Listyo Ditanyai Soal Nenek Minah sampai Tilang
Sembilan fraksi di DPR secara bulat mendukungan Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo sebagai calon Kapolri. Mantan Kapolda Banten hingga Kabareskrim Polri itu mampu menjawab soal nenek pencuri kakao hingga tilang di jalan.
JAKARTA, KOMPAS — Komisaris Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo resmi terpilih sebagai Kepala Kepolisian Negara RI yang baru menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis. Sembilan fraksi di DPR secara bulat menyampaikan dukungannya kepada Sigit. Di dalam tahapan uji kelayakan dan kepatutan, Sigit menerima berbagai pertanyaan dan tanggapan yang umumnya berupa harapan dengan tema yang beragam. Di antaranya, mulai dari kasus Nenek Minah yang mencuri kakao hingga tindakan tilang polisi di jalan raya.
Dalam rapat pleno pengambilan keputusan oleh Komisi III DPR, Komjen Listyo Sigit Prabowo terpilih secara bulat menjadi Kapolri yang baru setelah fraksi-faksi membacakan pandangan minifraksinya. Semuanya pada prinsipnya menyepakati dan memberikan harapan kepada Sigit untuk dapat mewujudkan transformasi Polri ke arah polri yang presisi, yakni prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan.
Persetujuan kepada Sigit sejak awal sudah diprediksikan karena sejumlah perwakilan fraksi memberikan tanggapan positif dan menyatakan dukungannya kepada pencalonan Sigit. Meski demikian, ketentuan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dilakukan.
Baca juga : Kompolnas Akan Jelaskan Lima Hal Terkait Calon Kapolri Komjen Listyo
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa, Rabu (20/1/2021), dalam keterangan pers seusai uji kelayakan dan kepatutanmengatakan, mekanisme itu memang formalitas yang harus dijalani sebagai bagian dari ketentuan UU. Meski demikian, bukan berarti Sigit tidak cukup diuji oleh anggota Komisi III DPR.
Inilah persoalan jawaban atas problem-problem yang terjadi hari ini. Tinggal bagaimana calon kapolri bisa menjalankan secara maksimal. Ini berkaitan dengan ini semua. Fraksi-fraksi sepakat menyetujui denggan catatan polisi presisi ini bisa dijalankan dengan benar.
”Inilah persoalan jawaban atas problem-problem yang terjadi hari ini. Tinggal bagaimana calon Kapolri bisa menjalankan secara maksimal. Ini berkaitan dengan ini semua. Fraksi-fraksi sepakat menyetujui denggan catatan polisi presisi ini bisa dijalankan dengan benar,” ucapnya saat ditanyai apakah uji kelayakan dan kepatutan hanya sebagai formalitas dalam seleksi calon Kapolri.
Sementara itu, saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Sigit mendapatkan banyak masukan dan pertanyaan. Tanggapan itu beragam, mulai dari contoh-contoh konkret yang diajukan oleh anggota Komisi III hingga persoalan lokal di daerah pemilihan masing-masing.
Keadilan restoratif
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, misalnya, menanyakan bagaimana keadilan restoratif (restorative justice) dilakukan oleh Sigit. Sebab, dalam paparannya, Sigit menegaskan agar tidak ada lagi kasus Nenek Minah yang mencuri kakao demi memenuhi kebutuhannya lalu diperoses pidana. Aspek sosiologis, lanjut Sigit, perlu juga diperhatikan oleh polisi dalam menyikapi suatu persoalan.
Sementara itu, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Safaruddin, mengatakan, keadilan restoratif perlu ada kriteria yang jelas. Dengan demikian, tidak ada penafsiran yang macam-macam soal keadilan restoratif ini. Merespons hal ini, Sigit mengatakan, hal itu tentu juga dipertimbangkan matang. Tidak segala persoalan dapat diselesaikan dengan mediasi atau menggunakan keadilan restoratif.
”Tentunya hal-hal seperti ini harus kita lihat dengan lebih arif dan bijaksana, karena ini terkait dengan rasa keadilan. Jangan sampai ada ayam melintas di halaman tetangga lalu memicu ribut mulut dan itu diproses pidana. Oleh karena itu, harus kita kumpulkan dan didamaikan sehingga persoalan menjadi tuntas. Yang paling penting, dalam kegiatan-kegiatan seperti ini, anggota jangan memanfaatkannya untuk menyalahgunakan wewenang. Oleh karena itu, kami menyiapkan pengawasan,” ucapnya.
Sementara itu, Sarifuddin Sudding dari Fraksi PAN mengatakan, Sigit harus menjadi Kapolri yang berdiri di atas semua golongan. Sigit setuju terhadap hal ini, menurut dia, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harus dipertahankan dari ancaman kelompok mana pun dan siapa pun yang ingin mengganggu dan mengancam keamanan dan keutuhannya.
