Dengan masa jabatan yang panjang, jika Listyo Sigit resmi menjadi Kapolri yang baru, ia memiliki cukup waktu untuk membuat dan melaksanakan program kerja untuk menjadikan Polri lebih baik.
Oleh
TRIMEDYA PANJAITAN
·5 menit baca
Setelah pembicaraan mengenai bursa calon Kapolri menghiasi media massa selama beberapa bulan, Presiden Joko Widodo akhirnya mengajukan Komjen Listyo Sigit sebagai calon tunggal Kapolri. Kepala Bareskrim Polri ini akan menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis yang akan pensiun pada 1 Februari 2021.
Surat Presiden tentang calon Kapolri ini disampaikan Mensesneg Praktino kepada Ketua DPR Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR M Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, serta Rachmad Gobel pada Rabu, 13 Januari 2021 pukul 10.45. Puan mengatakan, DPR dalam 20 hari akan memproses nama calon Kapolri dalam bentuk persetujuan. Komisi III DPR telah menjadwalkan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri pada pekan depan.
Sosok Listyo
Listyo adalah satu dari lima calon Kapolri yang diajukan Kompolnas ke Presiden Jokowi untuk dipilih. Empat nama lainnya adalah Komjen Gatot Edy Pramono (Wakil Kapolri), Komjen Boy Rafly Amar (Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), Komjen Arief Sulistyanto (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri), dan Komjen Agus Andrianto (Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri).
Pencalonan Listyo ini memecahkan rekor calon Kapolri termuda, mengalahkan rekor Tito Karnavian. Tito jadi calon Kapolri dalam usia 51 tahun 9 bulan, sedangkan Listyo Sigit usia 51 tahun 8 bulan. Listyo yang angkatan 1991 akan ”menyalip” Gatot Edy dan Boy Rafly dari angkatan 1988, Arief (1987), dan Agus (1989).
Meski demikian, karier Listyo tidak bisa dibilang istimewa dalam arti ia tidak pernah menjadi kapolda di polda besar, seperti Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara, sebagaimana ”tradisi” calon Kapolri sebelumnya. Polda yang pernah ia pimpin adalah Polda Banten.
Listyo adalah sosok yang memiliki kedekatan dengan Presiden Jokowi. Ia pernah menjabat sebagai Kapolres Solo pada 2011 saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo, dan ketika Jokowi menjadi Presiden pada 2014 menjadi ajudannya. Setelah itu, ia menduduki sejumlah jabatan di Polri, yakni Kapolda Banten pada 2016-2018, Kadiv Propam Polri pada 2018-2019, dan menjadi Kabareskrim pada 6 Desember 2019 menggantikan Kapolri saat ini, Idham Azis.
Kariernya selama memimpin Bareskrim terbilang moncer. Ada sejumlah kasus besar yang menyedot perhatian publik, antara lain penangkapan terpidana kasus Bank Bali Djoko Tjandra yang telah buron selama 11 tahun, penangkapan dua pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang terkatung-katung sejak April 2017, dan penanganan kasus kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung yang terjadi pada Agustus 2020.
Yang masih hangat, pada 21 Desember 2020, Bareskrim Polri mengambil alih tiga kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya, Polda Banten, dan Polda Jawa Barat. Dua dari tiga kasus tersebut melibatkan Rizieq Shihab.
Tantangan
Sebagai ”yunior” di Polri, Listyo memiliki tantangan untuk menjaga soliditas Polri. Ia harus bisa bersikap adil dan mengakomodasi semua angkatan. Ia tidak boleh mengistimewakan teman selifting (angkatan 1991) –”kelompoknya”, dan kurang memperhatikan angkatan lainnya. Sebab, sebagai calon Kapolri ia melompati tiga angkatan seniornya.
Kemudian, Listyo diharapkan membenahi proses promosi, demosi, dan mutasi di Polri. Proses kenaikan jabatan (promosi), penurunan jabatan (demosi), dan perpindahan jabatan/pekerjaan pada level yang sama (mutasi) harus benar-benar dilakukan obyektif sesuai hasil prestasi kerja atau sebaliknya sesuai kesalahannya, dan berlandaskan pada sistem merit untuk mewujudkan sistem pembinaan karier anggota kepolisian yang baik.
Tantangan berikutnya adalah mewujudkan jumlah personel Polri yang ideal. Menurut Kapolri Idham Azis, jumlah anggota Polri saat ini 416.414 orang atau belum memenuhi daftar susunan personel (DSP) sebanyak 685.428 orang (Kompas.com, 30/9/2020). Ini menjadi pekerjaan rumah Kapolri baru untuk mewujudkannya.
Listyo juga harus melanjutkan program-program Polri yang sudah baik, antara lain program Polri yang Promoter, yaitu profesional, modern dan tepercaya, yang dicanangkan di masa Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan dilanjutkan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis.
Harapan
Sebagai Kapolri, Komjen Listyo Sigit Prabowo akan memiliki masa jabatan yang cukup lama, 3 sampai 4 tahun, jika merujuk sisa masa jabatan Presiden Jokowi. Listyo yang kelahiran 5 Mei 1969 bahkan baru akan pensiun pada tahun 2027. Dengan masa jabatan yang panjang, ia memiliki cukup waktu untuk membuat dan melaksanakan program kerja untuk menjadikan Polri lebih baik.
Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Polri memiliki tiga tugas pokok, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut hemat kami, Kapolri yang baru perlu melakukan penguatan pada Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas). Ini anggota Polri yang bertugas di tingkat desa/kelurahan dengan tugas dan fungsi bermitra bersama masyarakat. Salah satu tugasnya ikut serta memberikan bantuan kepada korban bencana alam dan wabah penyakit, dan di masa seperti pandemi Covid-19 ini perannya sangat penting.
Tugas lainnya ialah melakukan deteksi dini adanya pelaku kejahatan di tengah masyarakat, seperti pelaku narkoba, radikalisme, dan terorisme, serta mendeteksi potensi adanya konflik dan kasus-kasus intoleran di masyarakat dan melakukan pencegahan.
Perlu ditingkatkan anggaran untuk Bhabinkamtibmas. Bagaimana perlengkapan kerja mereka, alat kesehatan, kendaraan operasional, dan lain sebagainya. Ini agar bisa mengoptimalkan pelaksanaan tugas Bhabinkamtibmas sebagai sosok terdepan Polri dalam melayani dan mengayomi masyarakat. Misalnya, perlu diberikan tunjangan khusus untuk mereka di luar gaji dan tunjangan sesuai kepangkatannya.
Kemudian, terkait penanganan kasus narkoba, perlu dikaji apakah akan difokuskan pada Badan Narkotika Nasional (BNN), tidak seperti sekarang yang dilakukan Polri bersama BNN. Ini agar penanganan kasus narkotika, yang bahaya dan ancamannya semakin membesar dari tahun ke tahun, lebih optimal.
Trimedya Panjaitan, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-P; Wakil Ketua MKD DPR RI