Komisi II DPR: Penundaan Pemungutan Suara Terbatas Jadi Jalan Terakhir
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, opsi penundaan parsial pada TPS tertentu yang belum mendapat logistik protokol kesehatan kecil kemungkinan diambil. ”Artinya, itu sebisa mungkin dihindari,” katanya.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat meyakini pilkada akan berlangsung lancar, Rabu (9/12/2020). Oleh karena itu, opsi penundaan pilkada pada tempat pemungutan suara tertentu yang belum mendapatkan logistik untuk protokol kesehatan itu menjadi pilihan terakhir.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan, opsi penundaan parsial pada tempat pemungutan suara (TPS) tertentu yang belum mendapatkan logistik protokol kesehatan kecil kemungkinan diambil. Melihat perkembangan pendistribusian logistik yang dilakukan oleh KPU, alat-alat protokol kesehatan sudah hampir semuanya tersedia di TPS.
Bahkan, dalam kondisi sangat mendesak, ketika alat protokol kesehatan itu pada akhirnya tidak diterima juga oleh setiap TPS, katanya, penundaan pemungutan suara itu masih bisa dihindari.
”Saya kira itu (penundaan pilkada) masih jauh dari kemungkinan yang dapat terjadi. Saat ini, logistik berproses menuju TPS dan barangnya sudah pasti ada. Hanya saja, kapan barang itu sampai yang belum pasti. Kalaupun sampai H-1 barang itu belum sampai, opsi penundaan pilkada masih dapat diupayakan untuk dihindari,” katanya.
Doli mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan penyelenggara pilkada terkait dengan kondisi darurat jika logistik yang terkait dengan protokol kesehatan itu belum juga sampai pada H-1. Kemendagri dan penyelenggara, lanjutnya, harus segera mencari jalan pengadaan barang-barang itu dengan menghubungi kepala daerah atau satuan tugas Covid-19 di daerah. Sebab, gudang-gudang di dinas kesehatan setempat diyakini masih memiliki alat-alat protokol kesehatan tersebut.
”Artinya, itu sebisa mungkin akan dihindari. Dalam kondisi paling mendesak sekalipun, itu diupayakan untuk tidak terjadi. Karena alat-alat protokol kesehatan itu, bagaimanapun, harus ada di TPS. Caranya, bisa meminjam atau menalangi dulu dari gudang-gudang dinas kesehatan setempat,” katanya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, penundaan pilkada per TPS atau penundaan sebagian wilayah dimungkinkan. Penundaan itu dapat saja dilakukan ketika ada kekurangan logistik protokol kesehatan. Namun, untuk menunda pilkada di sebagian TPS itu harus melalui pertimbangan matang. Alasannya, ada kemungkinan jumlah pemilih akan berkurang jika pilkada ditunda.
”Sebab, pada 9 Desember 2020, beberapa daerah telah menetapkannya sebagai hari libur. Dengan demikian, pemilih akan leluasa menyalurkan hak pilihnya. Akan tetapi, jika pemungutan suara diundur, pemilih akan terkendala waktu. Pada hari biasa, pemilih mungkin saja harus bekerja dan mesti melakukan kegiatan sehari-hari,” kata Khoirunnisa.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Azis Syamsuddin mengatakan, seluruh warga harus mengawal jalannya pilkada pada 9 Desember 2020. ”Kami berharap peran serta seluruh elemen masyarakat untuk berkolaborasi dan bersinergi dalam melakukan pengawalan serta pengawasan secara aktif dalam rangka mengawal jalannya demokrasi di Indonesia,” katanya.
Azis menegaskan perlunya sinergi antara TNI, kepolisian, serta KPU dan Bawaslu untuk mengamankan setiap tahapan pilkada. ”Aparat keamanan harus dapat mendeteksi dini hal-hal yang berpotensi untuk mengganggu suksesnya pelaksanaan pilkada. Misalnya, memerangi berita bohong (hoaks) yang beredar di masyarakat, menghindari konflik pada saat pemungutan suara, penegakan protokol kesehatan, dan yang lain,” ucapnya.
Azis juga mendorong pelaksanaan pilkada dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Berbeda dengan pilkada sebelumnya, pelaksanaan pilkada kali ini dilakukan di tengah pandemi Covid-19.