Atasi Gangguan Pengiriman, KPU Pinjam APD ke Puskesmas dan BPBD
Pengiriman logistik Pilkada 2020, termasuk APD di kawasan Indonesia bagian barat, cenderung lebih terkendala cuaca dibandingkan kawasan Indonesia bagian timur. KPU meminjam dulu APD dari puskesmas dan BPBD setempat.
Oleh
IQBAL BASYARI/RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menyiasati kekurangan ketersediaan sejumlah alat pelindung diri di tempat pemungutan suara Pilkada 2020 dengan meminjam dari puskesmas dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat. Hal itu dilakukan karena proses distribusi APD terkendala cuaca serta adanya kekurangan barang di daerah.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, seusai pembukaan Election Visit Program 2020 di Tangerang, Selasa (8/12/2020), mengatakan, pengiriman logistik untuk daerah pemilihan di kawasan Indonesia bagian barat cenderung lebih terkendala cuaca dibandingkan dengan kawasan Indonesia bagian timur. Namun, pihaknya berupaya agar seluruh alat pelindung diri (APD) tersedia di tempat pemungutan suara (TPS) saat hari pemungutan 9 Desember.
”Kendala paling banyak di Indonesia barat, sedangkan untuk Indonesia timur lancar karena cuaca justru tenang sehingga pengiriman ke pulau-pulau terpencil tidak ada kendala baik menggunakan jalur laut maupun udara,” katanya.
Dia mengatakan, ada kendala pengiriman 65 set sarung tangan lateks untuk TPS yang berada di Pulau Masalembu, sekitar 175 kilometer utara Sumenep, Jawa Timur. Saat ini, otoritas pelabuhan setempat melarang pelayaran karena cuaca buruk sehingga tidak ada kapal yang berlayar ke Masalembu.
”Kami meminjam 65 set sarung tangan lateks dari puskesmas setempat. Kalau pelayaran sudah normal, akan diganti oleh KPU,” ujar Pramono.
Kendala lain masih dihadapi KPU Cilegon, Banten. Hingga Selasa siang, ada kekurangan 16 unit pistol pengukur suhu tubuh (thermogun). ”Saya sudah perintahkan KPU untuk mengatasi kekurangan. Apakah masih memungkinkan untuk meminta dari penyedia. Kalau tidak, bisa pinjam ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) atau membeli secara eceran,” katanya.
Pramono mengatakan, beberapa daerah lain sempat mengalami kendala dalam pengiriman APD, tetapi sudah bisa teratasi kemarin. Di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur, pengiriman APD dilakukan menggunakan pesawat karena kendala cuaca buruk saat akan menggunakan kapal. Kemudian di Pulau Bintan, Riau, pengiriman dilakukan pada hari Selasa pukul 09.00 dan diperkirakan tiba pukul 17.00.
”Ada kekurangan 27 set formulir C hologram di Lampung Selatan, tetapi semalam sudah dikirim dan tiba pagi ini,” ujarnya.
Adapun saat ditanya soal mitigasi jika ada TPS yang kekurangan APD, anggota KPU, Evi Novida Ginting, enggan menjawab. Ia menyatakan semua APD akan tersedia di semua TPS pada hari pemungutan suara.
”APD saat ini sudah tersedia di semua kabupaten/kota. Kami menjamin semua perlengkapan pungut hitung dan APD sudah lengkap tersedia dan akan digunakan besok,” ucapnya.
Secara terpisah, pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, pemerintah dan DPR serta penyelenggara pilkada harus memandang serius kelengkapan alat protokol kesehatan. Pada prinsipnya, Pilkada 2020 dilanjutkan di masa pandemi ialah dengan jaminan diterapkannya protokol kesehatan dengan ketat.
”Kita tidak boleh menganggap enteng dan terus saja jalan karena kalau urusan pandemi ini terasanya sesudah kegiatan berlangsung. Pada hari H seolah-olah tidak ada apa-apa sehingga dianggap gampang saja. Namun, justru persoalan terjadi setelah pilkada. Jangan itu dianggap sebagai suatu persoalan yang terpisah dari pilkada ini,” tutur Hadar.
Jika sampai H-1 ada logistik protokol kesehatan yang tidak terpenuhi, atau belum diterima oleh TPS, Hadar mengatakan, sebaiknya pilkada di TPS itu ditunda. Peraturan KPU No 13/2020 tentang Pilkada di Tengah Bencana Nonalam mengatur kemungkinan penundaan lokal jika terjadi bencana nonalam. Ketiadaan logistik protokol kesehatan dapat dimaknai sebagai adanya kerentanan pemilih ataupun penyelenggara terpapar bencana nonalam berupa virus atau penyakit.
”Bisa saja karena alasan itu, KPU selaku penyelenggara menunda penyelenggaraan pilkada di TPS atau daerah tersebut. Sudah ada aturan mengenai penundaan pilkada tidak hanya karena bencana alam, tetapi juga bencana nonalam,” kata Hadar.
Penundaan parsial di daerah atau TPS tertentu yang belum lengkap protokol kesehatannya perlu dilakukan sebagai bentuk kepedulian penyelenggara dan pembuat kebijakan. Hal ini juga mengukuhi prinsip bahwa pilkada tidak untuk membahayakan keselamatan jiwa manusia.
”Kalau memang serius mengutamakan keselamatan rakyat, ini harus dipertimbangkan. Sebab, kalau tidak dilakukan, akan ada potensi penyebaran penyakit yang lebih besar,” ujarnya.