Kasus Joko Tjandra
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Supriansa, mengapresiasi prestasi Sigit yang dapat membawa pulang terpidana Joko Tjandra meskipun kasus itu sekaligus memperlihatkan oknum perwira tinggi Polri yang diduga terlibat. Supriansa mempertanyakan tindakan Sigit ke depan untuk meminimalkan terjadinya kejahatan yang terkait dengan korupsi oleh anggota kepolisian.
Selain itu, Supriansa juga mempertanyakan langkah Sigit untuk mentransformasi pelayanan Polri yang berhubungan dengan masyarakat. Supriansa pun mendukung prinsip keadilan restoratif yang diusung Sigit.
Adapun anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Achmad Dimyati N, menanyakan pekerjaan rumah Kapolri ke depan, yakni melanjutkan reformasi kepolisian. Menurut Achmad, selama ini hal itu memengaruhi dua hal, yakni soliditas dan independensi Polri.
”Sepanjang institusi bekerja tegak lurus menjalankan tugas secara independen, maka soliditas korps akan terjaga dengan baik. Sebaliknya jika ada oknum yang nakal, setiap personel akan bekerja untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” kata Achmad.
Achmad juga mempertanyakan profesionalisme dan humanisme anggota Polri terkait dengan peristiwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi antara Juli 2019 dan Juni 2020. Achmad berharap agar Polri ke depan lebih menerapkan pendekatan yang humanis dan profesional dan humanis, bukan pendekatan yang represif.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto, mempertanyakan mekanisme sanksi dan ganjaran bagi anggota Polri. Menurut Wihadi, ganjaran selama ini lebih banyak diberikan bagi mereka yang langsung menangani kejahatan, sementara masih kurang untuk yang menangani pembinaan, administrasi, dan siber.
Wihadi juga menanyakan langkah Kapolri ke depan untuk menegakkan protokol kesehatan sekaligus dilibatkan untuk menjaga stabilitas keamanan nasional dalam rangka pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
Perbaiki budaya Polri
Terhadap kasus Joko Tjandra yang melibatkan oknum anggota Polri, menurut Sigit, dirinya akan memperbaiki budaya Polri. Di sisi lain, sistem pengawasan akan diperkuat, termasuk dengan menghindari interaksi maupun potensi terjadinya penyalahgunaan wewenang.
”Kalau ada anggota kami yang terproses, bisa kita buktikan, ya, kami harus proses tuntas karena itu bagian dari komitmen untuk menjaga marwah kami. Itu sikap kami,” kata Sigit.
Kalau ada anggota kami yang terproses, bisa kita buktikan, ya, kami harus proses tuntas karena itu bagian dari komitmen untuk menjaga marwah kami. Itu sikap kami.
Sigit pun memastikan agar pelayanan terhadap masyarakat, seperti perpanjangan surat izin mengemudi (SIM) atau surat tanda nomor kendaraan (STNK), dapat memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Masyarakat cukup memanfaatkan aplikasi untuk mendapat layanan.
Terkait soliditas internal, menurut Sigit, hal itu akan diatur secara proporsional dengan tetap mengakomodasi antara senior dan yunior yang berprestasi berdasarkan kompetensi. Sigit berharap ke depan setiap anggota Polri hanya bekerja dengan baik tanpa memikirkan hal lain, seperti pemberian ke pimpinan.
Adapun soal pemulihan ekonomi, Sigit memastikan akan menjaga keamanan dan ketertiban sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, termasuk investor, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Dengan iklim investasi yang kondusif, diharapkan ekonomi semakin cepat pulih.
”Terkait masalah kejadian extra judicial killing yang direkomendasikan oleh Komnas HAM, tentunya kami dalam posisi sikap mematuhi dan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas HAM,” kata Sigit lagi.
Penegakan hukum
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman, berpandangan, dari hasil paparan Sigit, ia belum menemukan agenda yang lebih tajam dalam penanganan kasus terorisme, radikalisme, narkotika, dan kejahatan lingkungan. Padahal, Indonesia merupakan negara kepualauan yang besar, tetapi tidak ada sarana dan prasarana untuk mengejar penjahat di kasus-kasus tersebut.
Baca juga : Kapolri Antar Calon Kapolri Jalani Uji Kelayakan dan Kepatutan di DPR
Ia juga belum melihat penajaman dukungan institusi kepolisian terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda terdepan dalam pemberantadan korupsi. Menurut dia, ada kesan institusi Polri menghambat kerja KPK.
”Apa rencana ke depan untuk mendukung institusi Polri mendukung KPK habis-habisan?” tanya Benny.
Di samping itu, ia juga mengingatkan, tugas Sigit sebagai pimpinan Polri kian berat dalam menjamin netralitas jajarannya di agenda-agenda politik. Di tengah kemajemukan Indonesia ini, Sigit juga diharapkan mampu menegakkan aturan hukum secara adil dan humanis.
