Niat membubarkan KASN ditengarai sebagai bentuk serangan balik oleh pihak-pihak yang bisa meraup keuntungan dari transaksi jabatan di pemerintahan. Potensi uang dari transaksi bisa mencapai Rp 160 triliun.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Upaya pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN ditengarai sebagai bentuk serangan balik oleh pihak-pihak yang tidak nyaman dengan pengawasan KASN. Sejak berdiri tahun 2014, keberadaan KASN sebagai pengawas dalam pengisian posisi jabatan pimpinan tinggi di pemerintahan bisa meminimalkan praktik transaksi jabatan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah per jabatan.
Seperti diberitakan sebelumnya, rencana pembubaran KASN tertuang dalam draf revisi atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Revisi merupakan inisiatif DPR.
Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/1/2021), melihat, ada banyak pihak yang terusik ketika pengisian jabatan pimpinan tinggi di pemerintahan harus diawasi KASN, seperti amanat UU No 5/2014. Pihak dimaksud di antaranya kepala daerah dan fungsionaris partai politik (parpol).
Pasalnya, dari sejumlah kasus jual beli jabatan yang telah terungkap ataupun dari laporan pengaduan yang masuk ke KASN, uang hasil transaksi jabatan mengalir ke kepala daerah, bahkan ke fungsionaris parpol.
Maka, demi melancarkan aliran dana itu, pihak-pihak tersebut bisa saja berada di balik rencana untuk mendorong penghapusan KASN. Mereka diduga memanfaatkan perwakilan partai politik yang berada di DPR untuk membubarkan KASN dengan merevisi UU ASN. ”Itu serangan baliknya itu,” ucap Ketua KASN periode 2014-2019 ini.
Aliran dana dari transaksi jabatan di birokrasi ke pejabat partai politik pernah diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menangkap mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Maret 2019. Romahurmuziy turut terlibat dalam kasus jual beli jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama.
Sementara aliran dana ke kepala daerah sudah berulang kali diungkap KPK, seperti dalam kasus yang melibatkan mantan Bupati Nganjuk, Klaten, Cirebon, dan Kudus.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Misbakhul Hasan juga menengarai adanya upaya serangan balik tersebut. ”Bisa jadi ini serangan balik karena parpol punya kepentingan melakukan intervensi hingga ke penempatan orang-orang mereka di pemerintahan. Ini juga yang sering kali menarik birokrasi tidak netral saat pemilu,” ucapnya.
Ratusan juta rupiah
Dari kasus transaksi jabatan yang telah terkuak ataupun yang diadukan ke KASN, menurut Ketua KASN Agus Pramusinto, nilai jual setiap jabatan bisa mencapai Rp 150 juta hingga Rp 500 juta, tergantung dari jabatan yang diincar. Dengan jumlah total jabatan pimpinan tinggi sekitar 400.000 jabatan, potensi uang dari transaksi jabatan bisa mencapai Rp 160 triliun.
Oleh karena itu, keberadaan KASN masih perlu dipertahankan. Keberadaan KASN dinilai mampu meminimalkan praktik transaksi jabatan. Begitu pula rotasi atau mutasi ASN yang juga kerap menjadi lahan transaksi. Terlebih hingga kini KASN masih kerap menerima pengaduan soal jual beli jabatan di pemerintahan.
”Laporan dugaan korupsi kami infokan ke KPK sebagai pihak yang punya instrumen dan otoritas,” kata Agus.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati membenarkan praktik jual beli jabatan masih kerap diadukan ke KPK. ”KPK menaruh perhatian serius karena ASN merupakan sumber kekuatan utama dalam tata kelola pemda yang transparan, akuntabel, dan terhindar dari praktik korupsi,” ucapnya.
Birokrasi baru
Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Arif Wibowo menampik tudingan serangan balik tersebut. Revisi UU ASN digagas DPR semata agar pengawasan terhadap kinerja ASN lebih komprehensif. Dengan demikian, birokrasi bekerja efektif, fungsional, dan tidak korupsi.
Mengenai pembubaran KASN, ia mengatakan, Komisi II menerima banyak aspirasi yang menilai keberadaannya menimbulkan birokrasi baru dalam pengawasan ASN. Karena itu, diusulkan untuk dihapuskan. Namun, ia menekankan, hal itu belum final.
Selain opsi dibubarkan, ada dua opsi lain yang memungkinkan untuk dipilih, yaitu penguatan kewenangan KASN atau mengintegrasikan fungsi KASN ke lembaga lain. ”Ini semua yang perlu didiskusikan secara lebih mendalam dan komprehensif,” katanya.