Pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah dan peraturan presiden sebagai peraturan turunan dan peraturan pelaksana dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Waktu tiga bulan selesaikan PP dinilai sempit.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan peraturan pemerintah dan peraturan presiden sebagai peraturan turunan dan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja memberi waktu tiga bulan bagi pemerintah untuk menyusun PP dan Perpres. Waktu tiga bulan itu sangat sempit dibandingkan waktu normal bagi penyusunan peraturan pelaksana bagi UU lain yang biasanya memerlukan waktu minimal setahun.
Sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya mengatakan, sesuai dengan pengaturan pada ketentuan penutup di Pasal 185 UU Cipta Kerja, peraturan pelaksana dari UU tersebut wajib ditetapkan paling lama 3 bulan. Dalam pembentukannya, lanjut Airlangga, pemerintah akan segera menyelesaikan semua peraturan pelaksana dan memberikan ruang seluas-luasnya kepada seluruh komponen masyarakat untuk dapat memberikan masukan dan menyampaikan usulan dalam penyiapan dan perumusan seluruh peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.
Sesuai hasil inventarisasi bersama seluruh kementerian/lembaga terkait, terdapat 44 peraturan pelaksana UU Cipta Kerja, yang terdiri dari 40 rancangan peraturan pemerintah (PP) dan rancangan peraturan presiden (perpres).
"Sesuai arahan Bapak Presiden, pemerintah membuka ruang yang seluas-luasnya untuk berbagi masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh stakeholders, supaya dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan agar sejalan dengan tujuan pembentukan UU Cipta Kerja”
"Sesuai arahan Bapak Presiden, pemerintah membuka ruang yang seluas-luasnya untuk berbagi masukan dan aspirasi dari masyarakat dan seluruh stakeholders, supaya dapat menampung seluruh aspirasi masyarakat dan agar sejalan dengan tujuan pembentukan UU Cipta Kerja,” kata Airlangga, dalam keterangan resminya, Minggu (8/11/2010) lalu.
Pemerintah menyediakan wadah melalui portal resmi UU Cipta Kerja yang dapat diakses oleh masyarakat secara online di alamat URL: https://uu-ciptakerja.go.id. Portal ini sudah dapat diakses oleh masyarakat dan seluruh stakeholders yang akan memberikan masukan ataupun usalan untuk penyempurnaan draf RPP dan RPerpres.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono, Senin (9/11) mengatakan, upaya untuk mengakomodir masukan publik itu harus benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan formalitas semata. Waktu tiga bulan yang diberikan oleh UU Cipta Kerja sangat sempit, dan itu harus dihitung sejak 2 November 2020, ketika Presiden Joko Widodo menandatangani UU Cipta Kerja.
“Waktu tiga bulan itu sangat sempit, sehingga harus dipastikan ada kesempatan bagi publik untuk benar-benar dapat memberikan masukan kepada pemerintah. Lazimnya, penyusunan PP dan Perpres memerlukan waktu 1-2 tahun, atau minimal 1 tahun. Tetapi, UU Cipta Kerja hanya memberi waktu 3 bulan, sehingga dalam waktu yang singkat ini harus benar-benar dapat menampung masukan dan aspirasi dari masyarakat,” katanya.
Bayu mengkhawatirkan waktu tiga bulan itu tidak memadai bagi publik untuk memberikan masukan kepada pemerintah. Waktu penyusunan yang singkat sebagaimana diatur oleh UU dinilai menyulitkan bagi terwujudnya proses yang deliberatif dan aspiratif. Pemerintah pun diharapkan tidak sekadar menampung masukan dan aspirasi publik sebatas formalitas, melainkan benar-benar merespons dan mempertimbangkannya dalam penyusunan PP dan Perpres.
“Ini kritik bagi kita semua, ruang partisipasi publik itu kerap hanya menjadi formalitas. Selain spektrum publik yang diundang terbatas, mereka yang memberikan masukan itu pun tidak dihiraukan dalam pengambilan kebijakan,” ujarnya.
“Ini kritik bagi kita semua, ruang partisipasi publik itu kerap hanya menjadi formalitas. Selain spektrum publik yang diundang terbatas, mereka yang memberikan masukan itu pun tidak dihiraukan dalam pengambilan kebijakan”
Bayu mengatakan, pembuatan aturan pelaksana di saat aturan induknya masih menghadapi persoalan, yakni adanya sejumlah kesalahan di dalam UU Cipta Kerja, sebenarnya secara etis kurang tepat. Pemerintah diharapkan dalam waktu dekat ini segera memutuskan sikap mengenai mekanisme perbaikan atas UU Cipta Kerja yang ditempuh oleh pemerintah, yakni apakah menyerahkan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan syarat adanya pengajuan uji konstitusionalitas dari publik, ataukah menempuh jalan legislative review.
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya mengatakan, pemerintah memang harus segera menyelesaikan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, karena UU memberi batasan waktu 3 bulan. “Itu sudah sesuai dengan aturan UU,” katanya.
Kesempatan beri penjelasan
“Ini merupakan kesempatan untuk memberi penjelasan manfaat UU Cipta Kerja bagi rakyat dan memastikan UU itu untuk dilaksanakan demi kesejahteraan rakyat, memajukan Indonesia dan membangun kekuatan ekonomi nasional”
Sementara itu, dalam pembukaan masa sidang ke-dua 2020-2021, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, implementasi UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih membutuhkan peraturan pelaksana dan membutuhkan atensi dari Komisi DPR Ri Terkait. “Ini merupakan kesempatan untuk memberi penjelasan manfaat UU Cipta Kerja bagi rakyat dan memastikan UU itu untuk dilaksanakan demi kesejahteraan rakyat, memajukan Indonesia dan membangun kekuatan ekonomi nasional,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menambahkan, hingga saat ini masih sedang dibicarakan antara pemerintah dan DPR terkait mekanisme yang akan diambil dalam perbaikan kesalahan di dalam UU Cipta Kerja. “Kamis ini, kami akan rapat mengenai prolegnas. Dalam kesempatan itu akan dilihat apakah ada permintaan dari fraksi-fraksi untuk melakukan legislative review ataukah tidak terhadap UU Cipta Kerja,” ujarnya.