”Jangan hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke bawah. Jangan hanya tajam ke kanan, tetapi tumpul ke kiri. Jangan hanya tajam untuk kami di luar pemerintahan, sementara teman-teman di dalam kok tumpul dia,” kata Benny.
Ketua Fraksi Nasem DPR Ahmad Ali secara spesifik meminta agar Sigit menangani persoalan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah, secara lebih komprehensif. Hal ini penting karena ia melihat persoalan terorisme di Poso tak kunjung selesai setelah sekian tahun.
Bahkan, menurut dia, Polri terkesan reaksional. Setiap ada permasalahan, tiba-tiba semua jajaran sampai tingkat polda bereaksi.
”Puluhan tahun dilakukan pengejaran terhadap teroris Poso, tetapi sampai hari ini belum berhasil. Artinya, ada yang salah dalam penanganan itu. Permasalahan Poso ini harus diselesaikan secara komprehensif dengan cara yang tidak gagap seperti ini. Harus berani evaluasi,” ujar Ali.
Puluhan tahun dilakukan pengejaran terhadap teroris Poso, tetapi sampai hari ini belum berhasil. Artinya, ada yang salah dalam penanganan itu.
Permasalahan klasik
Ali juga menyampaikan permasalahan klasik di kepolisian, yakni lalu lintas. Menurut dia, perlu langkah-langkah strategis agar kemacetan di kota-kota besar bisa segera terurai. Ia juga meminta agar jajarannya tidak lagi melakukan pungli terhadap penilangan.
”Jadi, ketika ada pelanggaran, harus ditindak secara terbuka, misal tilang elektronik, tak ada lagi pungli di jalanan,” ucapnya.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal pun secara spesifik mengomentari kabar yang ramai belakangan ini. Menurut dia, beredar kabar, lulusan madrasah aliyah dilarang masuk perguruan tinggi negeri (PTN).
”Jangan ada statement-statement seperti ini di jajaran Polri, bisa melukai dan bikin gejolak di tengah masyarakat,” katanya.
Dalam kesempatan rapat tersebut, Sigit pun menanggapi sejumlah masukan para anggota Dewan. Terkait masalah pencegahan terorisme dan narkoba, ia berharap, Polri dapat dibantu dalam pengembangan sarana dan prasarana. Sebab, ia menyebut, transaksi narkoba saat ini sering kali terjadi di pelabuhan-pelabuhan tikus. Para pelaku kejahatan menggunakan skema alih muat di zona perairan ekonomi eksklusif.
”Tentunya kami butuh sarana prasarana untuk mendukung, baik di TI dan angkutan lautnya sehingga kami mampu menangkap,” ujarnya.
Terkait dengan sinergi Polri dengan KPK, Sigit menyampaikan, sampai saat ini hubungan antarkedua lembaga ini berjalan sangat baik. Misal, soal penyiapan personel, sampai saat ini personel Polri selalu diberikan kesempatan untuk mengisi dan memperkuat KPK, baik di jajaran penyidik maupun kegiatan koordinasi. ”Sehingga tentunya ini menjadi sesuatu yang harus kami pertahankan,” ucapnya.
Dalam kegiatan penyidikan pun, lanjut Sigit, Polri tidak akan menutup diri. Polri akan membuka ruang untuk KPK sehingga bisa bergabung dalam penyidikan.
Ini menunjukkan bahwa kami terbuka untuk hal-hal yang sifatnya seperti itu, joint investigation. Dan wwewenang supervisi, karena memang manakala pekerjaan itu mangkrak, maka supervisi KPK memberikan wewenang untuk ambil alih atau mengingatkan kepada kami.
”Ini menunjukkan bahwa kami terbuka untuk hal-hal yang sifatnya seperti itu, joint investigation. Dan wewenang supervisi, karena memang manakala pekerjaan itu mangkrak, maka supervisi KPK memberikan wewenang untuk ambil alih atau mengingatkan kepada kami,” kata Sigit.
Baca juga : Tantangan dan Harapan Calon Kapolri Baru
Sigit juga berkomitmen agar di tengah masyarakat dapat memberikan rasa keadilan. Namun, ia menyampaikan, terkait ujaran kebencian, Polri akan mengedepankan teguran. Namun, jika itu berisiko memecah belah persatuan bangsa, tidak akan ada toleransi.
”Pasti kami proses supaya kita bisa jaga di mana kita boleh dan di mana kita tidak. Ini menjadi kedewasaan kita memanfaatkan ruang siber dan ruang publik sehingga tercipta kehidupan saling menghormati dan toleransi, mana yang boleh dan yang tidak,” katanya.
Terkait pelarangan siswa madrasah aliyah untuk masuk PTN, Sigit berjanji, jika mereka berminat menjadi polisi, ia akan membantu.