Kompolnas Akan Jelaskan Lima Hal Terkait Calon Kapolri Komjen Listyo
Sebagai bagian dari proses uji kelayakan dan kepatutan calon Kapolri Komjen Listyo, Komisi III DPR akan mengundang Kompolnas besok. Kompolnas akan jelaskan lima hal terkait Listyo kepada Komisi III.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas menilai pencalonan Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kapolri oleh Presiden Joko Widodo sudah tepat. Sebagai satu dari lima nama calon kapolri yang diusulkan Kompolnas kepada Presiden, Sigit telah lolos serangkaian kajian yang dilakukan oleh Kompolnas.
Besok (18/1/2021), Komisi III DPR berencana mengundang Kompolnas untuk hadir dalam rapat dengar pendapat (RDP). Ini merupakan bagian dari tahapan seleksi calon Kapolri yang diagendakan oleh Komisi III DPR. Sebelumnya, DPR telah mendengarkan penjelasan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan catatan keuangan Sigit.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Ahmad Sahroni mengatakan, Minggu (17/1/2021), setelah tahapan RDP dengan PPATK dan Kompolnas, seleksi akan dilanjutkan dengan pembuatan makalah dan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
”Sampai saat ini jadwalnya belum berubah. Selasa (19/1/2021), pembuatan makalah. Rabu (20/1/2021), uji kepatutan dan kelayakan,” katanya.
Baca juga : Presiden Usulkan Komjen Listyo Jadi Calon Kapolri
Saat dihubungi Minggu, anggota Kompolnas Mohammad Dawam mengatakan, DPR telah menyurati Kompolnas untuk menjelaskan lima hal di dalam RDP, yaitu rekam jejak, alasan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian kapolri, kriteria penilaian yang menjadi syarat kapolri, profil psikologis, serta penilaian positif dan negatif yang ditemukan.
”Sesuai permintaan DPR, kami akan menjelaskan beberapa poin tersebut kepada DPR. Kalau ada pertanyaan-pertanyaan tentu terkait dengan informasi yang juga kami sampaikan kepada Bapak Presiden melalui Ketua Kompolnas,” kata Dawam.
Diajukannya nama Sigit oleh Presiden kepada DPR merupakan hak prerogratif presiden. Namun, sebelum akhirnya diputuskan Presiden, Kompolnas melihat Sigit beserta empat calon lain yang diusulkan Kompolnas kepada Presiden telah memenuhi dua syarat, yakni formil dan materiil, untuk jadi Kapolri. Syarat formil ialah sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Aturan ini meliputi pangkat minimal sebagai calon kapolri, yakni komjen, dan syarat normatif lain yang mesti dipenuhi seorang calon.
”Selain syarat formil, dalam pemilihan oleh Kompolnas, kami juga mempertimbangkan syarat materiil. Syarat materiil yang dimaksud ini dilalui berdasarkan kajian-kajian mendalam yang kami lakukan,” katanya.
Dawam menjelaskan, ada tiga tahapan kajian yang dilakukan Kompolnas sebelum mengajukan nama-nama calon kapolri kepada Presiden.
Pertama, Kompolnas mendengarkan masukan dan melakukan kajian di internal kepolisian, yakni dari angkatan 1989-1995. Kedua, Kompolnas mengumpulkan masukan serta mengkaji pandangan dari unsur masyarakat, akademisi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga aktivis. Ketiga, Kompolnas juga mengumpulkan pendapat dan masukan dari pensiunan atau alumni kepolisian, termasuk dari mantan kapolri dan wakapolri.
”Kajian melalui tiga tahapan ini kami harapkan bisa lebih komprehensif daripada kajian-kajian seleksi calon kapolri sebelumnya,” katanya.
Sebelumnya, Kompolnas mengajukan lima nama calon Kapolri kepada presiden, yaitu Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komjen Arief Sulistyanto, serta Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Agus Andrianto.
Usulan Kompolnas itu, lanjut Dawam, memberikan ruang kepada presiden baik secara obyektif maupun subyektif untuk memilih calon kapolri. Terkait pilihan Presiden kepada Sigit, hal itu dipandang sudah tepat.
”Pilihan itu menurut saya sudah tepat. Sebab, beliau (Sigit) adalah sosok yang tegas dan profesional. Lebih dari itu, beliau pernah bertugas sebagai Kepala Divisi Propam dan Kabareskrim. Oleh karena itu, tentu berpengalaman di bidang penegakan kode etik atau profesionalisme kepolisian, sekaligus berpengalaman di bidang penegakan hukum. Dan dua hal inilah yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di dalam negeri,” katanya.
Dukungan kuat
Sementara itu, dukungan kepada Sigit relatif kuat di parlemen. Sejumlah anggota Komisi III DPR merespons positif nama Sigit.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Trimedya Panjaitan, mengatakan, sesuai dengan arahan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, setiap seleksi pejabat negara yang membawa nama RI, dan telah diusulkan oleh presiden, PDI-P tidak pernah menolaknya. Oleh karena itu, dalam usulan kapolri ini pun, fraksinya tidak akan menolak usulan presiden.
”Ini sudah menjadi garis partai, setiap usulan pejabat negara yang membawa nama RI, kami tidak pernah menolaknya,” kata Trimedya.
