, ia sepakat dengan Wapres Ma\'ruf Amin bahwa KASN perlu diperkuat. Soal kewenangan penindakan misalnya, harus diperkuat. KASN tak cukup diberi kewenangan memberikan rekomendasi terhadap ASN yang melanggar tetapi diberi kewenangan menjatuhkan sanksi. Sebab selama ini, rekomendasi sanksi dari KASN kerap diabaikan oleh pejabat pembina kepegawaian (menteri/kepala lembaga atau kepala daerah).
”Jadi, jangan cuma merekomendasikan kepada pejabat yang berwenang. Akhirnya, yang kewalahan KASN, sudah periksa sana-sini, keliling daerah, tetapi tidak dijalankan. Harusnya, kan, diberi kewenangan yang memadai sehingga bisa ditegakkan aturan-aturan dalam kepegawaian itu,” katanya.
Namun, Djohermansyah menyampaikan, ada pula yang harus diperbaiki, terutama dalam proses pengangkatan jabatan pimpinan tinggi yang melibatkan KASN. Masukan dari kepala daerah yang diterimanya, keterlibatan KASN terkadang membuat lama proses pengangkatan tersebut.
”Jadi kepala daerah kalau mau angkat pejabat, kan, laporan ke KASN. Nah, KASN ini lama meresponsnya, memerlukan waktu untuk menyetujui panitia seleksi yang mereka sampaikan,” ujarnya.
Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah di Kemendagri ini menduga lamanya proses karena KASN harus memantau rotasi jabatan di 719 instansi pemerintah. ”Akhirnya, KASN jadi kedodoran. Mengeluh mereka. Jadi, harus ada semacam perwakilan-perwakilan KASN di daerah atau minimal di pulau-pulau besar, seperti Badan Kepegawaian Negara,” katanya.
Baca juga: Pembubaran KASN, Bentuk Serangan Balik
Mendalami keberadaan KASN
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, kehadiran KASN pada 2014 salah satunya dimaksudkan agar politisasi terhadap ASN yang kerap terjadi bisa dicegah. Selain itu, kehadirannya juga bagian dari semangat reformasi birokrasi.
”Namun mungkin dalam perjalanannya, kenapa banyak pihak mau membubarkan KASN karena mungkin saja dalam praktiknya ada hal-hal yang bias,” ujarnya.
Komisi II DPR bakal mendalami soal keberadaan KASN ini sebelum akhirnya mengambil keputusan soal nasib KASN. Ia menekankan, rencana pembubaran KASN dan mengalihkan fungsinya ke Kemendagri dan Kemenpan dan RB seperti tertuang di draf revisi UU ASN belum final.