Penerapan Perpres Supervisi KPK Tunggu Nota Kesepahaman
Terbitnya Perpres Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Korupsi diyakini memperkuat KPK dalam menyupervisi penanganan kasus korupsi oleh Polri dan Kejaksaan, juga memperkuat basis legitimasi untuk pengambilalihan perkara.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam menyupervisi kasus korupsi yang ditangani oleh Polri ataupun Kejaksaan. Aturan yang ditetapkan pada 20 Oktober 2020 itu juga menjadi basis legitimasi bagi KPK saat hendak mengambil alih kasus dari Polri dan Kejaksaan.
Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, Kamis (29/10/2020) malam, perpres supervisi adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mewajibkan adanya perpres untuk mengatur pelaksanaannya.
”Yang kemarin memang aparat penegak hukum lain yang dalam hal ini adalah kepolisian dan kejaksaan masih menunggu perpres ini untuk sebagai landasan adanya MOU (nota kesepahaman),” kata Karyoto.
Menurut Karyoto, perpres ini akan membantu pemahaman penegak hukum lain dalam penindakan korupsi sehingga tahu batasannya. Perpres tersebut tidak jauh dari isi UU KPK. Perpres ini memberikan kepastian dan dalam waktu dekat nota kesepahaman pelaksanaan koordinasi supervisi akan segera ditandatangani sehingga aturan dalam perpres bisa diterapkan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, dengan keluarnya perpres tersebut, tugas supervisi sudah dapat dioptimalkan. Menurut Nawawi, selama ini banyak perkara tindak pidana korupsi yang dalam penanganan aparat penegak hukum (APH) belum optimal disupervisi oleh KPK.
Hal tersebut terjadi karena belum ada aturan turunan dari regulasi soal supervisi di UU KPK. Dengan adanya perpres ini, tidak ada alasan lagi bagi pihak APH lainnya untuk tidak bekerja sama dengan KPK.
”Kita akan mengedepankan supervisi ini pada tahapan yang memang dipandang perlu pengambilalihan. Hal itu dapat dilakukan oleh KPK,” kata Nawawi.
Efektivitas perpres
Menurut pengajar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, secara teoretis yuridis, perpres ini dapat memperkuat kewenangan KPK untuk menyupervisi atau juga mengambil alih kasus dari penegak hukum lain, yakni dari kepolisian maupun kejaksaan. Meskipun demikian, keefektifannya sangat bergantung pada KPK terutama komisionernya.
Adapun Guru Besar Hukum Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji, melihat, substansi perpres merupakan implementasi dari praktik yang sudah terjadi selama ini ketika KPK melakukan supervisi ataupun pengambilalihan perkara korupsi dari Polri maupun Kejaksaan. Perbedaannya, dengan keluarnya perpres, berarti praktik supervisi diperkuat dalam regulasi ketatanegaraan.
”Rumusan perpres memang sama dan bersifat implementatif dari UU KPK, termasuk makna dan pengertian pengawasan, penelitian, serta penelaahan,” kata Indriyanto.
Selain itu, dengan keluarnya perpres, KPK lebih memiliki basis legitimasi terhadap pelaksanaan supervisi dan pengambilalihan kasus dari Polri dan Kejaksaan pada tahap penyidikan serta penuntutan. Ini walaupun pada Pasal 9 perpres tersebut menyebutkan dasar dan alasan pengambilalihan masih memerlukan koordinasi kelembagaan.
Aturan yang lebih tinggi, yaitu UU KPK, persisnya pada Pasal 10A, mengatur syarat-syarat yang harus dipenuhi jika KPK ingin mengambil alih perkara korupsi yang ditangani Polri atau Kejaksaan.
Syarat tersebut, antara lain, laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti, penanganannya tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan penanganan kasus ditujukan untuk melindungi pelaku yang sesungguhnya.
Selain itu, penanganan kasus mengandung unsur korupsi; hambatan penanganan kasus karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; serta keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganannya sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.