Terhadap usulan nama Sigit, Trimedya melihat sosoknya memiliki kompetensi dan kapabilitas. Di sisi lain, keistimewaan Sigit ialah pernah menjadi ajudan Presiden Jokowi, sehingga dalam menjalankan tugasnya nanti pasti memahami apa yang menjadi garis kebijakan presiden. Mereka yang pernah menjadi ajudan presiden pun merupakan orang-orang pilihan yang telah melalui seleksi ketat.
Kendati demikian, diakui Trimedya, prestasi Sigit belum terlalu menonjol saat menjadi Kabareskrim, antara lain karena masa jabatannya yang masih relatif singkat, dan ditambah ada kendala Covid-19, sehingga penuntasan kasus-kasus belum optimal.
Trimedya mengatakan, dengan segala kelebihan dan kekurangan Sigit, ia diharapkan mampu melakukan terobosan di tubuh Polri. Ia menilai, salah satu hal yang perlu ditingkatkan ialah peran pengayoman Polri kepada masyarakat. Oleh karenanya, Kapolri yang baru sebaiknya mendorong perbaikan peran Babinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat).
“Jati diri Polri sesuai dengan UU Kepolisian ialah mengayomi masyarakat, sedangkan penegakan hukum itu nomor dua. Oleh karenanya, kami berharap Babinkamtibmas ini diperhatikan,” katanya.
Jaga soliditas Polri
Selain itu, Trimedya berharap Sigit dapat melakukan konsolidasi internal, dan menjalankan manajemen personal melalui pola rekrutmen, promosi, dan demosi yang lebih baik.
“Mas Sigit ini kan melompati dua angkatan, sehingga dia diharapkan mampu berkomunikasi dan menjaga soliditas dengan angkatan yang lain. Selain itu, jangan karena dia menjadi kapolri, lalu untuk posisi tertentu diberikan kepada orang-orang satu angkatannya. Saya pikir Mas Sigit harus juga memerhatikan pola rekrutmen, promosi, dan demosi di internal polisi yang lebih baik dan terbuka,” katanya.
Terobosan lain yang dapat dilakukan antara lain mengoordinasikan penyidikan kasus narkotika dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ke depannya, Polri perlu mengkaji kemungkinan kasus narkotika ditangani cukup oleh BNN, dan polisi fokus pada tindak pidana umum.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding mengatakan, pilihan presiden terhadap Sigit tentu telah dipertimbangkan matang.
“Saya kira dari sisi rekam jejak dan kapasitas beliau, ya memang kami meyakini dia mampu mengonsolidasikan institusi kepolisian, baik secara institusi maupun personal, dalam rangka membangun polisi yang profesional, modern, dan terpercaya di mata masyarakat,” ujarnya.
Sudding mengatakan, tantangan kepolisian di masa depan tidaklah mudah. Kepolisian harus betul-betul mengedepankan profesionalisme, dan jangan sampai ada anggapan publik terhadap polisi yang hanya sebagai alat kekuasaan politik. Oleh karena itu, Komisi III DPR akan mendalami langkah dan strategi Sigit, saat uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri.
“Kita di Komisi III tentu tetap akan melihat bagaimana langkah dan strategi yang akan dibangun oleh beliau dalam rangka pelaksanaan tupoksi sesuai amanat UU Kepolisian. Karena amanat konstitusi kan jelas, salah satu tujuan kita bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Tugas polisi di dalamnya sebagai pengayom masyarakat, tanpa membeda-bedakan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan),” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III Herman Hery mengatakan, sejauh ini dari rapat internal Komisi III, mayoritas anggota berharap Sigit nantinya mampu melakukan terobosan dan pembaharuan.
“Artinya, mayoritas anggota menerima dan berharap. Namun demikian, itu tergantung dari fit and proper test nanti. Tergantung dari makalah yang dibuat. Karena fit and proper test itu akan kami lakukan secara profesional dan terbuka. Di situ publik bisa melihat apa yang dipertanyakan, apa yang menjadi komitmen, dan bagaimana jalannya fit and proper test tersebut,” ujarnya.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, mengatakan, peningkatan profesionalisme menjadi tugas berat kapolri baru. Dalam menjalankan tugasnya, polisi kerap mendekati dengan sudut pandang yang terlalu legalistik. Padahal, selain kepastian hukum, hal lain yang harus diperhatikan ialah asas keadilan dan kemanfaatan hukum.
“Sebagai contohnya, penggunaan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan UU Pornografi, dan UU lainnya, yang kerap didekati dengan pandangan legalistik, seolah-olah asal memenuhi pasal tertentu maka dapat dilanjutkan penyidikannya. Padahal, belum tentu hal itu memenuhi asas keadilan dan kemanfaatan. Polisi harusnya menegakkan keadilan, bukan sekadar menegakkan pasal atau aturan,” ujarnya.
Baca juga: Menanti Kapolri Ideal, Berkaca pada Hoegeng
Menurut Pohan, penegakan asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum dapat dilakukan jika kepolisian juga mengedepankan keadilan restoratif (restorative justice). “Dari masa ke masa penggantian kapolri, pembaruan ini yang diharapkan kepada kapolri baru. Ini tentu harus menjadi perhatian penting semua pihak,” ujarnya.